Sebuah survei yang dilakukan oleh Pusat Kajian Pendidikan Nasional (PKPN) menunjukkan bahwa 35% siswa merasa tertekan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang melibatkan media sosial di sekolah, sementara 20% guru mengaku mengalami tekanan serupa untuk tetap relevan di mata siswa. Â
 6. Dampak terhadap Profesionalisme Guru Â
Guru yang terlalu sering terlibat dalam tren media sosial, seperti TikTok, dapat kehilangan fokus pada tanggung jawab utamanya sebagai pendidik. Hal ini berpotensi merusak citra profesionalisme guru di mata siswa, orang tua, dan masyarakat. Â
Sebagai contoh, seorang guru di Jakarta sempat viral karena lebih sibuk membuat konten TikTok dibanding mempersiapkan materi ajar. Kejadian ini memicu perdebatan di media sosial tentang peran guru dan batasan penggunaan teknologi dalam pendidikan. Â
 7. Solusi dan Alternatif yang Lebih Baik Â
Alih-alih menggunakan joget TikTok sebagai alat untuk menarik simpati siswa, guru dapat mempertimbangkan metode lain yang lebih relevan dan mendukung tujuan pendidikan. Berikut adalah beberapa alternatif yang dapat diterapkan: Â
- Kegiatan Interaktif di Kelas: Guru dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan melalui permainan edukatif atau diskusi kelompok. Â
- Pemanfaatan Teknologi untuk Belajar: Platform seperti Kahoot atau Quizizz dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman belajar yang menarik tanpa mengurangi esensi pendidikan. Â
- Membangun Hubungan Personal: Guru dapat menjalin hubungan baik dengan siswa melalui percakapan santai, bimbingan pribadi, atau keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Â
  Â
Tren joget TikTok di kalangan guru dan siswa mungkin terlihat sebagai cara yang menyenangkan untuk menciptakan kedekatan, tetapi dampak buruk yang menyertainya tidak bisa diabaikan. Dari penurunan wibawa guru hingga risiko pelanggaran privasi, tren ini menyimpan banyak potensi bahaya jika tidak dikelola dengan hati-hati. Â
Sebagai pendidik, penting bagi guru untuk menjaga keseimbangan antara menciptakan hubungan baik dengan siswa dan mempertahankan profesionalisme. Pada akhirnya, tujuan utama pendidikan adalah membentuk generasi yang cerdas, kritis, dan berintegritas---bukan sekadar viral di media sosial.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H