Namun rupanya ada juga orang yang memilih untuk merespons kejadian tersebut sebagai sesuatu yang lucu. Semacam lelucon.
Jika satu atau dua akun saja yang memilih reaksi tertawa, mungkin kita bisa memaklumi hal tersebut sebagai ketidaksengajaan saat menggunakan fitur reaksi atau bisa jadi ada yang salah dengan kejiwaan orang tersebut, karena memang akan selalu saja ada satu atau dua orang seperti itu, bukan? Psikopat, misalnya. Yang kondisi psikisnya membuat empati tak punya tempat lagi di jiwanya.
Namun bagaimana jika reaksi tertawa tersebut dipilih oleh belasan, puluhan bahkan ratusan akun?
Ini persoalan yang memunculkan tanya: apakah tewasnya seorang pria berusia 55 tahun serta satunya lagi Ibu dari 3 orang anak, yang sama-sama dikenal sebagai pribadi “baik dan murah senyum”, akibat tikaman berulang-ulang, layak untuk ditertawakan?
Lalu apakah ketika seorang jemaat gereja yang jadi korban ketiga dengan kondisi kepala nyaris terpisah dari badan termasuk lelucon yang menyulut gelak tawa?
Timbul rasa penasaran.. orang seperti apa pula yang punya selera humor jenis itu?
Hal yang sama juga bisa kita temukan dari informasi bencana alam gempa bumi yang terjadi di Turki.
Ketikkan kata kunci yang bisa kita pakai untuk menemukan artikel Kompas.com yang memberitakan kejadian itu.
Apa yang terlihat?
Untuk sebuah kejadian yang merenggut nyawa puluhan orang (termasuk lansia dan anak-anak) rasanya gila saja jika ada yang menganggapnya sebagai lelucon kan?