Saat ini didalam sistem ketatanegaraan kita telah disepakati pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak, pemilihan itu dilaksanakan secara lansung. Hari ini semua Partai politik ada yang telah membuka pendaftaran untuk calon yang akan di usung menjadi Kepala Daerah, dan sebahagian lagi masih menunggu instruksi DPP pada hal jadwal pendaftran calon ke KPUD tinggal beberapa bulan lagi.
Sekilas ada kondisi yang sangat memprihatinkan dengan kondisi Partai Politik di daerah ini. Pertama dalam penetapan calon rata rata partai politik di daerah tidak ada yang memberanikan diri untuk mengajukan kader intinya yang telah berdarah darah membesarkan partai di daerah. Kecendrungan biaya untuk menjadi Kepala Daerah yang sangat mahal membuat salah satu penyebabnya. Tentu saja jika mereka yang serius mengurusi Partai sudah pasti dihadapkan terhadap persoalan pendanaan itu sendiri. Seharusnya Partai Politik yang berada di pusat memikirkan tentang itu. Kedua, setidaknya ini menunjukkan ketidak percayaan Partai Politik di tingkat pusat kepada kadernya sendiri. Ketiga, setidaknya ini juga menunjukkan bahwa tidak adanya kader politik yang berkompeten untuk diajukan sebagai Kepala Daerah. Kondisi ini sangat dirasakan untuk daerah Kabupaten dan Kota.
Keputusan siapa yang akan dicalonkan menjadi Calon Kepala Daerah yang diusung oleh Partai di daerah tidaklah sepenuhnya menjadi kewenangan Partai di tingkat Kabupaten dan Kota. Keputusan itu tetap di tentukan oleh DPP yang tentu saja sangat kantal ada aroma transaksional. Kadang calon yang disetujui itu tidak sesuai dengan aspirasi kader dan anggota Partai di daerah. Tidak rahasia lagi ketika dua kali pilkada yang telah berlansung banyak kader Partai yang menyeberang mendukung calon dari Partai lain.
Setidak ini menjadi benar seperti apa yang disampaikan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie dalam makalahnya DINAMIKA PARTAI POLITIK (http://jimly.com/mak…/namafile/…/DINAMIKA_PARTAI_POLITIK.doc) bahwa, Partai politik menurut mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dan warga negara. Bahkan banyak yang menyatakan dan berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi.
Arti penting partai politik ini menjadi kurang bermakna, karena banyak pandangan kritis dan skeptis terhadap partai politik. Diantara pandangan itu yang paling serius adalah partai politik di cap tidak lebih hanya sebagai kendaraan politik bagi sekelompok elit yang berkuasa. Partai politik hanyalah alat segelincir orang yang kebetulan beruntung dan berhasil memenangkan suara rakyat yang sangat mudah untuk di kelabui.
Pandangan dari Prof. Jimly Asshiddiqie ini sangat bisa dirasakan pada saat saat menjelang proses penetapan calon kepala daerah dalam pilkada yang akan dilaksanakan Desember yang akan datang. Ketidak percayaan yang ditunjukkan oleh DPP Partai Politik yang menentukan segala galanya mematikan fungsi sesungguhnya partai politik itu sendiri.
Prof. Prof. Jimly Asshiddiqie juga menjelaskan fungsi partai menurut Prof. Miriam Budiarjo bahwa ada empat fungsi partai politik itu, :
1. Fungsi sebagai sarana komunikasi politik.
Partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan yang terdapat atau kadang kadang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik baiknya oleh Partai Politik menjadi ide ide, visi dan kebijakan kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu ide-ide, kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi kebijakan kenegaraan yang resmi. Selain itu partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik ide, visi, dan kebijakan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyrakatkan kepada kontituen untuk mendapatkan feedback berupa dukungan dari masyarakat luas.
2. Fungsi sosialisasi politik (political socialization),
Partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.
Misalnya, dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi, partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggungjawab eksklusif untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai tanggungjawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangatlah besar.
3. Fungsi sarana rekruitmen politik (political recruitment)
Partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya.
Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political appointment).
4. Fungsi pengatur konflik (conflict management).
Partai sebagai pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain.
Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengeloa konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.
Semua fungsi partai politik yang dijelaskan oleh Prof. Miriam Budiharjo tersebut tidak berjalan bagi Partai Poltik di daerah. Kecenderungan Partai Politik yang organisasinya cenderung oligarki sangat menghambat untuk bisa berkembangnya Partai Politik di daerah. Ancaman untuk dipecat atau sekurangnya dimundurkan jika tidak sejalan dengan selera pemegang kekuasaan di elit Partai tingkat pusat setidaknya menjadi ancaman bagi pengurus Dewan Pimpinan setingkat Kabupaten/Kota. Suara arus bawah tidaklah selalu menjadi pertimbangan. Karena itulah sebetulnya kandidat yang di usung ketika menang dalam pemilihan Bupati atau Walikota tidak membawa pengaruh apa-apa untuk kemenangan Partai pada pemilu berikutnya. Sudah menjadi catatan dalam pemilihan Kepala Daerah yang sudah berlalu ketika partai pengusung sebelumnya yang berbeda pandangan dengan Kepala Daerah yang mereka usung dan terpilih, ketika akan maju kembali sangat mudah untuk meninggalkan Partai yang telah mengusungnya itu. Koalisasi antara Kandidat dengan Patai bukanlah koalisi Idiologis akan tetapi koalisi kepentingan jangka pendek.
Karena itulah sudah seharusnya setelah reformasi ini Partai Politik di itngkat pusat memberikan perhatian yang serius kepada kader-kadernya di daerah untuk bisa berkembang dan meniti karir yang jelas dalam Partai. Memberikan pendidikan politik yang baik sehingga tumbuhlah kader-kader yang pasti, bukan kader-kader yang dadakan yng muncul ketika akan pemilu karena memperebutkan jabatan DPRD atau Kepala Daerah yang terkesan prestisius itu. Sehingga setidaknya program dan kegiatan Partai di daerah dapat dijadikan ukuran keberhasilan Partai di daerah. Rakyat pun tumbuh kepercayaannya kepada Partai karena orang orang yang mereka percayai sudah dipastikan dapat menyalurkan aspirasinya lewat partai yang di dukungnya. Sudah saatnya Partai Politik di tingkat Pusat untuk bisa dewasa, tidak memandang mereka yang telah berdarah-darah di garis bawah itu seakan-akan tidak pantas untuk memimpin daerahnya sama sekali......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H