Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah

14 Juni 2016   11:41 Diperbarui: 14 Juni 2016   12:53 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu pesawat yang saya tumpangi dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, akhirnya berhenti sempurna di Bandar Udara Sultan Babullah, Ternate, Maluku Utara. Penumpang yang sudah duduk manis sekitar 4 jam di kursi-kursi pesawat memperlihatkan wajah yang lega meski setelah dirundung rasa kebosanan.

Setelah pintu pesawat dibuka, satu persatu dengan tertib penumpang keluar dari perut pesawat yang berbentuk kapsul itu. Saya sendiri di antara ratusan penumpang menyeruak keluar. Setelah berjalan menyusuri jalan yang dibeton, tempat parkir pesawat, tibalah di ruang kedatangan. Di luar terlihat orang berkerumun, entah siapa mereka, apakah para penjemput, penjual jasa transportasi, atau orang yang mempunyai kepentingan lain berada di tempat itu.

Dalam perjalanan itu, saya tidak memasukkan barang dalam bagasi sehingga tidak perlu berlama-lama berada di ruang kedatangan. Saya langsung meninggalkan ruang kedatangan. Di luar beberapa orang menawarkan jasa transportasi. Tawaran yang memang dibutuhkan itu saya tolak dengan senyuman dengan alasan ada kawan yang menjemput.

Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Rupanya teman saya tadi berada di antara kerumunan orang yang menunggu di luar ruang kedatangan tadi. Syukur tak lama, karena getaran hati, saya bertemu dengannya. Jabat tangan dan saling menyapa. Tanpa banyak basa-basi akhirnya saya bersama teman tadi, dengan menggunakan sepeda motor, meluncur ke Kota Ternate. Suasana masih pagi sehingga jalan masih terasa lengang namun memasuki kota, kepadatan jalan dan rumah penduduk, mulai terlihat.  Kota Ternate yang memiliki luas 111, 4 kilometer persegi itu tak ubahnya kota kabupaten di Jawa, jalan-jalan dipenuhi sepeda motor, angkutan umum, kendaraan roda empat pribadi dengan jalan yang tak lebar serta di kanan kirinya rumaha penduduk, pertokoan, perkantoran swasta atau pemerintah daerah.

Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Saya yang sudah biasa hidup di Jawa terutama di Jakarta melihat keadaan yang demikian sudah biasa dan enjoy saja. Sepeda motor yang saya tunggangi itu akhirnya tiba di rumah kawan. Segeralah saya disuruh masuk. Setelah berbincang secukupnya, saya akhirnya mengutarakan keinginan untuk meminjam sepeda motor untuk sarana keliling Kota Ternate. Mendengar keinginan tersebut, teman saya malah meminta maaf dirinya tidak bisa mengantar jalan-jalan sebab ada acara penting di kantor dan ia dengan senang hati mempersilahkan sepeda motornya dipinjam sesuka hati saya.

Setelah mandi dan sarapan yang disediakan, saya minta ijin kepada teman saya itu untuk jalan-jalan. Daerah yang pertama saya tuju adalah melihat Gunung Gamalama dari dekat. Untuk melihat Gamalama dari dekat, disarankan oleh teman saya dan berdasarkan pencarian dalam google adalah berada di kawasan wisata Danau Tolire. Untuk menuju ke Tolire, kita harus meninggalkan Kota Ternate. Daerah ini berada di luar kota, sekitar 10 km. Jalan menuju ke sana berlika-liku, di kanan kiri kalau tidak rumah penduduk, ladang, kebun, atau pantai. Suasana di sekitar jalan masih terlihat alami. Rumah berdinding kayu dan beratap rumbai masih sering kita jumpai.

Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Sesampai di sebuah jalan, kita harus membelokkan arah ke kiri, masuk sebuah jalan yang lebarnya sekitar 2 meter. Jalan inilah lintasan ke kawasan wisata Danau Tolire. Saat saya berkunjung ke sana, suasana tidak sepi, ada beberapa wisatawan yang menikmati di danau yang konon tersimpan harta rakyat dan Sultan Ternate. Menurut cerita, pada Abad XV, Portugis menjajah Kesultanan Ternate, agar Portugis tak mendapat keuntungan dari penjajahan yang dilakukan maka sultan dan rakyat membuang benda-benda berharga yang dimiliki ke danau itu. Cerita itu ada yang mencoba membuktikan dengan alat pendeteksi logam. Dari pendeteksian ditemukan ada logam-logam di danau yang penuh mitos itu.

Tiba di pinggir danau itu rasa kekaguman begitu mendecak dalam bibir saya. Danau itu berair hijau lumut kebiru-biruan dan sangat indah. Di kanan kirinya ditumbuhi oleh pepohonan, semak belukar, sehingga menampakkan suasana yang masih alami. Keindahan yang menghinggapi diri saya juga dibarengi dengan kengerian sebab antara saya berdiri dan danau itu, terdapat jurang yang dalam. Jurang itu yang memisahkan kita dengan air danau.  Air yang memenuhi danau terlihat begitu jauh bila kita lihat dari atas. Bila wisatawan hendak mengambil foto atau yang sekarang terkenal disebut dengan selfie, harus hati-hati sebab bila kita ceroboh, bahaya jatuh mengancam.

Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Kie Gam Lamo, Ternate Sebuah Kota yang Megah
Di sebuah media massa saya membaca bila orang melempar batu ke Tolire, dikatakan batu itu tidak pernah menyentuh permukaan air. Apa yang dikabarkan itu saya coba. Kuambil batu sebesar genggaman tangan. Wusss... batu itu saya lempar jauh-jauh. Apa yang ingin saya saksikan terjadi gelombang air setelah batu itu menyentuh permukaan danau tidak terjadi. Saya bertanya pada diri sendiri, apakah yang diyakini masyarakat itu memang benar ataukah karena terlalu jauh sehingga mata kita tidak bisa melihat jeburan batu ke dalam danau.  Entahlah...

Dari tepi Danau Tolire ini pula kita akan menyaksikan gagahnya Gunung Gamalama yang berdiri menjulang. Dari Kota Ternate saja gunung yang masih aktif itu terlihat dengan sangat jelas, apalagi bila dilihat dari pinggir Tolire. Setiap hari gunung yang memiliki tinggi 1.715 meter dan dikepung oleh Hutan Montane dan Ericaceous itu mengeluarkan asap putih. Asap putih yang dihembuskan dari mulut gunung itu menandakan bahwa sewaktu-waktu Gamalama bisa mengeluarkan isinya. Gamalama muntah pertama kali terjadi pada tahun 1538 dan tercatat sudah 60 kali gunung yang asal namanya dari kata Kie Gam Lamo (negeri yang megah) itu membuat bencana.   

Dari kejauhan, Gamalama yang menjulang tinggi diselimuti kebiruan, kehjiauan, dan awah putih berpadu menjadi satu dengan warna langit sehingga membentuk Landscape yang seharusnya dijadikan sebagai geopark. Landscape ini menjadi landmark bagi Pulau Ternarte.

Puas menikmati Tolire dan Gamalama, saya kembali ke kota. Tempat yang hendak saya tuju adalah Benteng Tolukko. Tolukko merupakan salah satu benteng yang ada di Ternate. Benteng lain yang pernah berdiri tegak dan kokoh di daerah itu adalah Benteng Kalamata, Kastela, Oranje, Janji, Naka, Takome, Kalafusa. Benteng-benteng yang berdiri itu ada yang dibangun oleh Portugis, Spanyol, dan Belanda. Banyaknya benteng itu menjadi bukti bahwa Ternate adalah wilayah yang diperebutkan oleh bangsa-bangsa Eropa. Mereka memperebutkan Ternate karena daerah itu merupakan penghasil rempah-rempah, sebuah komoditas yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa pada masa lalu.

Saya mengunjungi Tolukko dengan alasan benteng ini tak jauh dari jalan. Alasan lain, benteng benteng berdiri kokoh dan utuh, mungkin sudah dilakukan pemugaran. Benteng yang tegak berdiri di Kelurahan Sangaji, Kecamatan Ternate Utara, itu dibangun oleh Portugis pada tahun 1540. Seperti diungkapkan di atas, benteng ini dibuat untuk kepentingan dagang Portugis, menguasai cengkih, salah satu rempah-rempah. Penguasaan Portugis pada Ternate membuat Belanda tidak rela sehingga negeri Orange itu merebut Tolukko pada tahun 1610.

Sebagai tempat pertahanan militer, Tolukko memiliki tiga bastion, ruang pengintai. Benteng yang dibangun oleh tentara Portugis di bawah pimpinan Panglima Tentara Fransisco Serao itu memiliki bunker (ruang bawah tanah). Benteng itu bisa jadi dibangun dari batu-batuan yang dimuntahkan dari perut Gamalama dicampur dengan batu karang yang banyak ditemui di pantai-pantai Ternate.

Saat mengunjungi Tolukko, saya bertemu dengan seorang petualang yang menggunakan sepeda keliling Ternate. Saya pun mengelilingi benteng itu. Benteng itu berdiri di atas  bukit cadas menghadap ke laut. Bongkahan-bongkahan batu besar yang terserak di bukit kecil itu seolah menjadi penyangga benteng. Benteng yang dilindungi oleh undang-undang cagar budaya itu setiap hari dijaga oleh orang yang rumahnya tepat berada di depan benteng itu. Bila hendak berkunjung ke Tolukko, diharapkan meminta ijin lebih dahulu kepada penjaga.

Puas melihat Tolukko, saya melanjutkan perjalanan ke tengah kota, tepatnya menuju Keraton Kesultanan Ternate. Keraton Kesultanan Ternate ini berhadapan dengan alun-alun. Keraton itu bangunannya dicat dengan dominasi warna kuning. Seperti keraton kesultanan yang lain, Keraton Kesultanan Ternate memiliki halaman yang luas di mana di halaman terdapat taman bunga dan kolam. Keraton ini dipisahkan dengan jalan raya oleh sebuah pagar. Ada dua pintu gerbang di keraton itu. Di pintu gerbangnya terdapat simbol Kesultanan Ternate, burung berkepala dua.

Menurut catatan sejarah, Kesultanan Ternate didirikan oleh Sultan I, Baab Mashur Malamo, pada tahun 1257. Kesultanan ini disebut sebagai kesultanan tertua yang bersendikan Islam di nusantara. Dari awal berdiri hingga sampai saat ini, Kesultanan Ternate masih ‘berkuasa’ terbukti setiap periode berganti kepemimpinan. Tercatat sebagai sultan terakhir, yang berkuasa dari tahun 1975 hingga 2015, adalah Haji Mudaffar Syah. Pada masa hidupnya, Haji Mudaffar Syah menjadi anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah), sebuah lembaga negara yang setingkat dengan DPR, mewakili Provinsi Maluku Utara. Kesultanan itu menunggu sultan yang baru.

Dalam masa penjajahan, para Sultan Ternate, dari periode ke periode, tak kenal lelah mengusir bangsa-bangsa Eropa yang berbuat curang dan menguasai daerah itu. Dari perjalanan itulah Kesultanan Ternate tercatat dalam  tinta emas sejarah Indonesia.

Ternate sebagai kesultanan yang pernah memiliki kekuasaan di Indonesia bagian timur bahkan hingga Filiphina dan Kepulauan Marshall di Lautan Pasifik, memang menjadi incaran bagi bangsa-bangsa Eropa pada masa lalu. Kesultanan itu tak hanya kaya dengan rempah-rempah namun juga mempunyai tempat wisata sejarah dan alam yang indah. Kejayaan Ternate pada masa lalu diabadikan dalam nama Gunung Gamalama (Kie Gam Lamo).Kata ini mempunyai arti, sebuah negeri yang megah, yang mengundang banyak negara, Eropa dan Timur Tengah, untuk berlayar ke Pulau Ternate.

Sumber foto: Dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun