Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dampak Buruk Kala Tren Joget Tiktok Bersama Peserta Didik Dijadikan Teknik Untuk Mengakrabkan Diri Serta Menarik Simpati Peserta Didik

1 Januari 2025   08:00 Diperbarui: 30 Desember 2024   19:09 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://edoo.id/2023/09/teachtok-metode-pembelajaran-paling-efektif-dan-asyik-untuk-siswa-melalui-aplikasi-tiktok)

TikTok telah menjadi platform media sosial yang sangat populer di berbagai kalangan, termasuk pelajar dan pendidik. Di tengah penggunaannya yang meluas, tren joget TikTok kini mulai merambah ke dunia pendidikan sebagai alat untuk membangun hubungan baik antara guru dan peserta didik. Banyak guru yang memanfaatkan platform ini untuk menciptakan kedekatan dengan cara mengikuti tren joget yang digemari siswa. Namun, meskipun tujuannya baik, teknik ini justru menyimpan sejumlah dampak buruk yang harus dipertimbangkan secara serius.  

 1. Penurunan Wibawa Guru  
Salah satu dampak buruk utama adalah potensi penurunan wibawa guru di mata peserta didik. Guru adalah sosok yang seharusnya menjadi panutan, pengajar, dan pemimpin di kelas. Ketika seorang guru terlalu sering tampil dalam konteks hiburan semata, seperti joget TikTok, siswa dapat kehilangan rasa hormat terhadap otoritasnya. Sebuah penelitian oleh University of Michigan pada 2023 menunjukkan bahwa guru yang terlalu sering melibatkan diri dalam aktivitas non-akademik berisiko dianggap kurang serius oleh siswanya.  

Akibatnya, siswa mungkin sulit membedakan peran guru sebagai pendidik formal dan teman hiburan. Hal ini dapat memengaruhi suasana kelas dan tingkat kepatuhan siswa terhadap aturan yang diterapkan oleh guru tersebut.  

 2. Fokus Siswa pada Hal yang Tidak Relevan dengan Pendidikan  
Ketika seorang guru terlibat dalam tren joget TikTok, perhatian siswa cenderung teralihkan dari tujuan utama pendidikan. Alih-alih memandang guru sebagai fasilitator pembelajaran, siswa dapat melihat guru sebagai figur hiburan. Hal ini tidak hanya mengurangi efektivitas proses belajar mengajar tetapi juga memperbesar peluang siswa untuk lebih fokus pada tren media sosial daripada materi pelajaran.  

Data dari Asosiasi Guru Indonesia (AGI) pada 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 60% siswa yang sering menggunakan TikTok selama jam sekolah mengalami penurunan fokus belajar, terutama jika guru mereka aktif di platform yang sama.  

 3. Risiko Pelanggaran Privasi  
Aktivitas membuat konten TikTok sering kali melibatkan perekaman video di dalam kelas atau lingkungan sekolah. Hal ini dapat menimbulkan risiko pelanggaran privasi, baik bagi siswa maupun guru. Dalam beberapa kasus, siswa yang tidak setuju untuk direkam merasa tidak nyaman atau bahkan terintimidasi.  

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa pada tahun 2024, ada peningkatan kasus pelanggaran privasi di sekolah yang melibatkan media sosial. Sebanyak 25% dari laporan tersebut berhubungan dengan video TikTok yang melibatkan guru dan siswa tanpa persetujuan semua pihak.  

 4. Potensi Konten yang Tidak Sesuai  
TikTok sering kali dipenuhi dengan tren atau tantangan yang tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai pendidikan. Beberapa joget atau tantangan mungkin mengandung unsur seksual, kekerasan, atau humor yang tidak pantas untuk lingkungan sekolah. Ketika guru terlibat dalam tren semacam ini, mereka tanpa sengaja dapat menormalisasi perilaku yang tidak sejalan dengan etika pendidikan.  

Contohnya, pada kasus yang terjadi di sebuah sekolah menengah di Surabaya, guru yang mengikuti tren joget TikTok dengan tarian yang dinilai vulgar mendapat teguran dari orang tua siswa. Kasus ini menjadi sorotan nasional, menyoroti pentingnya kesadaran akan dampak konten yang dibuat di lingkungan pendidikan.  

 5. Tekanan Sosial bagi Siswa dan Guru  
Tidak semua siswa merasa nyaman dengan tren joget TikTok di sekolah. Beberapa siswa mungkin merasa terpaksa untuk ikut serta demi menghindari rasa malu atau tekanan dari teman sekelas. Sebaliknya, guru yang tidak ingin mengikuti tren ini juga dapat merasa diisolasi atau dianggap "kuno" oleh siswa dan rekan sejawat.  

Sebuah survei yang dilakukan oleh Pusat Kajian Pendidikan Nasional (PKPN) menunjukkan bahwa 35% siswa merasa tertekan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang melibatkan media sosial di sekolah, sementara 20% guru mengaku mengalami tekanan serupa untuk tetap relevan di mata siswa.  

 6. Dampak terhadap Profesionalisme Guru  
Guru yang terlalu sering terlibat dalam tren media sosial, seperti TikTok, dapat kehilangan fokus pada tanggung jawab utamanya sebagai pendidik. Hal ini berpotensi merusak citra profesionalisme guru di mata siswa, orang tua, dan masyarakat.  

Sebagai contoh, seorang guru di Jakarta sempat viral karena lebih sibuk membuat konten TikTok dibanding mempersiapkan materi ajar. Kejadian ini memicu perdebatan di media sosial tentang peran guru dan batasan penggunaan teknologi dalam pendidikan.  

 7. Solusi dan Alternatif yang Lebih Baik  
Alih-alih menggunakan joget TikTok sebagai alat untuk menarik simpati siswa, guru dapat mempertimbangkan metode lain yang lebih relevan dan mendukung tujuan pendidikan. Berikut adalah beberapa alternatif yang dapat diterapkan:  

- Kegiatan Interaktif di Kelas: Guru dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan melalui permainan edukatif atau diskusi kelompok.  
- Pemanfaatan Teknologi untuk Belajar: Platform seperti Kahoot atau Quizizz dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman belajar yang menarik tanpa mengurangi esensi pendidikan.  
- Membangun Hubungan Personal: Guru dapat menjalin hubungan baik dengan siswa melalui percakapan santai, bimbingan pribadi, atau keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler.  

   

Tren joget TikTok di kalangan guru dan siswa mungkin terlihat sebagai cara yang menyenangkan untuk menciptakan kedekatan, tetapi dampak buruk yang menyertainya tidak bisa diabaikan. Dari penurunan wibawa guru hingga risiko pelanggaran privasi, tren ini menyimpan banyak potensi bahaya jika tidak dikelola dengan hati-hati.  

Sebagai pendidik, penting bagi guru untuk menjaga keseimbangan antara menciptakan hubungan baik dengan siswa dan mempertahankan profesionalisme. Pada akhirnya, tujuan utama pendidikan adalah membentuk generasi yang cerdas, kritis, dan berintegritas---bukan sekadar viral di media sosial.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun