Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : ruangkara.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Apa Itu Kehidupan?

14 Juli 2024   07:41 Diperbarui: 14 Juli 2024   07:48 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berputarlah roda, tanpa henti dan tanpa arah,

Menelan manusia dalam pusaran nafsu dan serakah.

Kaya raya dihujani harta, miskin terinjak kaki dahaga,

Roda berputar, tak peduli duka dan nestapa.

Pejabat berkuasa, pongah bagaikan dewa,

Merampok rakyat, menumpuk harta tak terkira.

Rakyat jelata, tertatih dalam nestapa,

Mencari sesuap nasi, di bawah bayang-bayang tirani.

Cendekiawan berteori, dengan kata-kata indah,

Menjanjikan solusi, di atas kertas yang penuh teduh.

Namun, rakyat tetap terbelenggu, dalam jeruji realita,

Kata-kata indah, tak mampu ubah nasib yang pahit.

Agama digembar-gemborkan, sebagai penunjuk jalan,

Menjanjikan surga, bagi yang taat dan beriman.

Namun, di balik jubah suci, tersembunyi nafsu dan ambisi,

Agama diperalat, untuk menipu dan menindas yang lemah.

Cinta dirayakan, dengan puisi dan lagu indah,

Menjanjikan kebahagiaan, di pelukan belahan jiwa.

Namun, cinta seringkali bersembunyi di balik topeng dusta,

Menyisakan luka dan derita, di hati yang terluka.

Keadilan didengungkan, di sidang pengadilan megah,

Menjanjikan keadilan, bagi yang tertindas dan lemah.

Namun, keadilan seringkali berpihak pada yang kaya dan berkuasa,

Membiarkan yang lemah terinjak, tanpa belas kasihan.

Kehidupan diibaratkan roda, yang terus berputar,

Naik turun, suka duka, silih berganti datang dan pergi.

Namun, di balik putaran roda, terdapat ironi yang pahit,

Kebahagiaan hanya ilusi, penderitaan adalah kenyataan.

Teruslah berputar roda, tanpa henti dan tanpa arah,

Menelan manusia dalam pusaran nafsu dan serakah.

Sampai kapan sandiwara ini akan terus berlangsung?

Hanya waktu yang bisa menjawab, di akhir babak yang kelam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun