Hal-hal unik kembali terjadi menjelang diadakannya pesta akbar pemilihan umum presiden Republik Indonesia pda 2024 mendatang. Kali ini datang dari sang Presiden Joko Widodo yang secara terbuka mengadakan pertemuan santai dengan tiga pasang calon presiden yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.Â
Pertemuan yang diadakan di Istana Merdeka pada 30 Oktober 2023 lalu. Memenuhi undangan pak Presiden, ketiga orang calon presiden terpilih tersebut kompak mengenakan pakaian kemeja motif batik dengan style dan pembawaan masing-masing. Jika melihat secara tampak mata, pertemuan yang diadakan oleh bapak Presiden Jokowi dengan para kontestan pilpres tersebut tak lain ingin memberitahukan bahwa posisi Jokowi saat pilpres nanti adalah netral.
Netral yang dimaksud di sini adalah bahwa Jokowi tetap tak memihak salah satu paslon dengan tetap mengundang ketiga-tiganya walau ada sang anak yang jugaa ikut serta sebagai salah satu kontestan pilpres pada 2024 mendatang yakni sebagai calon wakil presiden Bapak Prabowo Subianto. Selain itu, ada pula hal kontroversi yang masih tersimpan di balik kata netral yang muncul pasca pertemuan Joko Widodo pasca mengundang makan para kontestan pilpres tersebut.
Hal tersebut tak lain yakni kontroversi dari putusan MK yang justru memberikan kesempatan bagi sang anak yakni Gibran untuk ikut serta mencalonkan diri sebagai wakil presiden republik Indonesia mendampingi Bapak Prabowo Subianto. Sebagai masyarakat awam tentu hal tersebut adalah yang baru bagi rekam jejak prpolitika Indonesia saat ini.Â
Bahwasannya di tengah kisruh politik dinasti yang banyak ditemukan praktiknya di beberapa daerah di Indonesia saat ini. Justru, muncuk kebijakan baru yang memperbolehkan Gibran maju sebagai calon wakil presiden pada pilpres 2024 mendatang. Namun, ada harapan juga dari pencalonan tersebut. Salah satunya adalah partisipasi dan peran serta keterlibatan generasi muda yang punya hak untuk membangun peradaban bangsa dan negara dari bidang pemerintahan dan negara.Â
Lantas, apakah politik meja makan yang dilakukan oleh Jokowi beberapa waktu lalu hanya terjadi di Indonesia saja? Apakah di negara lain juga pernah terjadi sampai saat ini?
Sejarah politik meja makan merujuk pada praktik negosiasi politik yang terjadi di antara pemimpin-pemimpin atau negosiator-negosiator di meja makan atau suasana santai sejenisnya. Beberapa pertemuan politik penting sepanjang sejarah telah terjadi di meja makan, tempat di mana keputusan-keputusan penting kadang-kadang diambil dalam suasana yang lebih informal dan santai. Berikut adalah beberapa contoh terkenal dari sejarah politik meja makan di dunia:
Konferensi Meja Makan Potsdam (1945): Setelah berakhirnya Perang Dunia II, pemimpin-pemimpin dunia, termasuk Winston Churchill dari Inggris, Harry S. Truman dari Amerika Serikat, dan Josef Stalin dari Uni Soviet, bertemu di Konferensi Potsdam. Beberapa pertemuan dan pembicaraan penting terjadi di sekitar meja makan selama konferensi ini.
Konferensi Meja Makan Yalta (1945): Sebelum Konferensi Potsdam, pemimpin-pemimpin sekutu, termasuk Franklin D. Roosevelt dari Amerika Serikat, Winston Churchill dari Inggris, dan Josef Stalin dari Uni Soviet, bertemu di Yalta, Krimea. Mereka membahas rencana untuk pembagian pasca perang Eropa dan Asia.
Pertemuan Antar-Korea di Meja Makan Damai (2018): Pada tahun 2018, pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, dan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, bertemu di Gedung Perdamaian, yang berada di Zona Demiliterisasi Korea. Pertemuan ini bertujuan untuk meredakan ketegangan dan meningkatkan hubungan antara kedua Korea.
Pembicaraan Perdamaian Israel-Palestina (berbagai kali): Sejumlah pertemuan negosiasi antara Israel dan Palestina telah terjadi di meja makan dalam upaya mencapai kesepakatan perdamaian yang berkelanjutan dan mengakhiri konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut.
Konferensi Meja Makan Versailles (1919): Setelah Perang Dunia I, pemimpin-pemimpin dari berbagai negara bertemu di Versailles, Prancis, untuk merumuskan Perjanjian Versailles. Meskipun sebagian besar negosiasi terjadi di dalam ruang konferensi, ada juga momen di mana para pemimpin bertemu untuk makan bersama dan membahas ketentuan-ketentuan perjanjian tersebut.
Ini hanya beberapa contoh dari sejarah politik meja makan di dunia. Pertemuan-pertemuan semacam itu sering kali memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan dan penyelesaian konflik di tingkat internasional.
Dalam kesimpulan, praktik politik meja makan telah menjadi bagian integral dari sejarah diplomasi dunia. Pertemuan-pertemuan informal di sekitar meja makan sering kali memberikan kesempatan bagi pemimpin-pemimpin dan negosiator-negosiator untuk membangun hubungan personal, mengurangi ketegangan, dan merintis jalan menuju perdamaian atau kesepakatan politik yang penting. Meskipun suasana santai, pertemuan-pertemuan ini tidak boleh dianggap remeh, karena seringkali keputusan-keputusan penting yang memengaruhi nasib negara-negara dan rakyat mereka dibuat di tengah obrolan santai ini.Â
Politik meja makan menyoroti pentingnya komunikasi interpersonal, empati, dan diplomasi dalam menyelesaikan konflik dan membangun kerjasama antarbangsa. Oleh karena itu, sejarah politik meja makan mencerminkan kompleksitas dan dinamika dari tata hubungan internasional, di mana baik keputusan rasional maupun elemen-elemen emosional dan manusiawi berperan dalam membentuk dunia politik kita saat ini.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H