Pada awal abad ke-20, semangat nasionalisme mulai mempengaruhi media, terutama melalui pendirian surat kabar yang dimiliki oleh tokoh-tokoh nasionalis seperti Soetan Sjahrir dengan "Medan Prijaji". Namun, kebebasan pers pada masa itu masih terbatas dan sering kali disensor oleh pemerintah kolonial.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, pers memainkan peran penting dalam membangun identitas nasional dan menyebarkan gagasan-gagasan demokrasi. Meskipun demikian, periode awal kemerdekaan juga ditandai oleh ketegangan politik dan persaingan kekuasaan antar kelompok politik yang tercermin dalam media.
Selama masa Orde Lama dan Orde Baru, kebebasan pers sering kali dibatasi oleh pemerintah. Di bawah pemerintahan Soekarno, terjadi nasionalisasi media yang mengakibatkan media di bawah kendali negara. Sementara itu, pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, pers mengalami pengawasan ketat dan sensor dari pemerintah. Wartawan yang kritis sering kali menghadapi intimidasi, penangkapan, atau pembunuhan.
Perubahan besar terjadi pada tahun 1998 dengan jatuhnya rezim Orde Baru. Reformasi politik membawa angin segar bagi kebebasan pers. Undang-Undang Pers yang baru memberikan perlindungan lebih besar bagi wartawan dan media, serta menjamin kebebasan berekspresi. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai media baru dan suara-suara alternatif yang lebih kritis terhadap pemerintah dan elit politik.
Namun, kendati reformasi membawa harapan baru bagi kebebasan pers, tantangan tetap ada. Ketergantungan media pada kepentingan bisnis dan politik, serta ancaman terhadap keamanan dan keselamatan wartawan, tetap menjadi isu yang perlu diatasi. Perjalanan pers di Indonesia menjadi cerminan kompleksitas perubahan sosial dan politik dalam masyarakat, serta perjuangan yang terus-menerus untuk memperkuat demokrasi dan kebebasan berbicara.
C. Kisah Kelam Pembungkaman Pers yang Pernah Terjadi di Indonesia
Pembungkaman pers telah menjadi bagian tragis dari sejarah Indonesia, dengan beberapa kisah kelam yang mencerminkan tantangan terus-menerus terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Berikut beberapa kisah yang mencolok:
1) Pembunuhan Munir Said Thalib (2004):
Munir Said Thalib adalah seorang aktivis hak asasi manusia dan kritikus pemerintah yang terkenal. Pada tahun 2004, Munir meninggal di dalam pesawat saat dalam perjalanan ke Belanda. Penyelidikan kemudian menemukan bahwa dia telah diracuni dengan arsenik. Meskipun pelaku diidentifikasi, keadilan atas kematian Munir masih belum sepenuhnya terwujud. Pembunuhan Munir memperlihatkan betapa berbahayanya bagi wartawan dan aktivis yang berani mengkritik pemerintah atau kekuatan yang kuat di Indonesia.
2) Pembantaian Wartawan di Timor Timur (1975-1999):