Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Inilah 4 Penyebab Munculnya Partai Baru Jelang Pemilu

1 Juli 2016   09:09 Diperbarui: 1 Juli 2016   13:50 1701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi partai politik baru. (KOMPAS/DIDIE SW)

Meski pemilu presiden dan legislatif masih sekitar 3 tahun lagi, 2019, dinamika perpolitikan di Indonesia sudah mulai menggeliat. Sekelompok orang di bawah pimpinan Hartoko Adi Oetomo mendeklarasikan Partai Indonesia Kerja, disingkat menjadi PIKA. Dikatakan oleh Hartoko bahwa partai itu didirikan oleh kalangan profesional dan pendukung Joko Widodo serta relawan.

Dengan latar belakang tersebut semua pasti tahu bahwa keberadaan PIKA selain digunakan sebagai pengawal Joko Widodo dalam sisa waktu kekuasaannya menjadi presiden hingga 2019, juga dipersiapkan sebagai kendaraan Joko Widodo bila hendak maju kembali dalam pemilu presiden di tahun yang sama.

Setelah Perindo, Partai Idaman, dan Partai Solidaritas Indonesia, hadirnya PIKA akan semakin meramaikan dan menambah jumlah partai politik yang ada di Indonesia. Dengan demikian, pemilu di tahun 2019 akan bertambah seru bila banyak partai menjadi kontestan. Semakin banyak partai membuat politisi akan semakin bekerja keras untuk menggalang suara. Bila bermalas-malasan tentu suaranya akan dilibas oleh partai yang lain.

Menjadi pertanyaan, apakah dengan semakin banyaknya partai menunjukkan suasana demokrasi di Indonesia semakin baik? Jawabannya, bila dilihat dari segi kemeriahan, arak-arakan di jalan, atribut yang terpasang di berbagai sudut kota, iklan di media massa, banyaknya partai memang berbanding lurus dengan semakin majunya demokrasi, di mana masyarakat terlibat dalam aktivitas-aktivitas itu tanpa beban dan intimidasi seperti pada masa Orde Baru.

Hadirnya partai mampu menyerap masyarakat dari kota hingga desa menjadi pekerja atau petugas partai hingga menjadi politisi baru. Mereka yang sebelumnya orang yang biasa ngobrol di tempat-tempat nongkrong, warung kopi, tiba-tiba disibukkan dengan urusan yang berbau kekuasaan. Hal demikian membuat mereka belajar banyak hal mengenai organisasi, lobi-lobi, dan menggalang jaringan pendukung.

Namun, kalau disadari semakin banyaknya partai, hal demikian justru menunjukkan adanya ketidaksehatan pada perpolitikan kita. Semakin banyaknya partai menunjukkan adanya kanal-kanal aspirasi dan kepentingan politik yang tersumbat atau tak bisa disalurkan di partai yang ada. Di tengah kebebasan dan kemudahan mendirikan partai itulah membuat orang Indonesia, dikit-dikit mendirikan partai baru, untuk membuat kanal-kanal baru. 

Apa yang menyebabkan munculnya partai baru setiap menjelang pemilu? Faktornya adalah, pertama, sistem regenerasi partai kita yang belum menerapkan paham demokrasi itu sendiri. Di partai seperti ini, partai enggan melakukan regenerasi secara terbuka dengan satu alasan bahwa elite partai, ketua partai, adalah penyatu segala unsur yang ada selain ia tokoh yang mempunyai karisma. Elite partai semacam ini memang menguntungkan partai itu, ketua umum mampu menjadi penarik massa dan membuat partai tetap solid.

Di satu sisi hal yang demikian bagus namun di sisi yang lain membuat partai itu menjadi feodal atau partai yang dikuasai oleh orang-orang itu saja, entah karena faktor keluarga atau kekuasaan lainnya. Partai semacam ini tetap mempertahankan ketidakdemokrasian di internal partai sebab ada mutualisme antara elite partai dan pendukungnya. Elite partai akan terus merasa nyaman di posisi puncak karena mempunyai kekuasaan, sementara pendukung setianya tetap memperoleh serpihan kekuasaan dari elite partai itu sendiri.

Kondisi yang demikian tidak hanya membuat aspirasi dari bawah mampet dan dimonopoli elite-elite partai namun regenerasi kepemimpinan menjadi terhenti. Ketika kanal regenerasi tersumbat maka di sinilah sebagaian orang yang berada di tempat itu gelisah hingga akhirnya keluar dari partai itu dan membuat partai sendiri.

Kedua, konflik internal partai juga bisa membuat lahirnya partai baru. Konflik partai biasanya terjadi akibat ketidakpuasan salah satu pihak karena pihak yang lain. Ketidakpuasan di internal partai itu bisa disebabkan karena ketidakpuasan dalam masalah susunan pengurus, perbedaan arah politik, dan bisa pula karena faktor ekonomi. Kalau kita amati konflik yang terjadi di beberapa partai beberapa waktu yang lalu, faktornya utamanya adalah perbedaan dukungan terhadap calon presiden dan wakil presiden yang hendak diusung.

Bila konflik itu tidak teratasi, tidak menutup kemungkinan, mereka yang tidak puas dengan islah atau jalan tengah akan membuat partai sendiri. 

Ketiga,semua ingin menjadi ketua umum partai. Hasrat dan syahwat seorang politisi yang ingin menjadi ketua umum atau orang nomer satu di partai juga menjadi bukti bahwa hal demikian bisa melahirkan partai baru. Selepas nunas, kongres, konvensi atau kegiatan semacamnya di sebuah partai, biasanya akan lahir partai baru. Lihat saja selepas Konvensi Golkar tahun 2004 dan Munas Golkar Riau, lahirlah Partai Hanura, Nasdem, dan Gerindra.

Sifat manusia yang ingin menjadi penguasa seperti inilah yang bisa membiakkan jumlah partai politik. Banyak partai di Pemilu 1995 dan Pemilu di masa era reformasi, salah satunya semua orang ingin menjadi ketua umum partai.

Keempat, nafsu berkuasa. Dari semua paparan di atas, orang mendirikan partai intinya adalah ingin berkuasa. Syarat harus mempergunakan partai bila ingin ikut pesta demokrasi, sebagai jalan untuk merebut atau mendapat kekuasaan, maka orang-orang pada membuat partai politik. Meski ada jalan independent hal demikian dirasa lebih merepotkan. 

PIKA lahir pastinya ada sebuah keinginan entah dari Joko Widodo sendiri atau pendukungnya untuk tetap berkuasa. Partai yang di tahun 2014 mendukung dirinya, di tahun 2019 belum tentu akan menyokongnya lagi. Untuk itulah maka dibuatlah PIKA sebagai jalan untuk tetap berkuasa.

Dengan paparan keempat hal di atas, dinamika positif dan dampak negatif perpolitikan yang terjadi di Indonesia akan terus membiakkan partai. Kondisi ini bisa menyebabkan satu orang membikin satu partai untuk memuaskan naluri politiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun