Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukti Jika Netizen Kita Kurang Literasi, Ada Sedikit Sensasi Langsung Gas Open Donasi!

5 Desember 2024   08:28 Diperbarui: 5 Desember 2024   09:16 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan pengguna internet yang sangat aktif. Media sosial telah menjadi ruang yang vital untuk berbagi informasi, berdiskusi, bahkan menjadi platform untuk mengekspresikan solidaritas. 

Namun, di balik hiruk-pikuk interaksi digital, muncul fenomena yang memprihatinkan: rendahnya tingkat literasi digital netizen kita. Hal ini terlihat jelas ketika sebuah isu mencuat, tak sedikit orang yang buru-buru membuka penggalangan dana tanpa memverifikasi informasi secara matang.

A. Rendahnya Literasi Digital: Masalah yang Mendesak

Menurut laporan UNESCO, literasi digital mencakup kemampuan seseorang untuk mengakses, mengevaluasi, menggunakan, dan membuat konten secara bijak melalui media digital. Sayangnya, survei Digital Civility Index Microsoft pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 29 dari 32 negara dalam hal kesopanan digital. Ini mencerminkan rendahnya tingkat kemampuan netizen Indonesia dalam memilah informasi yang benar, relevan, dan bebas hoaks.

Hal ini semakin diperparah dengan budaya "viralisme" yang kerap mendominasi media sosial. Informasi yang mengundang emosi, terutama kesedihan atau kemarahan, cenderung lebih cepat menyebar dibandingkan informasi yang berbasis fakta. Dalam konteks donasi, ini menjadi masalah serius. Banyak kasus di mana orang membuka penggalangan dana dengan cerita yang ternyata tidak benar atau dilebih-lebihkan demi mendapatkan simpati.

B. Fenomena "Gas Open Donasi" di Era Sensasi

Fenomena "gas open donasi" sering terjadi setelah sebuah cerita viral menyentuh hati publik. Dalam hitungan jam, unggahan yang memuat cerita pilu atau peristiwa tragis bisa memancing ribuan orang untuk menyumbang. Meski solidaritas seperti ini patut diapresiasi, tidak sedikit pula kasus di mana penggalangan dana tersebut akhirnya terbukti tidak transparan atau bahkan menipu.

Contoh nyata adalah kasus penggalangan dana untuk seseorang yang mengaku korban kecelakaan tragis. Setelah cerita tersebut viral dan berhasil mengumpulkan dana jutaan rupiah, ditemukan fakta bahwa kecelakaan tersebut tidak pernah terjadi. Ini menunjukkan bahwa masih banyak netizen yang mudah tersentuh oleh narasi emosional tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut.

Menurut Dedy Permadi, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, masyarakat perlu meningkatkan kemampuan untuk berpikir kritis dan skeptis terhadap informasi yang beredar di media sosial. “Kemampuan memfilter informasi adalah langkah pertama untuk menghindari penipuan digital,” tegasnya.

C. Kurangnya Edukasi Literasi Digital

Rendahnya literasi digital di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh minimnya edukasi tentang penggunaan teknologi informasi yang bijak. Literasi digital belum menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan nasional. Padahal, dengan pesatnya perkembangan teknologi, kemampuan ini seharusnya diajarkan sejak dini.

Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2022, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 210 juta orang. Sayangnya, belum semua pengguna memahami cara menggunakan internet secara bertanggung jawab. Mereka lebih fokus pada kemudahan akses informasi daripada memastikan validitasnya.

Dr. Novi Kurnia, peneliti media dan komunikasi dari Universitas Gadjah Mada, menyebut bahwa kurangnya literasi digital masyarakat berkaitan erat dengan budaya pendidikan yang belum mendorong kemampuan berpikir kritis. “Kita lebih sering diajarkan untuk menerima informasi begitu saja, bukan mempertanyakan atau memvalidasinya,” ungkapnya.

Dampak Negatif Fenomena Donasi Tak Terkontrol
Fenomena penggalangan dana yang tidak terkontrol tidak hanya merugikan donatur, tetapi juga pihak yang benar-benar membutuhkan. Setiap kali kasus penipuan donasi terungkap, kepercayaan publik terhadap aksi sosial serupa cenderung menurun.

Lebih parah lagi, situasi ini menciptakan celah bagi individu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk memanipulasi empati publik demi keuntungan pribadi. Misalnya, menggunakan foto atau cerita palsu untuk menarik perhatian. Hal ini tentu merusak semangat gotong royong yang menjadi salah satu ciri khas masyarakat Indonesia.

Solusi untuk Menangani Masalah Literasi dan Donasi Online

Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi rendahnya literasi digital di kalangan netizen Indonesia:

1) Pendidikan Literasi Digital di Sekolah
Pemerintah perlu memasukkan literasi digital sebagai bagian dari kurikulum sekolah. Anak-anak perlu diajarkan cara mengevaluasi informasi, mengenali berita palsu, dan memahami etika berinternet sejak dini.

2) Kampanye Publik Tentang Verifikasi Informasi
Pemerintah, media, dan platform digital perlu bersinergi untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memverifikasi informasi sebelum bertindak, termasuk dalam hal donasi.

3) Regulasi Ketat untuk Penggalangan Dana Online
Platform penggalangan dana online harus memiliki sistem yang lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap aktivitas ini agar tidak disalahgunakan.

4) Peningkatan Kesadaran Individu
Sebagai pengguna internet, kita harus lebih bijak dan kritis. Jangan mudah percaya pada cerita viral tanpa memeriksa kebenarannya dari sumber tepercaya.

Kesimpulan

Fenomena "gas open donasi" mencerminkan masalah literasi digital yang mendalam di kalangan netizen Indonesia. Solidaritas memang penting, tetapi harus diimbangi dengan kehati-hatian dan kesadaran akan pentingnya validasi informasi. Tanpa literasi digital yang memadai, kita rentan menjadi korban manipulasi atau, lebih parah lagi, mendukung tindakan yang justru merugikan orang lain.

Dengan meningkatkan literasi digital, baik melalui edukasi formal maupun kampanye publik, kita dapat menciptakan ekosistem internet yang lebih sehat, aman, dan bertanggung jawab. Mari bersama-sama menjadi netizen yang cerdas dan kritis, demi mendukung solidaritas yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun