Selepas perhelatan pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2019 kemarin misalnya, MK diperhadapkan dengan upaya mencari keadilan dari pasangan capres dan cawapres yang kalah dalam perhitungan jumlah suara di tahun tersebut. Sebagai pemohon, mereka dan tim hukumnya menyampaikan beberapa dalil, antara lain: dugaan status pejabat BUMN cawapres pesaing mereka dan dugaan kejanggalan dalam Sistem Informasi Penghitungan Suara Komisi Pemilihan Umum (Situng KPU). Setelah melalui proses sidang gugatan pilpres yang disiarkan secara langsung dan dapat disaksikan di layar kaca, MK memutuskan untuk menolak permohonan perkara oleh pemohon karena dalil-dalil mereka terbukti tidak tepat, bahkan ada yang dinilai tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, dalil dan gugatan pemohon-pun tidak dapat dikabulkan. Sekitar empat bulan setelah keputusan MK itu, capres dan cawapres terpilih berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh KPU resmi dilantik. Keduanya menjabat hingga tulisan ini dibuat.
Di tahun yang sama pula, MK tidak hanya menyelesaikan sengketa pemilu presiden, tapi juga memberi putusan akhir bagi lebih dari 300 kasus perselisihan yang terjadi di pemilu legislatif (MK dalam Jayani, 2019). Pemohon terdiri dari partai politik dan calon anggota DPD. Ini tentunya menunjukkan kerja keras, profesionalisme, dan pemenuhan tanggung jawab MK, tidak hanya dalam menjalankan kewenangannya tetapi juga dalam menjaga marwah demokrasi. Putusan MK bersifat final dan mengikat, karena itu pihak pihak-pihak yang terlibat sengketa harus tunduk pada keputusan yang diambil oleh panel hakim MK. Dalam konteks pemilu presiden 2019, itu artinya pihak pemohon harus legawa dan mengakui kemenangan kompetitornya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa MK berperan krusial dalam tahapan akhir pemilu pra-pelantikan pimpinan dan wakil rakyat terpilih. Bila ada sengketa, di satu sisi MK memberikan wadah bagi para pencari keadilan untuk menguji dalil-dalilnya, tapi di sisi lain, secara tidak langsung MK juga bisa membuktikan bahwa kandidat terpilih berhasil memenangkan suara mayoritas dengan cara yang bersih. Karena itu, kehadiran dan kerja keras MK selama ini benar-benar layak mendapatkan apresiasi. Tanpa MK, penerapan demokrasi melalui pemilu akan sulit mencapai konsensus dan berpotensi melahirkan konflik berkepanjangan.
MK Semoga tetap Memelihara Integritas dan Tidak Terjebak dalam Polarisasi
Menyambut MK yang akan memasuki usia ke-20, diharapkan MK bisa terus bekerja secara tegas, obyektif, dan independen. Tidak bisa dipungkiri, penyelenggaraan pemilu dapat memicu polarisasi politik memecah belah masyarakat ke dalam kubu-kubu. Demi menjaga integritasnya, para hakim MK diharapkan selalu netral dan tidak terjerembab ke dalam polarisasi yang dapat muncul sebagai bagian dari dinamika politik demokratis di negara ini. Besar harapan publik agar MK mampu melindungi institusinya dari hal-hal yang mengkhianati marwah demokrasi dan keadilan.
Tahun politik 2024 sudah tinggal hitungan bulan. Rangkaian pemilu yang akan menentukan masa depan bangsa akan segera dilaksanakan. Itu artinya MK juga sudah harus bersiap-siap untuk bekerja ekstra keras dalam mengawal praktik demokrasi di Indonesia, agar di mata dunia, negara ini bisa menjadi teladan bagaimana sistem pemerintahan demokrasi harusnya berjalan.
Daftar Pustaka
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia. (n.d.). Stafsus BPIP: Pemilu sebagai wujud demokrasi yang harus dihormati. Diakses dari: https://bpip.go.id/berita/988/1262/stafsus-bpip-pemilu-sebagai-wujud-demokrasi-yang-harus-dihormati.html
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham RI. (n.d.). Peran partai politik dalam penyelenggaraan pemilu yang aspiratif dan demokratis. Diakses dari: https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=507:peran-partai-politik-dalam-penyelenggaraan-pemilu-yang-aspiratif-dan-demokratis&catid=100&Itemid=180&lang=en
Gischa, S. (2020). Pemilihan umum sebagai wujud demokrasi Pancasila. Diakses dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/04/133046169/pemilihan-umum-sebagai-wujud-demokrasi-pancasila?page=all
Indonesia. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Antarpeserta Pemilihan Umum. Jakarta. Diakses dari: https://jdihn.go.id/files/99/perbawaslu_2014_1_perbawaslu_no_8_2014.pdf
Jayani, D. (2019). MK terima 340 perkara perselisihan hasil pemilu 2019. Diakses dari: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/06/19/mk-terima-340-perkara-perselisihan-hasil-pemilu-2019