Generasi Sandwich, pernahkah kamu mendengar istilah tersebut? Jika mengganti frasa tersebut dengan yang lebih sederhana mungkin kita dapat menyebutnya dengan istilah "generasi kejepit". Istilah tersebut memiliki arti yakni suatu generasi yakni mereka yang lahir dalam rentan tahun 1993 hingga 1999 yang memiliki masalah tersendiri berkaitan dengan progresivitas masa depan dan pencapaian di masa depan. Secara umum, fenomena generasi sandwich kerap terjadi di sejumlah negara-negara berkembang.
 Tak terkecuali Indonesia, hal tersebit biasanya sering terjadi pada seorang anak dalam suatu keluarha, diman aia harus berusaha menghidupi  orang tua, memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, dan juga anak-anaknya dalam waktu  bersamaan. Ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tekaan psikis dan mental kerap memicu gangguan fisik seperti penyakit.
Generasi sandwich menurut beberapa orang juga diartikan sebagai sebuah hal yang lumrah yang mana itu menunjukkan suatu bakti anak kepada orang tua dan keluarganya. Namun kenyataannya, orang yang kerap terjebak dalam situasi ini  justru dapat mengalami tekanan yang tak biasa. Padalah, dengan sejumlah langkah yang efektif dilakukan sejak dini, kita yang termasuk dalam generasi sandwich dapat mencegah terjadinya dampak buruk akibat fenomena generasi sandwich tersebut.
Generasi sandiwch itu apa sih?
Melansir dari sebuah studi yang pernah dilakukan oleh Dorothy A. Miller pada tahun 1981 dalam buku Social Work,  dalam buku tersebut disebutkan bahwa generasi sandwich adalah sebuah fenomena di mana seseorang harus menghidupi tiga generasi keluarganya yang terdiri dari orang tua, dirinya sendiri, dan anaknya. Fenomena ini juga ia analogikan sebagai sebuah sajian roti sandwichm di mana orang tua dan anak dianggap sebagai roti lapisan  atas dan roti lapisan bawah, sedangkan seorang anak akan terjebak dalam fenomena ini diibaratkan sebagai sebuah daging atau isi dari roti sandwich itu sendiri yang terhimpit di tengan-tengah roti.
Merujuk pada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 lalu, ada sekitar 77,82% keluarga yang ditopang oleh anggota keluarga yang bekerja, dan hanya sekitar tak lebih dari 7% Â yang mampu menghidupi dirinya sendiri lewat uang pensiun maupun hasil dari investasi yang dimiliki.
Dan yang lebih mencengangkan, lebih dari 50% lansia tinggal bersama anak, menantu, hingga cucunya dalam satu rumah yang sama. Hanya sekitar 20% saja lansia yang tinggal bersama pasangannya, sementara 9% memilih untuk hidup sendiri karena berbagai faktor.Â
Lantas, apa dampak yang sebenarnya akan muncul dari fenomena generasi sandwich tersebut? Benarkah hal tersebut dapat menghambat produktivitas seseorang hingga berdampak pada terganggunya mental dan psikisnya? Berikut pemaparannya.
Generasi sandwich merujuk pada kelompok orang yang berada di antara dua generasi, yaitu mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap kedua orang tua mereka dan anak-anak mereka sendiri. Dampak negatif yang mungkin timbul akibat peran ganda ini dapat melibatkan sejumlah aspek dalam kehidupan mereka. Beberapa dampak negatif yang mungkin dialami generasi sandwich melibatkan:
Tekanan Emosional dan Mental:
Generasi sandwich mungkin mengalami tekanan emosional dan mental yang tinggi karena mereka diharapkan untuk memenuhi kebutuhan baik orang tua mereka yang lebih tua maupun anak-anak mereka yang lebih muda. Ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan kelelahan.
Waktu dan Energi Terbagi:
Memiliki tanggung jawab terhadap dua generasi bisa membuat waktu dan energi terbagi secara signifikan. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk merawat diri sendiri, mengejar kepentingan pribadi, atau bahkan berkembang secara profesional.
Kesulitan dalam Pencapaian Karir:
Generasi sandwich mungkin menghadapi kesulitan dalam mencapai tujuan karir mereka karena peran ganda mereka sebagai penyokong keluarga yang lebih tua dan juga sebagai orang tua. Kesulitan ini dapat muncul karena keterbatasan waktu dan energi yang dapat mereka alokasikan untuk pencapaian profesional.
Tuntutan Finansial:
Memenuhi kebutuhan dua generasi dapat menyebabkan beban finansial yang lebih tinggi, terutama jika perawatan kesehatan orang tua diperlukan. Ini dapat mempengaruhi stabilitas keuangan mereka dan menyulitkan mereka untuk menabung atau berinvestasi untuk masa depan.
Konflik Peran:
Generasi sandwich dapat mengalami konflik peran antara tuntutan keluarga dan tanggung jawab profesional. Ini dapat menimbulkan rasa bersalah atau perasaan tidak puas terhadap kinerja mereka dalam kedua peran tersebut.
Isolasi Sosial:
Karena keterbatasan waktu, generasi sandwich mungkin mengalami isolasi sosial. Mereka mungkin kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan sosial atau menjaga hubungan interpersonal dengan teman dan keluarga yang tidak tinggal bersama.
Penting untuk dicatat bahwa dampak ini tidak dialami secara seragam oleh semua individu generasi sandwich. Beberapa orang mungkin berhasil mengatasi tantangan ini dengan dukungan yang tepat dan keseimbangan yang baik antara tuntutan keluarga dan kehidupan pribadi mereka. Faktor seperti dukungan sosial, sumber daya finansial, dan ketangguhan individu dapat memainkan peran penting dalam mengelola dampak negatif tersebut.
Beberapa Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Mengatasi Dampak dari Fenomena Generasi Sandwich
Buat Rencana dan Prioritaskan:
Identifikasi prioritas dan buatlah rencana yang terorganisir. Tetapkan waktu khusus untuk pekerjaan, keluarga, dan diri sendiri. Prioritaskan tugas dan fokus pada hal-hal yang paling penting.
Dekat dengan Dukungan Sosial:
Jangan ragu untuk meminta dan menerima dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas. Berbagi tanggung jawab dengan anggota keluarga lainnya dan membangun jaringan dukungan dapat membantu mengurangi beban.
Komunikasi Terbuka:
Komunikasi yang jujur dan terbuka dengan semua anggota keluarga adalah kunci. Diskusikan harapan, batasan, dan kebutuhan bersama-sama. Komunikasi yang baik dapat mengurangi potensi konflik dan memastikan pemahaman bersama.
Manfaatkan Sumber Daya Eksternal:
Cari dukungan profesional atau sumber daya luar, seperti layanan perawatan kesehatan, penasihat keuangan, atau organisasi kesejahteraan sosial. Mereka dapat memberikan bantuan dan saran yang dapat mengurangi tekanan.
Pegang Kendali atas Kesehatan dan Kesejahteraan Pribadi:
Penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Tetapkan waktu untuk istirahat, olahraga, dan aktivitas yang menyenangkan. Memelihara kesejahteraan pribadi akan membantu Anda menjadi lebih tahan terhadap stres.
Delegasikan Tugas:
Belajar untuk mendelegerkan tugas kepada anggota keluarga lainnya atau bahkan mempertimbangkan bantuan profesional jika memungkinkan. Tidak perlu menjalani semuanya sendiri.
Rencanakan Masa Depan:
Diskusikan dan buat rencana untuk masa depan dengan anggota keluarga. Ini dapat melibatkan perencanaan keuangan, perawatan jangka panjang, atau keputusan penting lainnya yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian.
Perhatikan Diri Sendiri:
Jangan lupakan kebutuhan dan aspirasi pribadi. Tetapkan batasan dan lakukan aktivitas yang memberikan kebahagiaan dan pemenuhan pribadi.
Pelajari dan Tingkatkan Keterampilan Manajemen Waktu:
Keterampilan manajemen waktu yang baik sangat penting. Pelajari cara mengatur waktu dengan efisien, mengidentifikasi prioritas, dan menghindari penundaan.
Berikan Ruang untuk Kesalahan:
Ingatlah bahwa tidak ada yang sempurna, dan terkadang kesalahan akan terjadi. Berikan diri Anda ruang untuk berkembang dan belajar dari pengalaman.
Mengatasi masalah generasi sandwich melibatkan keseimbangan dan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam keluarga dan kehidupan pribadi. Strategi ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih seimbang dan mendukung bagi individu yang menghadapi peran ganda ini.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H