“Coba tebak ya jenis majas apa ini!” pinta sang guru. “Kemarin, tanganku serasa mau patah setelah menyelesaikan tugas menulis cerpen Bahasa Indonesia dari Miss Neni.”
Sontak, sembari tertawa kecil, murid-murid kelas 7B di sebuah sekolah swasta yang terletak di kawasan timur Surabaya itu berlomba-lomba mengangkat tangan mereka untuk memberikan jawaban. Sang guru-pun menunjuk seorang siswi bernama Violet, yang kemudian dengan percaya diri menjawab, “Hiperbola, Miss.” Sang guru lalu kembali melontarkan pertanyaan kepada kelas itu, “Sudah betul belum jawaban Violet?” Secara serempak, siswa-siswi 7B lain berkata, “Betul, Miss!”
Begitulah sedikit gambaran dari keseruan kelas Bahasa Indonesia yang dibawakan oleh Paneni Lia Sepanri Simanullang. Miss Neni, begitu ia biasa dipanggil oleh para muridnya, selalu mampu menumbuhkan antusiasme dalam diri peserta didik yang diajarnya, sehingga mereka dapat bersemangat dalam menyerap ilmu, menyelesaikan tugas, dan mengasah kemampuan mereka dalam berbahasa Indonesia.
Kecakapan Neni ini tentunya adalah hasil proses panjang yang telah dijalaninya sebagai seorang guru. Sudah lebih dari 12 tahun beliau mengabdikan dirinya sebagai guru Bahasa Indonesia. Penguasaan materi, teknik mengajar, dan kemampuan manajemen kelas yang dimilikinya tentunya tidak perlu diragukan lagi.
Namun yang banyak orang tidak ketahui adalah perjalanan dan perjuangan inspiratif Neni, yang merupakan seorang perantau di Surabaya, dimulai jauh sebelum ia pertama kali memutuskan untuk berkarir sebagai seorang guru.
Kesederhanaan yang Membahagiakan di Matiti
Neni lahir di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatra Utara. Ia merupakan bungsu dari 8 bersaudara, anak dari pasangan Bantu (Almarhum) dan Menteria Simanullang. Meskipun tinggal di desa dan dibesarkan dalam keluarga petani sederhana, Neni bisa dibilang cukup beruntung.
Desa Matiti memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Daerah ini dianugerahi tanah yang subur dan merupakan penghasil kopi serta kemenyan bahan baku dupa. Dua komoditas ini bahkan menjadi produk ekspor andalan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Karena kemurahan hati alam inilah, kedua orangtua Neni mampu mencukupi kebutuhan keluarga dengan bertani kopi di kebun mereka. Keluarga Neni juga menanam jeruk, pisang, dan lombok untuk keperluan makan sehari-hari. Neni sendiri ketika masih berstatus sebagai seorang pelajar kerap membantu kedua orangtuanya di kebun kopi atau di lahan belakang rumahnya sepulang sekolah.
Secara geografis, Desa Matiti berada di wilayah perbukitan. Udara disana sejuk cenderung dingin. Keadaan di sekelilingnya yang masih dipenuhi oleh pepohonan hijau sangatlah memanjakan mata. B