Pada umumnya ukuran persil dan tanah sempit serta di bawah standar, dalam arti ratio luas ruang tempat tinggal per satu jiwa sangat rendah, pola penggunaaan tanah tak teratur, letak dan bentuk bangunan tidak teratur, prasarana fisik lingkungan seperti air minum, drainase, air limbah dan sampah di bawah standar atau sama sekali tidak ada, kesehatan lingkungan sangat rendah, kurang sempurnanya pembuangan air limbah rumah tangga dan sampah sehingga sering terkena wabah penyakit. Jaringan jalan internal tidak beraturan, kondisi bangunan pada umumnya terbuat dari material temporer atau semi permanen dan umumnya dalam keadaan kurang memenuhi syarat.
b) Dari Segi Sosial Lingkungan
Mayoritas pendapatan penduduk rendah, tingkat pendidikan masyarakat rata- rata rendah, hubungan antara individu kegotong-royongannya lebih menonjol dibanding masyarakat pada bagian kota lainnya.
c) Dari Segi Hukum
Sebagian besar kawasan kumuh umumnya terbentuk tanpa melalui prosedur perundang-undangan yang ada. Hal ini disebabkan karena langka dan mahalnya harga lahan di perkotaan.
d) Dari Segi Ekonomi
Umumnya terdiri dari masyarakat dengan pola mata pencaharian yang heterogen, tingkat produktivitas dan kesehatan lingkungan rata-rata rendah, sektor perekonomian bersifat informal seperti penarik becak, buruh dan pedagang kaki lima. Tingkat keinginan menabung penduduk umumnya rendah karena tingkat pendapatan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Dari beberapa ciri-ciri permukiman kumuh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat keparahan permukiman kumuh yang ada di Kota Bandar Lampung cukup parah sehingga perlunya penanganan langsung dari Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Menurut Slum Improvement Action (SIAP) NUSP2 Kota Bandar Lampung, menjelaskan bahwa kawasan permukiman kumuh kini telah dianggap sebagai penyakit kota yang harus segera ditangani. Pertumbuhan penduduk menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan permukiman. Kemudian, adanya faktor urbanisasi yang terjadi, proses urbanisasi yang terjadi pada wilayah perkotaan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan dalam penataan ruang dan fungsi kota untuk wilayah permukiman, pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan kebutuhan lainnya (Suharini, 2007). Adanya persaingan antar penduduk menyebabkan sekelompok masyarakat dengan kondisi perekonomian yang rendah cenderung menepati wilayah yang tidak sesuai sebagai tempat hunian, sebagai contoh berdirinya bangunan pada wilayah bantaran sungai, di bawah jembatan, di sempadan rel kereta api, ataupun pada wilayah pesisir (Sjafari, 2014).Â
Melihat kondisi seperti itu, maka adapun sebanyak 13 kelurahan di Kota Bandar Lampung mendapatkan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh berbasis lingkungan melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).Â
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bandar Lampung, mengatakan bahwa kegiatan penanganan daerah kumuh di Kota Bandar Lampung, meliputi Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) IDB, NUSP-2, dan NSUP-KOTAKU. Program ini diadakan dengan tujuan untuk mendukung upaya Pemerintah Kota Bandar Lampung mengatasi persoalan kekumuhan.Â