Tentu semua perilaku itu jauh dari gaya hidup islami yang mengharuskan setiap pribadi muslim untuk hidup sederhana, dan bermanfaat bagi lingkungannya. Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
Kemudian sarana dari Ghazwul Fikri yang paling berpengaruh bagi pemuda adalah penggunaan media tanpa filterisasi. Karena tanpa filterisasi media, tidak ada lagi sekat dan batas antar negara dalam arus pertukaran informasi sehingga seluruh pemikiran dan gaya hidup baru bebas masuk merusak jiwa pemuda dan nilai-nilai luhur Pancasila.Â
Identitasnya luntur, digerogoti oleh derasnya arus globalisasi yang semakin tidak terkendali. Berbagai macam fitnah (hoax) juga muncul lewat ketidakbijaksanaan dalam penggunaan media melalui pembentukan opini publik yang keliru. Islamophobia, menstigmaisasi orang islam sebagai teroris.
 Ketika umat islam menyuarakan aspirasi dicap sebagai makar, anti-kebhinekaan. padahal islam tidak mengajarkan untuk meneror, melainkan islam mengajarkan perdamaian dan betapa pentingnya toleransi dalam memaknai perbedaan.Â
Sekularisme, memaksa orang islam untuk beribadah saja, sehingga orang islam tidak boleh ikut campur dalam urusan politik, ekonomi, sosial padahal islam mengajarkan kita untuk masuk secara kaffah (sempurna) dan memahami islam secara syumul (menyeluruh).
Pemuda Islam : Menjemput Masa Depan Indonesia
Begitu kompleks tantangan yang dihadapi pemuda islam hari untuk menjayakan Indonesia di masa depan. Tentu pemuda islam harus membentengi diri dengan bekal keimanan baik itu akhlak, perilaku, dan akidah kokoh agar mampu menghadapi perang pemikiran yang setiap saat siap menghancurkan pemuda islam baik dari dalam maupun dari luar.
Sebagai pewaris tongkat kepemimpinan bangsa tentunya pemuda islam harus belajar dari sejarah, membaca banyak kisah inspiratif yang memotivasi dirinya untuk terus bergerak, karena tidak ada perubahan tanpa ada pergerakan.Â
Sejarah telah membuktikan sumpah pemuda, dan reformasi lahir dari kesadaran senasib dan sepenanggungan pemuda tanah air yang sadar tanpa bersatu kita tidak bisa melawan berbagai bentuk penindasan dan ketidakadilan.
Tentu mempertahankan lebih sulit daripada meraih dan itulah tugas dari para pemuda islam Indonesia hari ini. Keringat, darah dan pekikan takbir menjadi pengiring untuk menjemput kemerdekaan bangsa Indonesia di masa lalu, kenapa kita harus malu dan enggan mempertahankan kemerdekaan itu hari ini dengan keringat, darah, dan pekikan takbir?
Sebagai benteng pengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemuda harus menjadi otaknya Indonesia, hatinya Indonesia, dan tulang punggungnya Indonesia menjemput masa depan Indonesia sebagai negeri yang "Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur"