Rumitnya koalisi besar seperti pada koalisi pendukung Joko Widodo tidak hanya berhenti pada masalah Cawapres. Bila mereka menang, masalah menunggu kembali. Pastinya bila mereka menang, masing-masing partai politik meminta jatah kekuasaan. Meski sebelumnya mereka gembar-gembor koalisi tanpa syarat.Â
Jatah kekuasaan yang terhampar dalam menyusun kabinet menteri akan menjadi rayahan atau rebutan. Dari rayahan menteri itu pastinya akan timbul lobby-lobby bahkan saling bisik, sikut, dan intrik hingga akhirnya menjadi aib bila dibuka kepada publik. Seperti apa yang pernah dipaparkan oleh Mahfud MD dalam sebuah tayangan televisi.
Masing-masing partai pasti menginginkan jatah kementerian yang tidak hanya strategis namun juga banyak anggarannya. Bahkan untuk menampung keinginan itu dibuat pos-pos kekuasaan baru untuk mengakomodir kekuatan pendukung. Akibat yang demikian membuat anggaran menjadi bengkak dan tak professional sebab terkadang orang yang tidak kompeten di tempatkan di pos kekuasaan yang ada hanya untuk kepentingan bagi-bagi jatah.
Demokrasi dengan sistem multipartai di satu sisi memang mampu mengakomodasi pilihan dan ragam kekuatan di masyarakat namun di sisi yang lain akan membuat semakin serunya perebutan kekuasaan yang ada.
Apa yang terjadi di koalisi besar belum tentu tidak terjadi di koalisi yang lebih ramping. Di koalisi yang lebih ramping hal yang demikian pasti juga akan terjadi namun skalanya kecil dan tidak terlalu rumit. Â