Pendampingan Guru: Guru memegang peran penting sebagai fasilitator dalam pelaksanaan P5. Mereka harus memastikan bahwa siswa mendapatkan bimbingan yang memadai tanpa membatasi kebebasan mereka untuk mengeksplorasi dan berkreasi.
Kesiapan Sumber Daya: Sekolah perlu memastikan ketersediaan sumber daya yang cukup, baik dari segi materi, waktu, maupun dukungan dari lingkungan sekolah dan masyarakat.
Evaluasi Proses, Bukan Hanya Hasil: Penilaian dalam P5 harus berfokus pada proses pembelajaran dan pengembangan karakter siswa, bukan hanya pada hasil akhir proyek. Hal ini akan mendorong siswa untuk lebih fokus pada pembelajaran dan pengalaman daripada sekadar pencapaian nilai.
Keterlibatan Stakeholder: Sekolah perlu melibatkan orang tua dan komunitas dalam pelaksanaan P5, agar dukungan dari luar sekolah dapat memperkuat pembentukan karakter dan keterampilan siswa.
Dengan mencermati aspek-aspek tersebut, P5 diharapkan dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif yang mendalam bagi pengembangan karakter serta kompetensi siswa.
Ragam Masalah yang Kerap Muncul pada Saat Penerapan P5 di Sekolah
Penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di sekolah sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan yang dapat mempengaruhi efektivitas program ini. Meskipun konsepnya sangat positif untuk membangun karakter dan kompetensi siswa, beberapa masalah kerap muncul dalam praktik di lapangan. Berikut adalah beberapa ragam masalah yang sering muncul pada saat penerapan P5 di sekolah:
 1. Kesiapan Guru
- Kurangnya Pemahaman dan Pelatihan: Banyak guru belum sepenuhnya memahami esensi dan tujuan P5 karena kurangnya pelatihan yang memadai. Hal ini menyebabkan beberapa guru kesulitan dalam mengintegrasikan proyek ini ke dalam pembelajaran dan merasa bingung dalam menyusun proyek yang relevan.
- Peran Fasilitator yang Belum Optimal: Sebagai fasilitator, guru dituntut untuk membimbing siswa secara efektif dalam proyek-proyek P5. Namun, tidak semua guru mampu menjalankan peran ini secara optimal karena terbiasa dengan metode pengajaran yang lebih konvensional.