Samarinda, 20 Juli 2023.-Â Titik terang pengungkapan kasus kematian Rico Sampurna Pasaribu bersama istri dan anaknya yang tewas akibat peristiwa kebakaran terjadi pada 27 Juni 2024 lalu nampaknya masih belum jelas. Laporan dari Kepolisian Daerah Sumatera Utara seperti yang dirilis oleh media Tempo pada 13 Juli menyatakan bahwa penetapan tersangka masih berada pada tahap si pembakar rumah dari jurnalis Rico Sampurna Pasaribu tersebut. Tersangka yang berhasil ditangkap yakni berinisial YT dan RAS yang ditugaskan oleh si pelaku utama yakni B untuk membakar rumah Rico.Â
"Tersangka YT dan tersangka RAS masing-masing diupah uang sebesar 1 juta rupiah dari tersangka B untuk membakar rumah Rico". ujar kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara.
Lebih lanjut, laporan dari Komnas HAM Â juga mengeaskan bahwa pihak perwakilan dari lembaga tersebut di bawah komando Ketua KOMNAS HAM yakni Atnike Nova Sigiro yang akan ikut terjun langsung mewakili Komnas HAM dalam mengusut secara tuntas kasus kematian wartawan Tribrata TV tersebut.Â
Atnike secara lebih lanjut juga menyatakan bahwa pada tanggal 12-13 Juli 2024, Â pihak Komnas HAM juga telah melakukan peninjauan lapangan, sekaligus mencari langsung keterangan di lokasi tempat kejadian. Komnas HAM juga telah memeriksa saksi-saksi yang ada di lokasi kejadian.
"Komnas HAM telah memeriksa delapan orang saksi. Dan melakukan kunjungan lapangan secara langsung ke tempat kejadian yang terletak di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara." ujar Atnike melalui keterangan langsung pada Kamis 18 Juli 2024.
Atnike secara lebih lanjut juga telah berkoorinasi dengan pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Denpom Kodam Bukit Barisan guna bersama-sama mengungkap penyelesaian kasus kematian Rico. Tak cukup sampai di situ, melalui keterangannya Komnas HAM juga telah melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai penguatan perlindungan terhadap korban dan saksi demi menjaga keamanan dan privasi mereka.
Di sisi lain, Eva Meilani Pasaribu selaku anak dari mendiang ayah yakni Rico juga telah meminta secara langsung sesuai laporannya ke Komnas HAM dan KPAI serta LPSK. Laporan itu juga dilayangkan bersama kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Direktur LBH Medan Irwan Sahputra mengatakan bahwa sejak 18 hari pasca insiden kebakaran terjadi, belum ada titik terang dari pihak kepolisian dalam pengusutan kasus kematian ayah Eva Meilani.
Â
Dari penjabaran keterangan yang didapat dari berbagai pihak di atas, kita mendapatkan suatu gambaran secara umum bahwa lagi-lagi ada yang tidak beres dari kinerja aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam pengusutan kasus kematian jurnali Rico tersebut. Tak adanya transparansi, koordinasi optimal, serta cenderung pasif justru semakin memperparah kusutnya penyelesaian kasus ini.Â
Saya juga melihat adanya ketidakterbukaan antara Kepolisian dan TNI dalam hal ini Denpom Kodam Bukit Barisan terkait pengungkapan kasus ini. Masalah ini justru dapat memperparah keruhnya penyelesaian kasus ini serta memperburuk citra aparat penegak hukum di mata masyarakat.Â
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa awal mula kasus ini terjadi akibat dari polemik panjang tulisan berita yang diunggah RIco beberapa waktu lalu terkait maraknya kasus judi yang terjadi di Tanah Karo yang dikatakannya adalah miliki dari salah satu oknum TNI. Keterlibatan prajurit TNI dalam kegiatan ilegal semacam perjudian nyatanya bukan barang baru yang kita jumpai di Indonesia.Â
Tak hanya tulisan Rico saja, berbagai media melalui para jurnalisnya juga telah menuliskan banyak perihat keterlibatan oknum dalam pengelolaan tempat haram tersebut. Akan tetapi, kasus pembunuhan yang menimpa Rico lah yang justru menjadi hal biadab yang perlu di selesaikan secara adil dan seberat-beratnya.Â
Kekejaman dan kebengisan yang dialami Rico dan keluarganya telah menambah panjang daftar kekerasan yang terjadi di Indonesia dengan melibatkan nama institusi penegak hukum yakni tentara. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan juga mencatat setidaknya dari oktober 2022 hingga September 2023 ada 74 kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil yang melibatkan Aggota TNI. Mulai dari intimidasi, penyiksaan, penculikan, kekerasan, penembakan, hingga kekerasan seksual.
Dari kasus Rico kita juga mengetahui yang sebenarnya bahwa di luar sana masih banyak anggota militer yang juga masih menjadi pelindung bisnis gelap seperti judi, perdagangan narkotika, prostitusi, dan pembalakan hutan. Keterlibatan militer juga menjadi bukti bahwa keamanan negara ini masih perlu ditanyakan terutama bagi kita masyarakat sipil yang harusnya dilindungi negara.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H