Berputarlah roda, tanpa henti dan tanpa arah,
Menelan manusia dalam pusaran nafsu dan serakah.
Kaya raya dihujani harta, miskin terinjak kaki dahaga,
Roda berputar, tak peduli duka dan nestapa.
Pejabat berkuasa, pongah bagaikan dewa,
Merampok rakyat, menumpuk harta tak terkira.
Rakyat jelata, tertatih dalam nestapa,
Mencari sesuap nasi, di bawah bayang-bayang tirani.
Cendekiawan berteori, dengan kata-kata indah,
Menjanjikan solusi, di atas kertas yang penuh teduh.
Namun, rakyat tetap terbelenggu, dalam jeruji realita,
Kata-kata indah, tak mampu ubah nasib yang pahit.
Agama digembar-gemborkan, sebagai penunjuk jalan,
Menjanjikan surga, bagi yang taat dan beriman.
Namun, di balik jubah suci, tersembunyi nafsu dan ambisi,
Agama diperalat, untuk menipu dan menindas yang lemah.
Cinta dirayakan, dengan puisi dan lagu indah,
Menjanjikan kebahagiaan, di pelukan belahan jiwa.
Namun, cinta seringkali bersembunyi di balik topeng dusta,
Menyisakan luka dan derita, di hati yang terluka.
Keadilan didengungkan, di sidang pengadilan megah,
Menjanjikan keadilan, bagi yang tertindas dan lemah.
Namun, keadilan seringkali berpihak pada yang kaya dan berkuasa,
Membiarkan yang lemah terinjak, tanpa belas kasihan.
Kehidupan diibaratkan roda, yang terus berputar,
Naik turun, suka duka, silih berganti datang dan pergi.
Namun, di balik putaran roda, terdapat ironi yang pahit,
Kebahagiaan hanya ilusi, penderitaan adalah kenyataan.
Teruslah berputar roda, tanpa henti dan tanpa arah,
Menelan manusia dalam pusaran nafsu dan serakah.
Sampai kapan sandiwara ini akan terus berlangsung?
Hanya waktu yang bisa menjawab, di akhir babak yang kelam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H