Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Feminisme: Peran Heroik Perempuan dalam Membangun Peradaban Bangsa Indonesia

27 Oktober 2023   15:00 Diperbarui: 27 Oktober 2023   15:08 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://news.unair.ac.id/2020/04/22/pengetahuan-dan-peran-pemimpin-perempuan-lokal-dalam-mengakhiri-praktek-pernikahan-dini/?lang=id)

"Hak asasi manusia adalah hak perempuan dan hak perempuan adalah asasi manusia, untuk selamanya". Hillary Clinton

Sejak  masa memperjuangan kemerdekaan Indonesia atau tepatnya pada era kolonialisme bangsa Barat di Indonesia tentu kita kerap membaca dan menemukan berbagai permasalahan pelik dan rumit yang dialami masyarakat Indonesia yang hidup di zaman itu. Mulai dari perbudakan, diskriminasi sosial, agresi senjata, sengketa wilayah yang berujung pada peperangan dan pembantaian warga masyarakat lokal, permasalahan ekonomi, disintegrasi suatu wilayah, hingga pada isu penindasan terhadap kaum perempuan telah menjadi sebuah catatan kelam dari perjalanan panjang negara Indonesia dalam cita-cita menjadi bangsa yang merdeka.

Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, telah lahir para tokoh perempuan yang rela berjuang selama masa hidupnya demi kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus berjuang untuk melindungi dan menjaga hak-hak hidup perempuan sebagai bagian penting dari masyarakat Indonesia.

Nama-nama seperti Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara pada 21 April 1879 adalah salah satu bukti bahwa Indonesia pernah memiliki seorang pionir, pejuang, serta pahlawan perempuan yang rela mempertaruhkan hidupnya untuk memperjuangkan kesetaraan hak antara perempuan dengan laki-laki khususnya di era pemerintahan kolonial. Selain itu, jangan lupakan sosok para tokoh perempuan tangguh lainnya  sekaligus pahlawan bangsa dan negara macam Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Dewi Sartika, Fatmawati, Ruhana Kuddus, RA Kardinah, Rukmini, dan masih banyak lagi.

Mereka adalah wujud dari perjuangan para kaum perempuan dalam mewujudkan misi Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Baik merdeka dari jajahan bangsa Barat, serta merdeka dalam hal kehidupan sosial, ekonomi, akses pendidikan layak, kesetaraan gender, hingga merdeka dalam hal berperan membangun jalannya sistem pemerintahan di Indonesia.

Sejarawan Reggie Baay (2010) dalam buku berbahasa Indonesia dengan judul Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, mengungkapkan secara detail tentang sejarah pergundikan yang berlangsung hampir sepanjang masa pendudukan Belanda di Indonesia. Dalam buku tersebut, Baay menuliskan bahwasannya pergundikan berawal pada saat dimulainya kolonisme itu sendiri yaitu pada abad ke-16/awal  hingga abad ke-17 saat negara-negara di Asia salah satunya Indonesia kedatangan rombongan dagang Eropa, termasuk di dalamnya rombongan dagang Belanda yang datang dengan nama Koloni Nederlands-Indie (Hindia Belanda). Rombongan yang datang pada saat itu, didominasi oleh para laki-laki dan hanya sedikit perempuan yang ikut pada saat itu.

Jadi jika kita mencoba memahami tentang proses awal datangnya bangsa Eropa ke Indonesia serta mencoba memelajari dan mengkaji tentang tujuan Bangsa Eropa datang ke Indonesia tentu tak hanya sekedar berdagang dan mencoba menguras habis kekayaan alam negara Indonesia, namun mereka juga menjalankan berbagai  misi termasuk keinginan untuk menguasai Indonesia secara menyeluruh, menanamkan ideologi barat di Indonesia, mengatur dan ikut serta dalam membangun bidang pendidikan, mengatur jalannya perputaran kehidupan masyarakat, hingga sampai pada perbuatan yang tidak manusiawi seperti melakukan perbudakan dan menerapkan sistem kerja paksa bagi para masyarakat lokal.

Selain itu, para perempuan yang hidup pada saat itu dengan sebutan perempuan gundik atau disebut juga nyai memasuki dunia pergundikan melalui banyak cara, di antaranya ada yang melalui paksaan, bahkan sengaja  dijual oleh orang tuanya sendiri demi sejumlah uang. Tokoh Sanikem atau Nyai Ontosoroh yang secara tersurat dituliskan dalam sajian novel Pramoedya Ananta Toer berjudul Bumi Manusia adalah salah satunya. Bahkan sebutan gundik telah dijadikan sebagai stigma yang mengacu pada terminologi "gundik" dengan konotasi yang cenderung negatif. Permasalahan tentang isu rasialisme, penindasan gender, perampasan hak hidup, penindasan kelas hidup, dan permasalahan lainnya muncul karena pada saat itu sistem patriarki atau kuasa dipegang sepenuhnya oleh para laki-laki.

Lalu setelah 76 tahun usia negara Indonesia dalam proses menuju bangsa yang lebih merdeka dalam berbagai aspek baik ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Sampai sejauh mana peran perempuan dalam keikutsertaannya membangun bangsa dan negara menjadi bangsa Indonesia seperti yang kita lihat saat ini?

Bidang Ekonomi

Berdasarkan rilis data  dari Kemenkeu pda tahun 2021, peranan perempuan dalam sektor perekonomian semakin signifikan. Pada sektor UMKM, 53,76%-nya dimiliki oleh perempuan, dengan 97% karyawannya didominasi oleh perempuan, dan kontribusi dalam perekonomian sebesar 61%. Di bidang investasi, kontribusi perempuan mencapai 60%.

Bahkan data tersebut diperkuat dengan pernyataan Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada saat menjadi pembicara utama pada Seminar Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah pada tahun 2021 November 2021 lalu, ia menyampaikan bahwa,

Hal tersebut menggambarkan bahwa literasi dan kapasitas perempuan untuk berpikir cerdas, mengamankan dana untuk keluarga, dan menginvestasikan di bidang produktif sangat potensial dan nyata. Jadi  tidak dipertanyakan lagi  bahwa perempuan tidak hanya memiliki potensi tapi secara aktual mampu berkontribusi.

Jelas dapat kita pahami, bahwa selama ini khususnya ketika Indonesia sedang mengalami proses bangkit dalam penataan kembali sektor perekonomian ke arah yang lebih baik tentu peran perempuan memiliki andil besar dalam membantu pemerintah dalam menyukseskan pemulihan ekonomi Indonesia  pasca pandemi.

Sektor Pemerintahan

Peran perempuan dalam pembangunan sektor birokrasi dan pemerintahan terutama setelah era orde baru berakhir hingga saat ini telah begitu masif dan sangat berdampak positif bagi bangsa dan negara. Dimulainya kepemimpinan presiden perempuan pertama di Indonesia era reformasi yakni Ibu Megawati Soekarno Putri yang berhasil terpilih menjadi presiden Republik Indonesia ke-5 pada periode 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004. Setelah itu, peran perempuan semakin diperhitungkan di seluruh penjuru tanah air.

Banyak para perempuan hebat ikut  terjun dalam dunia perpolitikkan. Ada yang menjadi kepala daerah seperti wali kota macam Tri Rismaharini  yang berhasil menjabat sebagai wali kota Surabaya selama dua periode terhitung  sejak 28 September 2010 hingga 28 Oktober 2015 (periode pertama) dan 17 Februari 2016 hingga 23 Desember 2020 (periode kedua). Bahkan prestasi Tri Rismaharini tak perlu diragukan lagi ia tercatat sebagai perempuan pertama yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya sepanjang sejarah. Namanya kian harum setelah berulang kali masuk dalam daftar pemimpin terbaik dunia.

Selain Tri Rismaharini, Indonesia juga punya perempuan hebat yang mampu mencatatkan prestasi gemilang baik di kancah nasional maupun internasional. Salah satunya Sri Mulyani yang tercatat sebagai Menteri Keuangan Indonesia ke-26 Indonesia dan pernah menjabat sebaga Direktur Pelaksana Bank Dunia pada 1 Juni 2010 hingga 27 Juli 2016.

Sektor Pendidikan

Peran perempuan dalam menyukseskan sektor pendidikan tak perlu diragukan lagi. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia setidaknya hingga tahun 2023 melalui databoks, jumlah guru perempuan di Indonesia mencapai angka 2,36 juta orang atau jika dipresentasikan mencapai 70,84%. Jumlah tersebut jauh timpang dengan presentase jumlah guru laki-laki yang hanya 972,05 ribu orang atau hanya 29,16% saja. Ini menjukkan bahwa peran perempuan dalam mengelola dan mengembangkan keberlangsungan sektor pendidikan sangat dominan. Kita tak menampik bahwa peran guru perempuan menjadi pelengkap dari perang mereka sebagian besar yang menjadi Ibu bagi anak-anaknya di rumah.

Jika mengacu pada realita yang terjadi saat ini. Peran perempuan dalam membangun peradaban bangsa khususnya di Indonesia sangatlah vital. Itu ditunjukkan dari banyak bidang yang saat ini mulai banyak didominasi oleh kaum perempuan. Mulai dari pemerintahan, ekonomi, sosial, pangan, hingga sektor pendidikan. Ini harus dijaga dan perlu ada perlindungan dari negara terhadap peran serta perempuan agar tujuan untuk dapat menciptakan negara yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat mampu berjalan selaras dengan kesetaraan dan keadilan gender.


#SalamLiterasi

#SalamFeminisme

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun