Kandungan dalam minyak ini bervariasi, mulai dari 99% triasilgliserol, asam lemak tak jenuh ganda 59%, asam lemak tak jenuh tunggal 24%, dan asam lemak jenuh 13%. Hal yang menarik, minyak jagung tidak dapat berasa "tengik" dalam waktu yang cukup lama karena mengandung gamma-tokoferol dan alfatokoferol yang tinggi.
Ditinjau dari segi suhu, minyak ini mulai menguap atau mengeluarkan asap pada suhu 204-213oC sehingga dapat digunakan untuk memasak berbagai makanan.Â
Manfaat yang didapatkan dari mengkonsumsi minyak ini adalah terjaganya kesehatan kulit karena mengandung asam linoleat, kebal terhadap penyakit ginjal dan pencernaan karena mengandung Icosanoid, dan terjaganya kolestrol dalam darah.
Melalui uraian-uraian diatas, kita tentu berfikir kembali terkait deforestasi terhadap hutan tropis menjadi perkebunan sawit demi memenuhi pasokan minyak goreng yang tinggi.Â
Padahal minyak goreng tidak hanya didapatkan dari minyak sawit saja, tapi juga larva kumbang, jagung, dan biji bunga canola yang bahkan lebih unggul daripada minyak sawit baik dari segi manfaat maupun kandungannya.Â
Kebijakan pemerintah untuk melepaskan hutan tropis dengan harga yang murah kepada pihak asing pun kini harus direka ulang demi tetap terjaganya rumah bagi flora dan fauna khas Indonesia.Â
Selain itu, berkurangnya hutan tropis berdampak terhadap meningkatnya kandungan CO dan CO2 serta bertambah panasnya temperatur bumi. Sehingga dengan segala pertimbangan yang telah disebutkan praktik deforestasi demi meningkatnya produksi minyak goreng perlu dikaji ulang agar tidak merusak hutan Indonesia.
Salam Penulis Muda,
Ardhi Kamal Haq
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H