Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misteri-Misteri Lukisan di Museum Louvre

15 Desember 2015   14:45 Diperbarui: 15 Desember 2015   14:49 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Hari masih terlihat pagi namun ratusan orang sudah mengantri di square Museum Louvre (Musee du Louvre), Paris, Perancis. Antrian itu mengular begitu panjang. Dari ratusan orang yang hendak melihat museum yang sudah dibuka sejak tahun 1793 itu selain berwajah bule,  juga tak sedikit yang berwajah Asia Timur, entah itu orang Jepang, China, Taiwan, atau Korea.

 

Di tengah antrian calon pengunjung yang bergerak lamban menuju pintu masuk museum, menyeruak penjual minuman dan souvenir yang menawarkan dagangannya. Minuman aqua dan souvenir itu dijual antara 1 Euro hingga 10 Euro. Penjual minuman yang saya lihat, sepertinya ia orang Asia Selatan yang berkulit sedikit gelap, sedang yang menjual souvenir mayoritas adalah orang-orang keturunan Afrika yang sudah menjadi warga negara Perancis atau imigrant ilegal.

Mereka bisa berada di antara calon pengunjung sebab polisi sedang tidak berada di tempat itu. Bila ada polisi, mereka tidak berani di sela-sela antrian sambil menawarkan dagangannya. Bisa pula polisi sudah malas menindak mereka sebab sepertinya mereka tidak jera dimasukkan dalam penjara. Ada yang mengatakan, mereka malah senang masuk penjara sebab di tempat itu mereka mendapat makanan dan minum secara gratis.

Problem kaum imigrant, pekerja kasar, di Perancis adalah mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang sempit dengan dihuni oleh puluhan orang. Hingga untuk membagi ruang yang ada, mereka harus membagi waktu, ada yang bekerja di saat malam, ada pula yang bekerja di saat siang. Masalahnya tidak sampai di situ, mereka juga harus menghadapi ekonomi yang sulit, tak heran bila mereka mau melakukan pekerjaan apa saja termasuk berjualan barang bajakan atau tiruan. Seperti menggelar dagangan tas-tas ‘kw’ di Avenue Champ Ellyese, sebuah tempat perbelanjaan elit di kota mode dunia itu.

Setelah sabar dalam antrian, akhirnya saya bisa masuk dalam museum lewat pintu Piramid Kaca. Pintu Piramid Kaca ini yang menjadi ikon Museum Louvre. Setiap calon pengunjung harus melewati metal detector. Setiap calon pengunjung diperiksa. Pengamanan ini dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di museum terutama untuk menjaga koleksi yang ada.

Lepas dari metal detector, pengunjung menapaki escalator yang bergerak ke bawah. Di ruang bawah Piramid Kaca inilah, calon pengunjung membeli tiket masuk museum. Tempat pembelian tiket itu dipisahkan antara yang membeli langsung, cash; dengan yang membeli lewat kartu kredit. Untuk membeli tiket langsung pun tidak serta merta dapat, antrian pun terjadi namun tidak sepanjang dan selama antrian di square.

Museum yang berada di Gedung Palais du Louvre (Istana Louvre) itu koleksinya terbagi dalam lukisan, peninggalan Mesir kuno, Yunani, Italia, pahat, dekoratif, ada pula bagian seni Islam. Memasuki bangunan museum ini akan membuat kita takjub, museum ini begitu megah. Bangunan yang beratap tinggi dan lapang ini dibangun pada Abad XII semasa Raja Philip II, Tahun 1180-1223.

Tempat yang pertama kali saya kunjungi adalah ruang lukisan. Begitu masuk dalam ruangan, pengunjung akan disuguhi ribuan lukisan dengan bingkai yang beraneka rupa, mulai dari setengah meter kali setengah meter hingga sepuluh meter kali sepuluh meter. Banyak koleksi lukisan di museum yang beralamat di Rive Droite Seini, Arondisemen I, ini mengisahkan tentang Marie (Maria, Maryam), Jesus (Isa), dan proses peniupan ruh ke dalam tubuh Maryam (bila ditinjau dari agama Islam).

 

Di ruangan ini, jumlah lukisan Marie dengan bayi Isa, sangat banyak. Di setiap ruangan dan sudut ada lukisan Marie dan bayi Isa. Banyaknya lukisan yang menggambarkan kisah-kisah Trinitas di museum ini dikarenakan pada masa Raja Louis, dari periode ke periode, ia menyita properti-properti gereja-gereja di Eropa.

Dalam kunjungan ke museum yang luasnya 60.600 meter persegi ini, saya teringat dalam sebuah penggalan kisah Film 99 Cahaya di Langit Eropa. Di mana dalam film itu dikisahkan di museum ada lukisan yang penuh misteri yakni lukisan Ugolino Di Nerio. Dalam lukisan karya pria kelahiran Italia tahun 1280 dengan judul Virgin and Child itu, dalam kerudung Marie terdapat kufic (kaligrafi Arab kuno), ada pula yang menyebut pseudo kufic. Kaligrafi itu menyiratkan secara samar sebuah kalimat yang berbunyi Laa Illaha Ilallaah (tiada Tuhan selain Allah).

 

Mengapa Di Nerio yang disebut lahir di Florence, Italia, itu menggoreskan kanvasnya dengan kufic yang demikian? Ada sumber yang mengatakan itu karena pengaruh Islam di saat masa keemasan di Timur Tengah kepada masyarakat Eropa yang masih berada dalam masa kegelapan. Pendapat itu bisa saja benar namun itu bukan pendapat Di Nerio. Di sinilah misteri itu muncul.

Seperti dikatakan di atas tadi, bahwa lukisan Marie dan bayi Isa jumlahnya ratusan sehingga untuk mencari lukisan Di Nerio itu tidak mudah. Penjaga museum yang berada di sekitar area itu saja tidak bisa menjelaskan di mana pastinya lukisan Di Nerio itu. Ia hanya memberi arahan di “bagian sana.” Setelah dilakukan pencarian dengan sabar, keluar masuk ruangan, lukisan itu ternyata berada di Salle 4, bagian Ruang Pelukis Italia.

Lukisan Virgin and Child karya Di Nerio itu bisa jadi menarik bagi kalangan Muslim namun yang mampu menyedot seluruh pengunjung di museum itu adalah lukisan karya Leonardo da Vinci yang berjudul Mona Lisa. Bila kita belum melihat langsung lukisan itu, kita pasti akan membayangkan bahwa lukisan itu dengan bingkai yang besar namun setelah kita melihat sendiri, bingkai lukisan itu tak lebih dari satu meter, termasuk ukuran kecil.

Sebab menyedot banyak perhatian maka untuk bisa melihat dan memotret Mona Lisa, pengunjung harus rela berdesak-desakan. Bila lukisan lain nyaris tak berbatas dengan pengunjung, lain dengan Mona Lisa. Lukisan ini dibatasi dengan tali merah sejauh 3 meteran dan dijaga oleh petugas museum.

Karya pelukis yang usianya lebih muda dari Di Nerio itu disebut memiliki misteri, misteri di senyumnya. Pendapatnya demikian bisa jadi benar, bisa jadi tidak, sebab kalau kita melihat secara langsung, lukisan pria kelahiran Vinci, Italia, tahun 1452, itu tak beda jauh dengan ribuan lukisan yang ada di museum itu. Bahkan banyak lukisan di Museum Louvre yang lebih bagus daripada Mona Lisa. Di sinilah misterinya mengapa Mona Lisa saja yang mampu menjadi magnet bagi orang untuk melihat.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun