3. Shaikh Salman bin Ebrahim Al Khalifa: Figur Kontroversial di AFC
Shaikh Salman bin Ebrahim Al Khalifa, seorang anggota keluarga kerajaan Bahrain, adalah figur kunci dalam sepak bola Asia dan dunia. Dia menjabat sebagai Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) sejak 2013 dan sempat mencalonkan diri sebagai presiden FIFA pada 2015. Namun, karier sepak bola Shaikh Salman tidak lepas dari tuduhan dan kontroversi.
Salah satu tuduhan terbesar yang menghantuinya adalah keterlibatannya dalam penindasan terhadap atlet-atlet yang berpartisipasi dalam protes politik selama Arab Spring di Bahrain pada 2011. Puluhan atlet dan pemain sepak bola Bahrain ditangkap, dipenjara, atau dihukum karena diduga ikut serta dalam aksi protes anti-pemerintah. Beberapa laporan menyebutkan bahwa Shaikh Salman, dalam perannya sebagai presiden federasi sepak bola Bahrain saat itu, terlibat langsung dalam penindasan tersebut, meskipun dia dengan tegas membantah semua tuduhan.
Meski akhirnya terpilih sebagai presiden AFC, masa jabatan Shaikh Salman tidak pernah lepas dari bayang-bayang kontroversi ini. Banyak pihak yang mempertanyakan integritasnya dan peran AFC dalam memfasilitasi agenda politik di balik layar sepak bola Asia.
4. Pemerintah Bahrain dan Campur Tangan dalam Sepak Bola
Bahrain telah berulang kali dikritik karena campur tangan pemerintah dalam urusan sepak bola, terutama terkait masalah politik. Setelah Arab Spring, banyak atlet yang terlibat dalam protes politik dilaporkan diperlakukan tidak adil. Pada 2016, FIFA bahkan sempat mengeluarkan peringatan kepada Bahrain agar tidak mencampuri urusan federasi sepak bola negara tersebut. Campur tangan politik semacam ini melanggar aturan FIFA yang melarang pemerintah campur tangan dalam urusan federasi sepak bola nasional, dan hal ini mencoreng reputasi sepak bola Bahrain di tingkat internasional.
Selain itu, ada laporan tentang bagaimana federasi sepak bola Bahrain diduga mendiskriminasi pemain berdasarkan pandangan politik mereka. Beberapa pemain nasional, yang terlibat dalam aksi protes atau memiliki afiliasi dengan kelompok oposisi politik, dilaporkan diabaikan oleh tim nasional meskipun performa mereka di level klub sangat baik. Hal ini semakin menegaskan adanya hubungan erat antara politik dan olahraga di Bahrain, yang bertentangan dengan prinsip fair play yang diusung oleh AFC dan FIFA.
5. Kekalahan Kontroversial di Play-off Kualifikasi Piala Dunia
Bahrain hampir lolos ke Piala Dunia dalam beberapa kesempatan, namun gagal di fase akhir, dan beberapa kekalahan mereka menimbulkan kontroversi. Salah satu insiden yang paling dikenang terjadi pada kualifikasi Piala Dunia 2006. Bahrain menghadapi Trinidad dan Tobago dalam pertandingan play-off yang penuh ketegangan.Â
Banyak penggemar Bahrain menuduh wasit membuat keputusan yang merugikan mereka, termasuk gol yang dianulir dan beberapa pelanggaran yang tidak diberikan. Meski tidak ada tuduhan resmi tentang manipulasi dalam pertandingan ini, kekalahan tersebut tetap meninggalkan rasa pahit di kalangan penggemar sepak bola Bahrain.
Pada kualifikasi Piala Dunia 2014, Bahrain juga terlibat dalam pertandingan play-off yang kontroversial melawan Selandia Baru. Kali ini, banyak yang menganggap keputusan wasit merugikan Bahrain, dan mereka gagal lolos ke Piala Dunia. Meski begitu, banyak pihak yang menilai bahwa kekalahan ini lebih disebabkan oleh performa mereka yang tidak konsisten ketimbang adanya konspirasi atau manipulasi.