Dalam benaknya, Vidocq memikirkan sepatu bot berlumpur milik Hotot. Ia menengok ke salah seorang agenya. "Bawa sedikit plester dari Paris", perintah Vidocq. "Tuangkan ke salah satu jejak ini untuk membuat cetakan plester".
Vidocq meninggalkan agen itu dengan tugasnya. Ia kembali ke rumah Hotot dengan membawa banyak minuman anggur, dan tak lama si pencuri itu pun mabuk berat sehingga tidak memperhatikan ada agen lain yang menyelinap mengambil sepatu botnya yang berlumpur. Pada petang harinya, Vidocq menerima kabar bahwa jejak itu cocok dengan sepatu Hotot. Hotot pun diadili dan dikirim ke galley.
Dari contoh kasus diatas Vidocq menggunakan indra pengamatanya yang tajam untuk merangkum suatu kejahatan dari potongan-potongan informasi yang dilakukan semua detektif fiktif ulung yang terkenal akan keahlianya itu.
Kisah hidup Vidocq tidak terhitung jumlahnya. Ia menjalani kehidupan yang boros dan flamboyan dan menjadi seorang legenda hidup. Ia memiliki banyak teman penulis yang sangat bersedia menuliskan sepak terjangnya dalam dunia kedetektifan. Penulis-penulis tersebut ialah Victor Hugo, Honore de Balzac, dan Alexandre Dumas semuanya mengenal Vidocq, dan mendasarkan sebagian karakter fiksi mereka pada diri Vidocq. Akibatnya, banyak kisah tentang Vidocq yang berlebihan dan dibuat-buat. Meski banyak cerita lain yang sungguh-sungguh benar.
Ketika kepolisian lokal di Prancis mulai berkembang dan kokoh, Vidocq menuntut gaji bagi pegawai-pegawainya dan menjamin peran penyidik akan menjadi terhormat bagi generasi mendatang. Tahun 1813, dinas itu berkembang di luar Paris; Vidocq diberi izin untuk membuka kantor di Arras, Bres, Toulun, dan Lyon-itu nama beberapa kota besar di Prancis. Kemudian tahun 1818, ia melakukan gerakan radikal dengan memperkenalkan agen perempuan pada dinasnya. Penyidikan dan metode mereka tetap bertahan sampai sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H