Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sisi Kelam Pembungkaman Pers yang Pernah Terjadi Di Indonesia

30 Maret 2024   14:04 Diperbarui: 30 Maret 2024   14:04 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A. Masa Awal Berdirinya PERS di Indonesia

Perkembangan awal dan berdirinya pers di Indonesia menggambarkan perjalanan panjang menuju kebebasan berekspresi dalam masyarakat. Sebelum kemerdekaan, pers di Indonesia sudah ada dalam bentuk surat kabar yang umumnya dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda atau pemilik swasta yang mengadvokasi kepentingan politik dan ekonomi tertentu.

Pada awal abad ke-20, gerakan nasionalis mulai memperjuangkan kemerdekaan politik dan juga kebebasan pers. Pada tahun 1907, Soetan Sjahrir mendirikan "Medan Prijaji", yang menjadi salah satu koran pertama yang dimiliki orang Indonesia. Namun, pada masa itu, kebebasan pers masih terbatas dan pemerintah kolonial sering kali melakukan sensor dan penyensoran terhadap isi media yang dianggap mengganggu kepentingan mereka.

Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 membuka babak baru dalam sejarah pers. Di bawah Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945, kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Seiring dengan itu, berbagai surat kabar dan media massa bermunculan, mencerminkan keragaman pandangan dan kepentingan dalam masyarakat yang baru merdeka.

Namun, dalam perjalanannya, kebebasan pers sering kali dihadapkan pada tantangan. Pemerintah Orde Baru yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade mengendalikan dan membatasi ruang gerak pers. Sensor dan intimidasi terhadap wartawan yang kritis menjadi hal umum.

Pasca reformasi tahun 1998, kebebasan pers kembali mendapatkan momentum baru. Undang-Undang Pers yang baru memberikan lebih banyak perlindungan kepada wartawan dan media. Namun, tantangan seperti korupsi, kontrol politik, dan ancaman dari kepentingan bisnis tetap menghadang.

Dalam perjalanan panjang ini, pers di Indonesia telah menunjukkan ketahanan dan keteguhan dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan memainkan peran penting dalam menjaga akuntabilitas publik dan memperkaya demokrasi. Meskipun demikian, tantangan terus ada, dan upaya untuk memperkuat independensi pers dan menjaga kebebasannya tetap menjadi agenda krusial dalam membangun masyarakat yang demokratis dan beradab.

B. Masa Perjalanan Pers Sejak Masa Kolonial hingga Orde Reformasi

(www.kompas.com)
(www.kompas.com)

Perjalanan pers di Indonesia sejak era kolonial hingga Orde Reformasi adalah sebuah narasi yang mencerminkan transformasi politik, sosial, dan budaya yang terjadi dalam masyarakat. Pada masa kolonial, pers dimulai sebagai alat penyebaran informasi yang dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda atau pengusaha swasta yang berpihak pada kepentingan kolonial.

Pada awal abad ke-20, semangat nasionalisme mulai mempengaruhi media, terutama melalui pendirian surat kabar yang dimiliki oleh tokoh-tokoh nasionalis seperti Soetan Sjahrir dengan "Medan Prijaji". Namun, kebebasan pers pada masa itu masih terbatas dan sering kali disensor oleh pemerintah kolonial.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, pers memainkan peran penting dalam membangun identitas nasional dan menyebarkan gagasan-gagasan demokrasi. Meskipun demikian, periode awal kemerdekaan juga ditandai oleh ketegangan politik dan persaingan kekuasaan antar kelompok politik yang tercermin dalam media.

Selama masa Orde Lama dan Orde Baru, kebebasan pers sering kali dibatasi oleh pemerintah. Di bawah pemerintahan Soekarno, terjadi nasionalisasi media yang mengakibatkan media di bawah kendali negara. Sementara itu, pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, pers mengalami pengawasan ketat dan sensor dari pemerintah. Wartawan yang kritis sering kali menghadapi intimidasi, penangkapan, atau pembunuhan.

Perubahan besar terjadi pada tahun 1998 dengan jatuhnya rezim Orde Baru. Reformasi politik membawa angin segar bagi kebebasan pers. Undang-Undang Pers yang baru memberikan perlindungan lebih besar bagi wartawan dan media, serta menjamin kebebasan berekspresi. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai media baru dan suara-suara alternatif yang lebih kritis terhadap pemerintah dan elit politik.

Namun, kendati reformasi membawa harapan baru bagi kebebasan pers, tantangan tetap ada. Ketergantungan media pada kepentingan bisnis dan politik, serta ancaman terhadap keamanan dan keselamatan wartawan, tetap menjadi isu yang perlu diatasi. Perjalanan pers di Indonesia menjadi cerminan kompleksitas perubahan sosial dan politik dalam masyarakat, serta perjuangan yang terus-menerus untuk memperkuat demokrasi dan kebebasan berbicara.

C. Kisah Kelam Pembungkaman Pers yang Pernah Terjadi di Indonesia

(https://www.kompas.com)
(https://www.kompas.com)

Pembungkaman pers telah menjadi bagian tragis dari sejarah Indonesia, dengan beberapa kisah kelam yang mencerminkan tantangan terus-menerus terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Berikut beberapa kisah yang mencolok:

1) Pembunuhan Munir Said Thalib (2004):

Munir Said Thalib adalah seorang aktivis hak asasi manusia dan kritikus pemerintah yang terkenal. Pada tahun 2004, Munir meninggal di dalam pesawat saat dalam perjalanan ke Belanda. Penyelidikan kemudian menemukan bahwa dia telah diracuni dengan arsenik. Meskipun pelaku diidentifikasi, keadilan atas kematian Munir masih belum sepenuhnya terwujud. Pembunuhan Munir memperlihatkan betapa berbahayanya bagi wartawan dan aktivis yang berani mengkritik pemerintah atau kekuatan yang kuat di Indonesia.

2) Pembantaian Wartawan di Timor Timur (1975-1999):

Selama pendudukan Indonesia di Timor Timur (sekarang Timor Leste) dari tahun 1975 hingga 1999, wartawan sering kali menjadi sasaran intimidasi, penangkapan, atau bahkan pembunuhan oleh aparat keamanan Indonesia. Pembantaian dan penyiksaan terhadap wartawan Timor Timur, seperti Roger East pada tahun 1975, adalah contoh ekstrem dari pembungkaman pers di wilayah tersebut.

3) Penganiayaan Wartawan Paparazzi (1996):

Pada tahun 1996, wartawan-wartawan paparazzi yang sedang meliput kontroversi politik di Indonesia menjadi korban penganiayaan yang brutal. Mereka diserang oleh preman yang diduga bekerja atas perintah orang-orang berpengaruh yang tak senang dengan liputan media tentang skandal politik pada saat itu. Kejadian ini menggarisbawahi rentannya para wartawan yang melaporkan berita kontroversial di Indonesia.

4) Pembungkaman Media Independen pada Era Orde Baru:

Selama masa Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, banyak media independen dibungkam atau dikuasai oleh rezim. Surat kabar seperti "Tempo" dan "Detik" mengalami sensor dan penindasan. Beberapa wartawan yang berani melawan rezim bahkan ditahan atau mengalami penyiksaan. Pembungkaman ini membuktikan betapa sulitnya bagi media independen untuk bertahan di bawah tekanan rezim otoriter.

Kisah-kisah ini menjadi pengingat penting akan tantangan yang dihadapi oleh pers di Indonesia dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan menjaga independensinya. Meskipun telah ada perbaikan di era pasca-Reformasi, upaya untuk melindungi wartawan dan memastikan kebebasan pers tetap merupakan tugas yang belum selesai dalam membangun masyarakat yang demokratis dan beradab.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun