Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Mengenal Sifat Playing Victim dalam Suatu Hubungan

1 Juni 2024   21:00 Diperbarui: 1 Juni 2024   21:14 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dr. Farrell, seorang psikolog klinis, menyebutkan bahwa orang yang sering bermain sebagai korban mungkin memiliki masalah harga diri dan kepercayaan diri yang rendah. Mereka mungkin merasa tidak berdaya dan menggunakan peran korban sebagai mekanisme pertahanan untuk mendapatkan perhatian dan dukungan dari orang lain.

4) Dr. Guy Winch:

Dr. Winch, seorang psikolog dan penulis, menekankan bahwa sifat playing victim dapat merusak hubungan jangka panjang. Orang yang terus-menerus memposisikan diri sebagai korban dapat menyebabkan frustrasi dan kelelahan emosional bagi pasangannya, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kehancuran hubungan.

Memahami sifat playing victim dan dampaknya dalam hubungan adalah penting untuk menciptakan interaksi yang lebih sehat dan seimbang. Terapi dan konseling dapat membantu individu untuk mengenali dan mengubah pola perilaku ini, serta membangun keterampilan yang diperlukan untuk mengambil tanggung jawab atas perasaan dan tindakan mereka sendiri.

Sifat playing victim bisa muncul dalam diri seseorang karena berbagai alasan yang kompleks dan bervariasi, yang sering kali terkait dengan latar belakang psikologis, emosional, dan sosial. Beberapa penyebab umum dari sifat ini antara lain:

1. Pengalaman Masa Lalu

Trauma dan Kekerasan: Orang yang pernah mengalami trauma atau kekerasan mungkin mengembangkan sifat playing victim sebagai mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari rasa sakit emosional lebih lanjut.
Pengabaian dan Penolakan: Pengalaman masa kecil yang penuh dengan pengabaian atau penolakan bisa membuat seseorang merasa tidak berdaya dan rentan, sehingga mereka lebih mudah mengambil peran korban dalam situasi konflik.

2. Kebutuhan Emosional

Mencari Perhatian dan Simpati: Bermain sebagai korban bisa menjadi cara untuk mendapatkan perhatian, simpati, dan dukungan dari orang lain. Orang tersebut mungkin merasa tidak bisa mendapatkan perhatian dengan cara lain.
Menghindari Tanggung Jawab: Dengan memposisikan diri sebagai korban, seseorang bisa menghindari tanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan mereka, sehingga tidak perlu menghadapi konsekuensi atau kritik.

3. Pola Asuh dan Lingkungan Sosial

Lingkungan yang Tidak Mendukung: Tumbuh dalam lingkungan yang tidak mendukung atau penuh kritik bisa membuat seseorang merasa rendah diri dan tidak berdaya, sehingga lebih cenderung memposisikan diri sebagai korban.
Model Peran Negatif: Jika seseorang tumbuh dengan melihat model peran (seperti orang tua atau figur otoritas) yang sering bermain sebagai korban, mereka mungkin meniru perilaku ini dalam hubungan mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun