Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lingkungan Kerja "Toxic", Bagaimana Mengenalinya?

5 Maret 2023   09:00 Diperbarui: 5 Maret 2023   08:58 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://benefitsapp.id/halo/benefits-tips/lingkungan-kerja)

Dunia kerja memang menawarkan banyak hal unik yang lebih luas cakupannya dibandingkan dengan dunia perkuliahan. Sebagian dari kita yang sudah mendapatkan pengalaman kerja di atas lebih dari 2 tahun tentu merasakan betapa kompleksnya permasalahan yang muncul dalam dunia kerja. 

Mulai dari bullying, beban kerja yang overload, kesejahteraan, perbudakan, pelecehan, diskriminatif sosial dan masih banyak lagi. Permasalahan tersebut yang dapat berpengaruh pada karir pekerjaan seseorang. Sebelum kita membahas lebih jauh tentang arah permasalahan dari artikel ini mari kita mengenali terlebih dahulu hal substansial apa yang terkandung dalam lingkungan pekerjaan. 

Dunia kerja sendiri memiliki suatu pengertian yakni sebuah tempat di mana berbagai komunitas atau sekumpulan orang berkumpul membentuk sebuah cyrcle yang bertujuan melakukan aktivitas kerja serta mencapai sebuah tujua-tujuan tertentu mulai dari kemandirian finansial, prestasi kerja, kinerja terbaik, dan lain sebagainya. 

Menurut hemat penulis, lingkungan kerja merupakan sebuah wadah yang dibuat untuk menciptakan komunitas atau sekumpulan masyarakat tertentu yang ingin berkembang dari sisi kualitas diri meliputi kompetensi, keahlian atau keterampilan atau tempat mencari sumber rezeki sesuai dengan beban kerja yang menyertainya. 

Maka dari itu untuk dapat menyelesaikan pekerjaan harus menunut seorang pegawai, karyawan atau bahkan pekerja bersikap profesional. Akan tetapi, profesional dalam artian luas justru menemukan banyak penghambat. Penghambat tersebut bisa saja hadir dari faktor internal lingkungan pekerjaan, maupun faktor eksternal. 

Masalah yang mungkin saja muncul dalam lingkungan pekerjaan juga bisa datang dari dalam diri sendiri, rekan kerja, lawan atau mitra, maupun pemimpin perusahaan atau lembaga itu sendiri. Hal yang akan dibahas adalah munculnya fenomena lingkungan kerja "toxic" yang akrab dalam kehidupan masyarakat.

Lantas, apa yang dimaksud dengan lingkungan kerja toxic?

Lingkungan kerja toxic dapat didefinisikan sebagai bentuk pekerjaan apapun di mana atmosfer, orang-orang, tasklist, atau kombinasi dari hal-hal tersebut dapat memengaruhi kinerja maupun dapat menyebabkan gangguan serius di kehidupan kita sehari-hari. Gangguan ini dapat muncul dalam ragam bentuk, mulai dari gejala fisik hingga terganggunya kesehatan mental.

Sekarang coba sama-sama kita berdiri di depan cermin dan bertanya pada diri sendiri, sudah teratur kah jam tidur kita dalam waktu sehari? Apakah pola makan kita sudah teratur? Apakah kinerja kita selama ini baik? atau bagaimanakah dengan cyrcle pekerjaan kita apakah selalu suportif dan kompetitif atau justru menghancurkan dan menjenuhkan?
Bisa saja segala hal tadi yang kita tanyakan menjadi sebab munculnya lingkungan toxic dalam lingkungan pekerjaan kita. Lantas apa saja kah contoh perilaku toxic dalam lingkup pekerjaan? Berikut ulasannya.

Terdapat 3 jenis lingkungan kerja atau budaya kerja toxic yang perlu kita pahami yakni:

1. Hustle Culture

Jenis budaya ini tentu paling banyak terjadi di lingkungan atau tempat kerja kita apapun jenis profesinya. Biasanya jenis budaya  kerja negatif ini menuntur adanya istilah "memberi=menerima" atau lebih parahnya sampai melupakan yang namanya kesehatan diri baik mental maupun fisik. Beberapa contoh perilakunya yakni 

  • Eksploitasi pekerjaan berlebihan

Seorang pekerja dituntut untuk mampu menyelesaikan pekerjaan apapun, bahkan tak jarang sebagian dari kita yang terjebak dalam situasi tersebut diharuskan untuk dapat menjadi pekerja yang multitalent apapun alasannya. Alhasil, tenaga dan pikiran seringkali digerus dan dihabiskan untuk mengerjakan hal-hal yang bukan ranah kita dalam bekerja. Akibatnya, masalah kesehatan hingga gangguan mental kerap melanda dan tak jarang banyak yang mengalami stress.

  • Kerja, Bekerja, dan Dikerjain

Bagaimana perasaan anda jika bekerja penuh waktu namun tanpa ada bayaran sebagai wujud dari rasa ucapan terima kasih atas hasil pekerjaan yang sudah kita selesaikan? Tentu sebagian dari kita akan merasakan ketidaknyamanan dalam diri. Nah itulah yang sering terjadi di banyak tempat kerja. Bekerja tanpa dibayar seakan menjadi hal lumrah. Memang dalam satu keadaan jika itu menyangkut tanggung jawab kita harus mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai target tanpa mengharap imbalan, jika itu beban tambahan wajar atau tidak jika tak ada apresiasi sedikitpun?

  • Tidak ada Work-life Balance

Ketidakadaan keseimbangan antara sikap kerja dalam tim atau kelompok tentu menjadi masalah tersendiri yang muncul dalam dunia kerja. Ketika yang satu hanya bekerja modal mulut dan yang satu hanya modal perintah tanpa pernah mencontohkan tentu tak selamanya hasil pekerjaan akan baik. Maka dari itu, perlunya kerja tim adalah faktor krusial demi terwujudnya kinerja yang berkualitas baik sebagai tim maupun individu.

2. Authoritative Culture

Kekuasaan dan kontrol merupakan aspek utama dalam lingkungan kerja toxic satu ini. Jenis budaya kerja ini biasanya dipengaruhi oleh struktur atau hierarki tertentu dalam oraganisasi kerja. Mudahnya begini, mereka yang berada di posisi atas akan senantiasa mudah untuk menindas dan mengambing hitamkan mereka para pekerja yang memiliki posisi rendah. Beberapa perilakunya antara lain:

  • Yes man

Tak salah menjadi orang yang selalu ya dan menyenangkan hati orang lain. Namun, kita perlu sadar atas kapasitas dan kemampuan diri. Jangan mempersulit diri dengan ego kita sendiri. Maka dari itu, jika ada ide dari atasan atau sesama rekan kerja. Perlu kiranya bagi kita untuk berdiskusi dan mengkaji sebelum mengeksekusinya.

  • Diktator

Ini menjadi salah satu sifat dari seorang pemimpin. Menyuruh tanpa memberikan contoh atau bahkan sekedar mengajarkan adalah masalah besar dari munculnya lingkungan kerja toxic. Belum lagi, sifak perfeksionis dan idealis menambah lengkap mereka yang bekerja di bawah kediktatoran seorang pemimpin.

  • Bullying dan Diskriminasi

Saya kerap berpikir bahwa perundungan dan diskriminasi hanya berlaku di luar lingkungan pekerjaan. Namun ternyata itu salah, diskirminasi dan bullying seakan menjadi masalah lumrah yang dialami seseorang. Pembullyian dan diskriminasi fisik, status, jabatan, latar belakang keluarga, hingga ekonomi adalah hal berbahaya yang membuat budaya toxic semakin tumbuh subur di lingkungan kerja.

  • Disalahkan setelah dipakai

Dalam teamwork tentu evaluasi selalu diperlukan demi mengetahui apasih yang membuat suatu pekerjaan bisa gagal atau tidak berjalan sesuai harapan. Namun, apa jadinya jika seorang pekerja senantiasa selalu disalahkan padahal ia hanya menjalankan perintah atasan? Maka dari itu, perlunya memahami kualitas diri dan menurunkan sikap egoisme dan idealis dapat menjadi faktor penentu agar kita tak selalu menyalahkan orang lain.

  • Ide tak pernah diterima

Banyak kasus di lingkungan pekerjaan dimana pendapat bawahan sering tak pernah diterima. Jika itu sudah terjadi, sudah dapat dipastikan lingkungan pekerjaan tentu tak akan sehat. Kita tak akan bisa berkembang dan kinerja tak akan pernah baik dari sisi apapun di mata pemimpin. Maka dari itu, menjaga kualitas komunikasi dengan saling mendengarkan pendapat menjadi hal yang patut dipertimbangkan.

3. Clique Culture

Dalam jenis lingkungan pekerjaan berikut ini, terdapat grup atau kelompok pekerjaan tertentu yang dianggap paling dominan dan berpengaruh. Jika salah seorang anggota tak sepaham atau berbeda dari karakteristik, visi maupun misi tentu ia dapat dikeluarkan kapan saja. Lantas apa saja perilakunya?

  • Bullying antar pekerja

Masalah ini kerap muncul sebagai akibat dari kekurangan yang tak pernah diterima oleh rekan kerja antara satu sama lain. Akibatnya, bullying fisik maupun status akan menjadi masalah serius yang menghambat karir seseorang.

  • Gibah, Fitnah, hingga Gosip tumbuh subur sana-sini

Menceritakan keburukan antar rekan kerja seakan menjadi masalah sepele yang tak bisa dianggap remeh dalam lingkungan kerja. Diskirminasi, fitnah, bullying verbal, hingga menceritakan aib seseorang di depan umum seakan menjadi hal wajib untuk dilakukan. Imbasnya, seseorang dapat rusak nama baiknya dan karakteristiknya bahkan lebih dari itu akan berdampak buruk pada psikologi serta kinerjanya.

  • Solidaritas dan kepedulian semakin menurun

Akibat dari lingkungan pekerjaan yang sudah berkubu-buku, maka akan berdampak pada menurunnya kualitas solidaritas dan kepedulian antar sesama. Mereka hanya akan peduli pada kubunya saja jika ada kesulitan begitu seterusnya. 

Itulah beberapa hal menatik terkait dengan lingkungan kerja toxic. Mari kita terus menjaga sikap kerja dan profesional dengan berkompetisi secara sehat dan suportif tanpa harus menjatuhkan orang lain.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun