Salah satu pertanyaan yang cukup sering muncul dalam proses assessment adalah kekuatan dan kelemahan diri. Sebagian HR /konsultan mengubah kata kelemahan menjadi pengembangan/improvement diri.Â
Perubahan ini bukan hanya basa-basi, karena pertanyaan tersebut memang ditujukan untuk menggali kemampuan individu dalam identifikasi dan tindak lanjutnya. Kedua hal ini menjadi kata kunci untuk menjawab pertanyaan kekuatan dan kelemahan/pengembangan diri.
Adakah jawaban yang benar?
Tentu saja tidak ada, karena ini bukan pertanyaan matematika atau hafalan, sehingga tidak ada yang benar atau salah.
Beragam saran jawaban yang mungkin Anda pernah baca, seringkali justru tidak tepat. Terutama pada poin kelemahan, seringkali individu menggunakan tips untuk 'merendah di atas bukit'.Â
Misalnya 'seringkali lupa waktu dalam bekerja, sehingga kurang memperhatikan kesehatan'. Harapan yang tersembunyi adalah menunjukkan sebagai pekerja keras. Sayangnya, konsultan berpengalaman akan langsung mengabaikan hal ini .
Ada kalanya, jawaban kedua poin kekuatan dan kelemahan justru saling 'mematikan' atau 'mengaburkan'. Misalnya, kekuatan: pekerja keras untuk mencapai hasil terbaik. Â
Pada bagian kelemahan, menuliskan: kurang teliti. Pertanyaannya, bagaimana seorang yang mengusahakan hasil terbaik, namun juga kurang teliti?Â
Ada juga yang mengatakan kekuatannya mampu memimpin tim mencapai target dan kekurangannya tidak suka melihat orang yang bekerja lambat. Pertanyaan yang muncul kemudian, bukankah bagus jika seorang pemimpin tidak suka melihat kinerja tim lambat, mengapa menjadi kelemahan?
Sebelum saya lanjutkan, tolong ingat kembali, bahwa proses seleksi/assessment terdiri atas serangkaian sesi. Setiap jawaban dan respon saling terkait yang semuanya akan membentuk profile 'utuh' individu. Inilah alasannya, banyak konsultan menyarankan untuk menjadi diri sendiri.Â
Jika Anda memberikan respon yang mengacu pada diri imajinasi/harapan, maka profile yang terbentuk pun tidak 'benar'. Serangkaian proses seleksi bertujuan untuk 'memastikan' HR mengenal diri individu secara objektif dan melihat kesesuaiannya dengan kebutuhan kerja di level selanjutnya/perusahaan tersebut. Kedua pertanyaan ini hanya segelintir jendela untuk melihat diri seseorang, namun cukup powerful.
Kembali lagi ke pembahasan kedua pertanyaan tersebut, maka bagaimana pola jawaban yang diharapkan?
Analisa Diri
Sebagian orang bersikukuh bahwa penilaian diri objektif hanya dari orang lain. Orang lain ini seperti atasan, rekan kerja sampai konsultan. Sebagian orang cukup lancar menyebutkan kelebihan diri, namun berpikir keras untuk kekurangan diri. Sebagian lain, justru sebaliknya, terlalu banyak menyebutkan kekurangan diri sendiri.
Pertama, kita perlu adil pada diri sendiri yang berhak menerima pujian (kelebihan) dan kritik (kekurangan). Kita juga perlu mengakui, bahwa sebenarnya hampir setiap saat, kita memberikan penilaian ke diri sendiri, baik positif maupun negative.Â
Ketika kita mencapai target kerja hari ini, mungkin ada yang berteriak "Yes! Selesai juga akhirnya!", mungkin ada yang langsung menuju sudut gedung kantor dan memesan es krim untuk perayaan kecil.Â
Ketika ada kesalahan dalam pembuatan laporan, mungkin sebagian kita ada yang langsung mengomel dan menyarankan ke diri sendiri "Wah, seharusnya kemarin begini..!".Â
Kita secara spontan melakukan dialog diri, baik yang terucap maupun hanya menggema di kepala. Semua ini menunjukkan bahwa kita pun memantau tindakan diri sendiri (bahkan pemikiran sendiri) dan menilainya.
Bagaimana jawaban yang 'benar'?
Saya tidak akan memberikan contoh kalimat jawaban yang benar, namun lebih menyarankan cara penggalian ke diri sendiri. Mungkin memang tricky, karena sebagian diri kita kadang menolak untuk mendapatkan kritik, tetapi masih antara sungkan dan jaim menerima pujian
Jika Anda masih kesulitan menjawab kedua pertanyaan ini. Coba telusuri beragam komentar yang paling sering keluar dari teman-teman sampai atasan. Komentar: keren, aduh gimana sih, emang jago kalau urusan begini, jangan ulangi ya, dsb.... Ingat kembali situasi/pengalamannya.Â
Setiap orang cenderung memiliki pola pikir, sikap dan tindakan yang terbangun sekian waktu. Jika cukup banyak pujian terkait penanganan customer sulit, mungkin ini kekuatan Anda.Â
Ingat kembali pengalaman tersebut lebih spesifik, agar identifikasi bisa lebih jelas. Apakah berarti kekuatan pada komunikasi, negosiasi, persuasive, penggalian kebutuhan customer yang tepat, menjalin engagement atau lainnya?
Trik berikutnya adalah mengubah pertanyaan kekuatan menjadi 'apa saja factor diri yang selama ini membuat Anda berhasil mengerjakan tugas dan mencapai target kerja?'.Â
Fokuslah pada factor diri dan bukan berarti Anda kemudian menihilkan kerja tim. Factor diri meliputi cara pikir, sikap sampai tindakan selama ini.Â
Apakah pencapaian tersebut karena Anda secara konsisten menambah pengetahuan dan keterampilan melalui in-house training sampai eksternal, atau sejak lebih teratur membaca media internasional terkait spesialisasi kerja.Â
Apakah karena luasnya jejaring kerja sampai tingkat regional, sehingga membantu pencarian solusi kerja yang out of the box? Galilah pengalaman diri sendiri lebih dalam, mungkin akan menemukan beberapa permata terpendam. Terapkan kedua cara tersebut untuk poin kekurangan /pengembangan diri.
Tindak Lanjut
Mengapa saya menuliskan identifkasi dan tindak lanjut? Biasanya, seseorang yang mampu mengenali kekuatan dan kekurangan diri, juga dalam proses improvement.Â
Seseorang yang mengenali kekurangannya pada komunikasi public, kemungkinan sudah mulai mengambil beberapa langkah pengembangan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, mereka setidaknya sudah mulai membaca beragam sumber terkait hal ini, atau lebih aktif melakukan presentasi kecil di lingkungan kerja, dsb.
Lengkapilah analisa kekurangan diri dengan langkah pengembangan yang telah Anda lakukan. Hal ini menunjukkan ke diri sendiri, bahwa poin tersebut memang hal penting bagi peningkatan karier.Â
Orang lain pun, termasuk dalam ini HR/konsultan akan melihat hal yang sama dan memberikan apresiasi. Jika tidak ada sama sekali, mungkin Anda perlu menggali kembali. Pada dasarnya kita selalu dituntut melakukan perbaikan diri (kinerja) dalam bekerja. Jika tidak, sulit membayangkan perusahaan tetap mau bekerja dengan orang yang selama ini tidak mau melakukan perbaikan sama sekali. Â
Adakalanya seseorang menyebutkan kekurangan diri karena copy paste penilaian orang lain. Sebaiknya penilaian orang lain menjadi titik awal/inspirasi, kemudian lanjutkan dengan analisa diri sendiri.Â
Beberapa kali saya menemui individu yang menyangkal sendiri. Pada saat interview, ia secara tidak langsung menegaskan, hal ini menurut teman atau atasan.Â
Misalnya, kekurangan diri pada delegasi tugas ke tim. Ia langsung menyangkal bahwa hal ini bukan karena dominan tapi karena minim orang, sementara masalah harus segera ditangani, maka ia lagi yang maju. Jika Anda menjadi pewawancara, apa yang kemudian tertangkap?
Sesi wawancara biasanya berlangsung 1-2 jam, tergantung kebutuhan level promosi atau rekrutmennya. Gaya wawancara setiap orang juga beragam, meski memiliki acuan yang sama. Ada pewawancara yang menanyakan kelebihan dan kekurangan, walaupun telah tercantum dalam form data diri.Â
Bersiaplah untuk menjelaskan pernyataan Anda secara terbuka, termasuk memberikan contoh pengalamannya. Bila pewawancara tidak menanyakan, bukan berarti menganggap jawaban Anda sudah menggambarkan diri sendiri.Â
Ada orang yang menuliskan kelebihannya pada komunikasi, namun cara penyampaian pemikiran dalam interview tidak sistematis, informasi sepotong-potong dan kurang memperhatikan respon pewawancara.
Semoga tulisan ini bisa membantu karier Anda secara luas, terima kasih  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H