Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Bisa Kita Lakukan sebagai Orang Tua agar Tak Perlu Menampakkan Rasa Amarah di Hadapan Anak?

30 Oktober 2024   22:00 Diperbarui: 30 Oktober 2024   22:02 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang tua, kita sering menghadapi situasi yang memicu emosi, terutama ketika mengasuh anak. Tak jarang, rasa marah yang meluap dapat muncul tanpa kita sadari di depan mereka. Namun, memperlihatkan amarah di depan anak tidak hanya mempengaruhi hubungan kita dengan mereka, tetapi juga berdampak negatif terhadap perkembangan emosional anak. Maka dari itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana cara mengelola emosi agar tidak perlu menunjukkan rasa amarah di hadapan anak. Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai pendekatan dari para ahli tentang bagaimana menjaga ketenangan sebagai orang tua dan menciptakan lingkungan yang lebih positif bagi anak.

Memahami Penyebab Amarah

Sebelum membahas lebih lanjut tentang cara mengelola amarah, penting untuk memahami dari mana rasa amarah itu berasal. Menurut psikolog Dr. Laura Markham, amarah biasanya muncul dari akumulasi stres, kelelahan, atau perasaan tidak mampu menghadapi situasi tertentu. "Sebagai orang tua, kita sering merasa tertekan untuk menjadi sempurna atau mengatasi setiap masalah dengan cepat. Ketika harapan tersebut tidak terpenuhi, kita cenderung merasa marah," ujarnya.

Pemahaman ini penting karena jika kita bisa mengenali penyebab amarah, kita lebih mudah mencegahnya muncul. Misalnya, ketika kita merasa kelelahan, ada baiknya untuk mengambil waktu sejenak beristirahat daripada terus memaksakan diri. Mengenali faktor pemicu ini juga membantu kita untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif.

Mengatur Harapan yang Realistis

Sering kali, amarah muncul karena kita menetapkan harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri atau anak-anak. Menurut Dr. Daniel Siegel, ahli perkembangan anak, orang tua perlu menyesuaikan harapan mereka dengan tahap perkembangan anak. "Anak-anak belum memiliki kemampuan emosional atau kognitif yang sama seperti orang dewasa. Kita tidak bisa mengharapkan mereka selalu bertindak sesuai keinginan kita," kata Siegel.

Dengan mengatur harapan yang lebih realistis, kita bisa mengurangi frustrasi dan marah ketika anak tidak berperilaku sesuai ekspektasi. Misalnya, anak usia prasekolah mungkin belum bisa sepenuhnya mengontrol emosinya, dan wajar jika mereka sering tantrum. Alih-alih marah, kita dapat mencoba memahaminya sebagai bagian dari perkembangan alami.

Menerapkan Teknik Pengendalian Diri

Salah satu cara paling efektif untuk mengelola amarah adalah dengan menerapkan teknik pengendalian diri. Dr. John Gottman, seorang psikolog yang dikenal dengan teori tentang kecerdasan emosional, menyarankan orang tua untuk menggunakan teknik "timeout" bukan hanya untuk anak, tetapi juga untuk diri mereka sendiri. "Ketika Anda merasa amarah mulai memuncak, sebaiknya mundur sejenak. Ambil waktu beberapa menit untuk menenangkan diri, kemudian kembali dengan pikiran yang lebih jernih," ungkapnya.

Teknik pernapasan dalam juga bisa membantu. Ketika kita merasakan gejala-gejala fisik dari amarah seperti detak jantung yang cepat, mencoba untuk bernapas perlahan dapat membantu menurunkan intensitas emosi. Teknik ini mengajarkan kita untuk tidak langsung bereaksi terhadap emosi, tetapi memberi ruang bagi diri kita untuk merenung sebelum bertindak.

Menciptakan Lingkungan yang Tenang

Menurut pakar pengasuhan, Catherine Fischer, suasana rumah yang tenang dan harmonis sangat membantu dalam mengurangi potensi konflik dan amarah. "Rumah yang dipenuhi tekanan dan ketegangan membuat orang tua lebih mudah marah, dan anak-anak lebih rentan terpengaruh emosi negatif," kata Fischer.

Untuk menciptakan lingkungan yang tenang, penting untuk menerapkan rutinitas yang stabil dan menyenangkan di rumah. Aktivitas seperti membaca bersama, mendengarkan musik, atau bahkan bermain di luar ruangan dapat membantu mengurangi stres baik bagi orang tua maupun anak. Dengan menciptakan suasana yang positif, potensi munculnya amarah juga akan berkurang.

Mengajarkan Anak Tentang Emosi

Dr. Adele Faber, penulis buku terkenal "How to Talk So Kids Will Listen & Listen So Kids Will Talk," mengatakan bahwa mengajarkan anak tentang emosi dapat membantu mereka memahami bagaimana cara mengelola perasaan mereka sendiri, serta bagaimana merespons emosi orang lain. "Ketika anak memahami bahwa amarah adalah emosi normal yang perlu dikelola, mereka juga akan lebih paham mengapa kita, sebagai orang tua, kadang merasa marah," ujar Faber.

Untuk itu, ajarkan anak cara mengenali dan mengekspresikan emosi mereka dengan kata-kata. Misalnya, ketika mereka merasa marah, ajari mereka untuk mengatakan, "Aku marah karena mainanku rusak," alih-alih langsung melempar mainan atau menangis. Dengan mencontohkan cara yang sehat dalam mengekspresikan emosi, kita juga memberi teladan yang baik bagi anak.

Pentingnya Refleksi Diri

Sebagai orang tua, refleksi diri adalah kunci untuk terus berkembang dan menjadi lebih baik. Menurut Dr. Shefali Tsabary, penulis buku "The Conscious Parent," orang tua harus belajar mengenali pola emosi dan perilaku mereka sendiri. "Ketika kita marah, sering kali itu mencerminkan sesuatu yang belum terselesaikan dalam diri kita, bukan hanya tentang anak," ungkap Tsabary.

Oleh karena itu, merenung dan bertanya pada diri sendiri mengapa kita merasa marah adalah langkah penting dalam proses pengasuhan yang lebih baik. Dengan refleksi ini, kita dapat mengidentifikasi hal-hal yang memicu amarah dan mencari cara untuk mengatasinya.

Menumbuhkan Sikap Sabar dan Pengertian

Pada akhirnya, kesabaran adalah kunci dalam menghadapi anak-anak. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Ross Greene, ahli psikologi klinis, "Ketika kita mampu melihat perilaku anak sebagai sinyal dari kebutuhan yang belum terpenuhi, kita akan lebih mudah merespons dengan pengertian daripada kemarahan."

Membangun kesabaran bukanlah hal yang instan, melainkan proses yang harus terus diasah. Melalui pendekatan yang penuh kasih, empati, dan kesabaran, kita dapat menciptakan lingkungan di mana anak merasa aman secara emosional, yang pada gilirannya membantu mereka berkembang menjadi individu yang percaya diri dan bahagia.

Sebagai orang tua, menahan diri untuk tidak menampakkan amarah di hadapan anak adalah tantangan besar, namun bukan hal yang mustahil. Dengan memahami penyebab amarah, mengatur harapan yang realistis, menerapkan teknik pengendalian diri, menciptakan lingkungan yang tenang, serta mengajarkan anak tentang emosi, kita dapat menjadi orang tua yang lebih tenang dan efektif. Para ahli sepakat bahwa pengelolaan emosi yang baik tidak hanya bermanfaat bagi orang tua, tetapi juga sangat penting bagi perkembangan emosional dan psikologis anak.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun