Tak kalah pintar, orang Belanda membuat kain batik dengan ornamen tumbuhan dan bunga dengan warna cerah. Sedangkan bajunya, mereka mengenakan kebaya encing yang merupakan perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa berhiaskan sulaman dan bordir khas Eropa. Alhasil terciptalah budaya baru perpaduan Tionghoa, Jawa, dan Eropa.
Selanjutnya kami memasuki lorong untuk menuju ke Sasana Sekar Bawana. Sebuah arca Ganesha menyapa kami. Dalam agama Hindu, Ganesha merupakan Dewa Ilmu Pengetahuan yang berkepala gajah. Dilanjutkan dengan arca mahakala yang membawa gada. Mereka merupakan perwujudan dari penjaga tempat. Mirip dengan arca Dwarapala, tapi dengan ukuran lebih kecil dan tidak buncit.
Terdapat makna yang berbeda pada posisi gada (pentungan) yang dibawanya. Jika gada mengarah ke bawah, tandanya kita boleh masuk ke dalam area dengan bebas. Namun, jika gada di bahu, kita harus meminta izin sebelum masuk ke area tersebut. Berikutnya arca Agastya dan Dewi Kwan Im dengan bagian tubuh yang tidak lagi komplit berdiri tegak di sepanjang lorong.
Sasana Sekar Bawana
Sasana Sekar Bawana berisi lukisan-lukisan replika milik Keraton Yogyakarta. Salah satu lukisan menggambarkan lukisan Putri Diana dengan Pangeran Charles yang berkunjung ke Yogyakarta pada tahun 1992. Di sebelahnya duduk Sultan Hamengkubuwono X dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Mereka mengenakan batik parang gurdo yang menyimbolkan kekuasaan. Batik motif ini hanya boleh dipakai oleh raja dan ratu.
Pada kedua ujung galeri terdapat patung wanita mengenakan pakaian pengantin lengkap. Di ujung satu merupakan penggambaran budaya Surakarta. Sementara sisi lain menampilkan budaya Yogyakarta. Perbedaan yang mencolok terlihat pada hiasan sunduk mentul yang disematkan di rambutnya.
"Kalau di Surakarta (sunduk mentul) berjumlah lebih dari 5. Sedangkan Jogja kurang dari 5," tutur Mbak Juni.
Ia juga menjelaskan setiap makna pada pakaian, hiasan hingga riasan pengantin. Mendengarkan penjelasannya, saya terkagum-kagum. Terlihat bahwa orang dulu sangat filosofis dan bijaksana dalam memberikan petuah kepada para calon pengantin.
Sumping di telinga misalnya memiliki makna agar setiap pasangan saling mendengarkan satu sama lain. Alis terbelah bernama sigar menjangan dimaksudkan agar wanita bisa cekatan dalam mengurus rumah tangga. Sementara bunga merupakan simbol kesuburan dan dimaksudkan agar pengantin bisa lekas diberi keturunan. Begitu juga dengan roncean bunga yang merupakan doa agar persalinan lancar.
Petuah-petuah yang terkandung dalam busana, hiasan, dan riasan sejatinya perlu disampaikan kepada para calon pengantin agar mereka mengerti dan bisa memaknai kesakralan pernikahan.