Mohon tunggu...
Imam Ardhy
Imam Ardhy Mohon Tunggu... Penulis - Suka politik dan sepakbola

Mencoba mengubah pemikiran menjadi rangkaian kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masjid dan Alternatif Solusi Ekonomi Umat di Tengah Pandemi Covid-19

9 April 2020   14:37 Diperbarui: 9 April 2020   14:45 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : riau.haluan.co

Beberapa hari yang lalu, penulis mengikuti sebuah diskusi tentang dampak ekonomi yang terjadi di tengah pandemi covid-19 melalui teleconfrence. Dalam diskusi tersebut pemateri menyampaikan beberapa sektor industri yang terkena dampak ekonomi dan tidak terkena dampak sekali. 

Sektor-sektor industri yang sangat terkena dampak ekonomi akibat covid-19 semisal, pariwisata, maskapai penerbangan, otomotif, konstruksi, dan perumahan. 

Sedangkan sektor industri yang tidak kena dampak, bahkan cenderung mendapatkan untung dari pandemi covid-19 ini adalah industri kesehatan mulai dari pelayanan, sampai ke penyedian suplai alat kesehatan serta industri makanan.   

Saat diskusi berlangsung, ada satu pernyataan menarik disampaikan pemateri menjawab pertanyaan terkait alternatif apa yang dapat kita lakukan sebagai ummat dalam menekan dampak ekonomi akibat pandemi covid 19.

Sang pemateri menjawab, "mari kita kembali berdayakan masjid." Kembali ke masjid bukan berarti menyempitkan bahwa masjid hanya tempat untuk sholat dan berdoa saja, melainkan lebih daripada itu. Jawaban itu sontak membuat penulis mengingat kembali tentang fungsi masjid pada masa Rasullullah SAW.

Masjid Nabawi pada masa Rasullullah SAW merupakan pusat peradaban islam. Berbagai hal, baik itu terkait strategi dalam bidang Hukum, Pemerintahan, Ekonomi, Pendidikan, Kebudayaan, dan semua hal berkaitan dengan penyelesaian problematika umat di musyawarahkan disana. 

Maka dari itu, Masjid pada zaman Rasullullah SAW memiliki peran strategis dalam mengatur berbagai urusan keummatan dan bukan hanya sebagai tempat peribadahan saja.   

Belajar dari Masjid Jogokariyan

Mari kita ambil satu contoh masjid di Indonesia yang pengelolaannya sudah sangat baik meskipun belum seperti Masjid Nabawi pada zaman Rasulullah SAW. 

Masjid tersebut adalah Masjid Jogokariyan yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Masjid tersebut terkenal dengan istilah "Masjid Bersaldo Nol". Kenapa masjid tersebut saldonya nol

jawabannya adalah ketika ada hamba allah yang memberikan infak nya ke Masjid Jogokariyan, Pengurus Masjid tidak menjadikan infak tersebut menjadi saldo masjid, melainkan langsung diteruskan menjadi sebuah bantuan kepada jamaah masjid yang membutuhkan. 

Mengutip dari laman masjidjogokariyan.com, Pengurus Masjid Jogokariyan mempunyai konsep manajemen strategis dan taktis yang meliputi tiga, yaitu Pemetaan, Pelayanan, dan Pemberdayaan. 

Pengurus Masjid Jogokariyan melakukan Sensus Masjid layaknya Sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS untuk mendapatkan database jamaah yang komprehensif.  Data tersebut meliputi nama warga, KK, pendapatan, pendidikan, 

Bahkan sampai siapa saja yang sudah berjamaah di masjid, serta siapa saja yang sudah berzakat atau belum pihak masjid memilikinya datanya. Database tersebut kemudian menjadi dasar untuk pengurus masjid memetakan program berdasarkan potensi dan kebutuhan dari jamaah Masjid Jogokariyan.

Banyak program selain zakat, dan infaq yang dikeluarkan berdasarkan hasil pendataan jamaah yang dilakukan Masjid Jogokariyan tersebut, salah satunya adalah bedah rumah jamaah. 

Seperti dilansir Republika (Rabu, 24 April 2019), per 2017 Masjid Jogokariyan telah memperbaiki setidaknya 18 rumah jamaah, dan pada tahun 2019 sebanyak 30 rumah.

Rumah yang dibedah tersebut adalah rumah jamaah yang tidak mampu dimana rumah tersebut disulap menjadi dua lantai, dimana lantai 1 sebagai tempat usaha, dan lantai dua untuk tempat tinggal keluarga. 

Program-program tersebut yang membuat Pengurus Masjid Jogokariyan yaitu Ketua Takmir, Ustaz Muhammad Jazir diganjar penghargaan sebagai Toko Perubahan Republika 2018. 

Dari Masjid Jogokariyan kita dapat belajar bahwa Masjid bukan hanya sebagai tempat peribadahan saja, melainkan juga sebagai tempat alternatif solusi untuk mengentaskan problematika keummatan terutama dalam hal sosial ekonomi. 

Hal ini tentunya dapat menjadi inspirasi untuk pengurus masjid lainnya yang ada di Indonesia untuk memanfaatkan potensi sumber daya yang dimilki masjid secara lebih maksimal.  

Potensi Besar Masjid Di Indonesia

Seperti dilansir antaranews.com (27 Februari 2020), Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla mengatakan jumlah masjid dan musholla di Indonesia mencapai 800.000 atau  masjid dan musholla paling banyak di dunia. Lebih lanjut, Jusuf Kalla menyampaikan setiap 220 orang di suatu daerah pasti ada masjid. 

Berdasarkan realita di atas dapat kita lihat betapa besarnya potensi masjid-musholla yang ada di Indonesia menjadi alternatif solusi ummat di tengah pandemi covid 19 ini. 

Bayangkan jika 800.000 masjid-musholla itu melakukan hal sama seperti yang dilakukan Masjid Jogokariyan, tentu tidak akan ada kekhawatiran kekurangan stok makanan, dan kelaparan baik ketika pandemi covid-19 atau setelahnya. 

Dan tentunya keberadaan masjid-musholla yang dikelola layaknya Masjid Jogokariyan tadi dapat membantu Pemerintah dalam upaya menekan dampak ekonomi akibat pandemi covid 19. 

Pada dasarnya tingginya tingkat kesadaran berinfaq dan berzakat masyarakat menjadi kunci untuk menekan dampak ekonomi tersebut. Dan masyarakat Indonesia, merupakan masyarakat yang paling tinggi tingkat kedermawanannya menurut Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2018. 

Hal ini dibuktikan dengan capaian pengumpulan zakat 2019 yang dilansir Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melampaui target yaitu 103,5 % atau sebesar 10,07 Triliun dari proyeksi 9 Triliun.  

Bayangkan saja jika Zakat tersebut dikelola oleh Masjid secara profesional melalui lembaga Baitul Mal seperti pada masa Rasulullah, tentu tidak akan ada lagi ummat yang kelaparan terutama di saat-saat yang kritis seperti pandemi covid 19 yang mengharuskan ummat lebih banyak beraktivitas, dan bekerja dari rumah. 

Untuk yang berpenghasilan tetap mungkin pengaruhnya tidak besar, namun untuk yang penghasilan per hari tentu sangat  membantu untuk kelangsungan hidupnya sehari-hari selama dirumah. 

Selain terhindar dari kelaparan, mereka juga dapat terhindar dari wabah penyakit tersebut. Pemerintah pun menjadi lebih mudah menerapkan kebijakan karantina wilayah karena adanya jaminan sosial ekonomi ketika umat beraktivitas dirumah. 

Semua ini tentunya dilakukan dalam rangka membantu pemerintah dalam penanganan covid 19. Hal tersebut dapat terwujud jika ada kerjasama dan dukungan dari semua pihak baik dari segi regulasi dan implementasinya di lapangan. 

Dan perlu adanya peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan terutama untuk pengurus dan nazir masjid agar cita-cita mengembalikan masjid sebagai pusat peradaban islam bisa terlaksana.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun