Mendengar teriakan Lek Kasno, keenam anak itu lari meninggalkan pohon rambutan. Lek Kasno mengejar anak-anak itu. Dua orang berhasil ia tangkap. Keduanya menangis karena dijewer kupingnya oleh lek Kasno.
“Siapa yang nyuruh kalian maling rambutanku, hah!!” bentak lek Kasno geram. Kedua anak itu hanya menangis diintrogasi Lek Kasno. Keduanya langsung dibawa ke rumah orang tua mereka. Sepanjang jalan kedua anak itu menangis, meronta-ronta minta ampun.
“Kardi!!” teriak Lek Kasno memanggil orang tua kedua anak itu. Kardi keluar. Wajahnya penuh keheranan melihat anaknya menangis bersama Lek Kasno.
“Ada apa Lek, pagi-pagi udah teriak-teriak di rumah orang,” tanya Kardi.
“Ini anak-anakmu, kecil-kecil sudah jadi maling,”
“Emang mereka maling apa?” tanya Kardi yang masih belum paham duduk perkaranya.
“Anak-anakmu ini dari kemaren maling rambutanku sama teman-temannya. Rambutanku habis semua dibuat mereka. Tolong Kau didik anak-anakmu baik-baik, biar kalau sudah besar gak jadi maling kayak bapaknya.”
Kardi merasa tersinggung dengan ucapan terakhir Lek Kasno. Ia geram karena Lek Kasno mengungkit-ungkit aibnya di depan anak-anaknya. Tangannya mengepal. Darahnya naik ke ubun-ubun, memendam emosi yang tak tertahankan. Tetapi, ia masih bisa menahan emosinya. Ia tidak ingin ada pertengkaran di rumahnya hanya karena masalah rambutan.
“Sudahlah lek, Cuma masalah rambutan saja, tidak perlu dipermasalahkan lebih jauh. Berapa banyak rambuatan sampeyan yang habis, saya ganti.”
“Tidak usah dipermasalahkan bagaimana, ini jelas-jelas masalah! Kalau dari kecil anak-anakmu sudah terbiasa mencuri barang milik orang, bagaimana nanti dia besar, hah! Aku nggak butuh uangmu, sebanyak apapun uangmu tidak mungkin bisa menggantikan rambutanku yang sudah hilang dicuri sama anakmu.”
“Ya ampun, lek. Terus, sampeyan maunya apa? Cuma masalah rambuatan saja sampeyan sampai mencak-mencak pagi-pagi di rumah orang, kaya anak kecil saja sampeyan. ”