Albi Ruffi Ozora (9 tahun), bocah SD kelas 3 yang bersekolah di SDN Jayamukti, Subang, Jawa Barat harus mendapatkan kejadian tragis yang bahkan sampai merenggut nyawanya. Sekolah yang harusnya menjadi rumah kedua ternyaman setelah rumah pribadinya, kini justru menjadi tempat terburuk yang bagaikan neraka bagi Albi. Abi dinyatakan meningal dunia usai mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Ciereng Subang.
Berdasarkan keterangan keluarga korban sebagaimana yang berhasil dihimpun dari Tribunnews, Albi sempat mengeluhkan sakit yang luar biasa di bagian kepala dan mengalami muntah-muntah. Sebelum tak sadarkan diri, Albi juga mengaku dipukul oleh tiga kakak kelasnya, yakni M, D, dan O yang merupakan siswa kelas 4 dan 5 di sekolah yang sama.
Selain itu, keterangan dari Kepsek SDN Jaya Mukti juga menyatakan bahwa pihaknya baru mengetahui kabar dari Albi yang dirawat di rumah sakit setelah seminggu dirawat. Bahkan pihak sekolah juga menduga bahwa perundungan terjadi di luar lingkungan sekolah.
Lebih lanjut, berdasarkan keterangan pihak rumah sakit. Pasien atas nama Albi Ruffi Ozora megalami koma dan tidak sadarkan diri. Bahkan diketahui, Albi juga mengalami luka berupa pendarahan di otak yang menyebabkan kondisi koma.
Meninggalnya Albi akibat perundungan yang dilakukan kakak kelasnya di sekolah, merupakan kejadian yang seharusnya tidak terjadi apalagi di dunia pendidikan. Sekolah dan pihak-pihak terkait seakan tak punya mata untuk terus memonitoring kejadian bullying yang seakan dianggap sepele terjadi di kalangan siswa sekolah dasar.
Lebih lanjut, kabar meninggalnya siswa sekolah dasar di Subang tersebut juga sampai di telinga PJ Bupati Subang yakni Dr. Drs. Imran, M.Si. MA.Cd, mengonfirmasi bahwa pihaknya mengecam tindakan tersebut dan langsung menonaktifkan kepala SDN 3 Jayamukti. Â Menurutnya, kejadian tersebut adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan kabupaten Subang untuk tidak lagi ada perundungan yang terjadi di sekolah.
Sementara dari pihak kepolisian, seperti yang dikutip oleh Kapolres Subang AKBP Ariek Indra Sentanu menyatakan, terdapat pendarahan di bagian otak korban, namun pihaknya masih menunggu hasil autopsi. Untuk proses hukum, menurut Ariek akan dilakukan penanganan khusus mengingat terduga pelaku masih berusia di bawah 12 tahun dimana peradilan akan berpedoman pada Undang-Undang Anak Nomor 11 tahun 2012 dan PP Nomor 65 Tahun 2015.
Tamparan Keras bagi Dunia Pendidikan Indonesia khususnya Pemerintah dan Guru di Sekolah
Kasus meninggalnya Albi menambah panjang rentetan kasus perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Mulai dari lingkungan perguruan tinggi, dunia kerja, hingga sekolah dasar seakan menjadi tempat yang lumrah terjadi peristiwa perundungan tersebut. Dinas Pendidikan Subang juga mengatakan bahwa pihaknya juga akan melakukan evaluasi menyeluruh pasca kejadian tersebut.
Tak hanya dari dinas pendidikan Subang, kejadian tersebut juga menjadi teguran bagi Kementerian Pendidikan dan para guru untuk tak menganggap sepele perbuatan bullying yang terjadi di sekolah. Selain itu, kerap juga dijumpai bahwa guru seakan tak dapat membedakan secara detail dan rinci maksud dari perbuatan bullying itu seperti apa.Â
Pemerintah pun juga perlu mengadakan program pendidikan dan pembinaan terhadap Guru BK guna menggalakkan program konselor sebaya dalam hal menyosialisasikan gerakan anti perundungan di sekolah baik kepada siswa dan juga para gurunya.
Terobosan dan inovasi agaknya perlu dilakukan demi menekan perbuatan bullying tak terjadi lagi di sekolah. Bullying sendiri pada dasarnya tak hanya sekadar hal berat yakni memukul seperti apa yang dialami oleh mendiang Albi. Melainkan bullying verbal, sosial media, diskriminasi sosial di lingkungan pertemanan, dan lain sebagainya merupakan aktivitas-aktivitas yang tergolong perundungan sehingga dapat menghancurkan mental sesesorang.
Kasus bullying seperti yang menimpa Albi di Subang menjadi pengingat penting bagi sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswa. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan sekolah untuk menekan kasus bullying:
1. Membangun Kebijakan Anti-Bullying yang Tegas
Buat aturan tertulis yang jelas mengenai definisi, bentuk, dan konsekuensi dari bullying.
Sosialisasikan kebijakan ini kepada siswa, guru, staf, dan orang tua.
Pastikan ada mekanisme pelaporan bullying yang mudah diakses dan melindungi kerahasiaan pelapor.
2. Meningkatkan Kesadaran dan Pendidikan Tentang Bullying
Selenggarakan seminar, workshop, atau diskusi rutin untuk siswa, guru, dan orang tua tentang bahaya bullying, dampaknya, serta cara menghadapinya.
Masukkan materi anti-bullying dalam kurikulum, misalnya melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila atau PJOK, yang mengajarkan empati, toleransi, dan kerja sama.
3. Melibatkan Semua Pihak dalam Pencegahan Bullying
Bentuk kelompok atau tim anti-bullying yang terdiri dari siswa, guru, konselor, dan perwakilan orang tua.
Berdayakan siswa untuk menjadi peer mediator atau agen perdamaian di antara teman sebaya.
4. Mengembangkan Budaya Sekolah yang Positif
Dorong perilaku saling menghormati melalui kegiatan seperti kerja kelompok, permainan tim, dan program mentoring antara siswa senior dan junior.
Adakan penghargaan untuk perilaku baik, seperti penghargaan untuk siswa yang menunjukkan sikap ramah atau membantu teman lain.
5. Meningkatkan Peran Guru dan Konselor
Latih guru untuk mengenali tanda-tanda siswa yang menjadi korban bullying, seperti perubahan perilaku, penurunan prestasi, atau keengganan untuk datang ke sekolah.
Pastikan konselor sekolah mudah diakses dan proaktif dalam mendampingi siswa yang membutuhkan.
6. Pengawasan dan Intervensi Aktif
Tingkatkan pengawasan di area rawan bullying, seperti toilet, lorong, atau halaman sekolah saat jam istirahat.
Berikan intervensi langsung yang tegas namun mendidik terhadap pelaku bullying, termasuk program rehabilitasi untuk memperbaiki perilaku mereka.
7. Melibatkan Orang Tua
Ajak orang tua untuk berpartisipasi dalam program sekolah, seperti diskusi parenting atau forum komunikasi.
Berikan panduan kepada orang tua untuk mendeteksi tanda-tanda anak mereka mengalami atau melakukan bullying.
8. Membangun Sistem Pelaporan dan Tindak Lanjut yang Transparan
Sediakan platform anonim untuk melaporkan bullying, misalnya kotak pengaduan atau aplikasi khusus.
Tindak lanjuti laporan secara cepat dan transparan, serta libatkan pihak yang relevan.
9. Evaluasi dan Monitoring Rutin
Lakukan survei atau wawancara berkala kepada siswa untuk mengukur tingkat bullying di sekolah.
Evaluasi efektivitas program anti-bullying dan perbaiki sesuai kebutuhan.
Pada akhirnya, kita semua harus bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Pembullyian atau perundungan sendiri adalah kejahatan yang dapat merusak mental dan psikis anak bangsa. Bagaimana bisa kita bisa menciptakan generasi emas di masa depan jika generasi saat ini saja masih memelihara mental membully, pemerintahnya masih sibuk mencari kekuasaan yang ideal serta kebijakan yang menguntungkan mereka, dan guru masih sibuk administrasi sana-sini?Â
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H