Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sisi Kelam Lingkungan Sekolah yang Tak Banyak Diketahui Orang Tua

13 November 2024   08:00 Diperbarui: 13 November 2024   08:23 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.aa.com.tr/id/)

Lingkungan sekolah sering dipandang sebagai tempat aman di mana anak-anak belajar, tumbuh, dan bersosialisasi. Namun, di balik fasad positif tersebut, terdapat sisi kelam yang jarang dibicarakan. 

Tantangan-tantangan ini bisa memengaruhi kesejahteraan mental dan fisik siswa, bahkan berdampak pada pembentukan karakter jangka panjang. Artikel ini mengulas beberapa aspek tersembunyi dari lingkungan sekolah yang perlu diperhatikan oleh orang tua.

 1. Bullying: Lebih dari Sekadar Kekerasan Fisik

Bullying kerap menjadi fenomena yang disorot ketika membahas masalah di sekolah. Namun, tak semua orang tua menyadari bahwa bullying tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi juga bisa berbentuk psikologis dan sosial. 

Studi dari Journal of School Violence mengungkapkan bahwa siswa yang mengalami bullying verbal atau emosional sering kali menunjukkan tanda-tanda stres, kecemasan, dan depresi yang lebih tinggi dibanding mereka yang terpapar kekerasan fisik. 

Bentuk intimidasi seperti pengucilan, penyebaran rumor, dan pelecehan daring (cyberbullying) dapat berdampak jangka panjang terhadap kepercayaan diri dan kesejahteraan mental anak.

Teori social dominance theory oleh Sidanius dan Pratto menyatakan bahwa individu atau kelompok yang ingin mempertahankan status sosial mereka sering kali memanfaatkan kekuasaan untuk menindas yang lain. Dalam konteks sekolah, hal ini terlihat dalam bentuk bullying di antara siswa yang ingin mempertahankan dominasi sosial.

 2. Tekanan Akademik dan Kesehatan Mental

Sistem pendidikan modern, terutama di negara-negara dengan persaingan akademik tinggi, cenderung menempatkan siswa di bawah tekanan yang signifikan. 

Penelitian dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa tekanan akademik yang berlebihan dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan berlebih, gangguan tidur, dan depresi. Sayangnya, banyak orang tua yang justru tanpa disadari menambah tekanan ini dengan harapan tinggi terhadap prestasi anak mereka.

Teori self-determination theory oleh Deci dan Ryan menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara kebutuhan otonomi, kompetensi, dan keterhubungan dalam mendukung kesehatan mental dan motivasi intrinsik siswa. Ketika anak merasa tekanan eksternal terlalu kuat tanpa dukungan emosional, keseimbangan ini terganggu, yang pada akhirnya menurunkan kesejahteraan mereka.

 3. Kurangnya Pendidikan Sosial-Emosional

Banyak sekolah masih fokus pada aspek akademik tanpa menekankan pada pengembangan kecerdasan sosial-emosional. Padahal, kecerdasan emosional memainkan peran penting dalam membangun hubungan sehat, mengatasi konflik, dan menyesuaikan diri dengan tantangan kehidupan.

 Menurut Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL), pembelajaran sosial-emosional (SEL) yang kuat membantu siswa mengembangkan empati, pengendalian diri, dan keterampilan berkomunikasi yang baik.

Ketidakhadiran pendidikan SEL yang memadai di sekolah dapat membuat siswa kesulitan mengenali emosi mereka sendiri atau berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Hal ini juga berpotensi memicu munculnya masalah seperti agresi, kurangnya empati, dan kecenderungan perilaku antisosial.

 4. Diskriminasi dan Eksklusi

Masalah lain yang sering kali tidak terlihat adalah diskriminasi, baik berdasarkan ras, latar belakang sosial-ekonomi, maupun kemampuan. Siswa dari kelompok minoritas atau yang memiliki kebutuhan khusus sering kali menghadapi eksklusi sosial atau stereotip yang merugikan. 

Data dari UNICEF menunjukkan bahwa anak-anak dari latar belakang ekonomi rendah lebih cenderung mengalami kesenjangan dalam akses ke pendidikan berkualitas dan dukungan sosial yang layak.

Teori labeling yang dikemukakan oleh Howard Becker menjelaskan bagaimana label atau stigma yang diberikan pada individu dapat memengaruhi identitas diri mereka. Anak-anak yang diberi label negatif oleh teman sebaya atau guru berpotensi menginternalisasi stigma tersebut, yang dapat mengurangi rasa percaya diri dan motivasi mereka.

 5. Dampak Teknologi yang Tidak Dikontrol

Sementara teknologi memiliki peran penting dalam mendukung pembelajaran, penggunaannya yang tidak diawasi di lingkungan sekolah bisa menjadi bumerang. 

Cyberbullying, akses ke konten yang tidak sesuai, dan tekanan dari media sosial dapat merusak kesehatan mental siswa. Penelitian dari Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking Journal menunjukkan bahwa remaja yang terlalu sering terpapar media sosial cenderung mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi.

Penggunaan teknologi yang berlebihan juga bisa mengganggu konsentrasi dan waktu tidur, yang penting untuk keseimbangan mental dan fisik siswa. Di sini, orang tua dan sekolah perlu bekerja sama dalam mengedukasi anak tentang penggunaan teknologi yang bijak.

Sisi kelam lingkungan sekolah yang tak banyak diketahui orang tua bukanlah hal yang bisa diabaikan. Orang tua perlu menyadari bahwa tantangan-tantangan ini, meski kadang tidak terlihat, memiliki dampak yang nyata pada perkembangan anak. 

Dengan meningkatkan kesadaran, dialog, dan keterlibatan aktif, orang tua dan sekolah dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya mendidik secara akademis tetapi juga mendukung kesejahteraan emosional dan sosial anak.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun