Mohon tunggu...
Ardhansyah PML
Ardhansyah PML Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Mahasiswa Fakultas Pertanian

Sedang belajar menulis,bahasa inggris dan berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bicara

5 Desember 2020   16:04 Diperbarui: 5 Desember 2020   16:12 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam yang tenang nyiur pohon kelapa menemani langkah kaki Wendy menuju ke arah seruan yang memanggil umat manusia untuk beribadah kepadaNya. Menenangkan jiwa yang telah penat seharian beraktivitas. Wen mengadu dan bercerita kepada Sang Maha Pencipta,menyerahkan jiwa dan raga dengan hati yang tulus dan ikhlas. Memanjatkan do’a kepada Tuhan agar segala yang diinginkan bisa tercapai. Dan berharap badai wabah Covid-19 ini segera berlalu. Karena sudah setengah tahun lebih dunia terkekang olehnya. Aktivitas manusia pun dibatasi termasuk dalam beribadah yang menerapkan protokol kesehatan.

“ Wen,kamu kah itu?” . Tanya seseorang di sampingnya.

“Eh, iya kenapa? Siapa ya?”. Jawab Wen penasaran.

“Masih ingat aku gak? Ini Aku Won temen masa kecilmu dulu. Kita dulu pernah mandi di lumpur,terus kita dimarahin sama Ibu kita. Masih ingat kan?”. Jawab Won mempertegas ucapannya.

“Ha,Won?. Tanya Wen

“Iya,Kliwon Prakasa. Anak paling tampan di sekolah dulu”. Ujarnya dengan Percaya diri.

“Buka dulu dong maskermu!”.Kan Aku ga bisa lihat jelas wajahmu”.Perintah Wen penasaran.

“Oh iya maaf”. Won membuka masker yang dipakainya.

“Nah kan kelihatan wajah sangarnya”. Wen memuji dengan sindiran.

“Gimana,tambah gantengkan Aku sekarang?” . Tanya Won dengan percaya diri.

“Wah,Apakabar Won? Lama kita tak berjumpa”. Tanya Wen sambil mengulungkan tangannya untuk bersalaman.

 “Maaf ya bukannya sombong,tapi kan lagi jaga jarak,patuhi protokol kesehatan”. Won menolak bersalaman dengan merapatkan kedua telapak tangannya.

“Oh iya,maaf aku lupa”. Jawab Won dengan merapatkan kedua telapak tangan.

 “Iya,maaf tapi aku barusan sampai di sini,jadi belum sempat main ke rumahmu,tadi pas kebetulan lewat depan masjid sedang adzan Isya’.Jadi aku shalat dulu deh,lagian udah malam kok aku mau istirahat dulu ya.Besok pagi aku ke rumahmu deh”. Jawab Won

“Em...Anu tapi,rumahku berantakan”. Jawab Wen

“Gak apa-apa kok Santuy2 aja kali”.Besok pagi ya,Oke”. Jawab Won sambil berjalan ke arah mobilnya.

 “Iya deh,oke”. Jawab Wen

                                                                                                                                              ***

Hampir 10 tahun Wen meninggalkan Desa Tegal Alur. Setelah lulus sekolah dasar,Won pindah ke kota karena Ayahnya dipindah tugaskan. Persahabatan Wen dan Won dimulai dari pertemanan Ayah mereka yang merupakan Prajurit TNI AD.  Terkadang teman-teman mereka mengira Wen dan Won adalah  kakak beradik karena mirip dan memiliki tipikal yang sama.

“Assalamualaikum.. Wendy,Wendy!”. Won menghampiri rumah Wen layaknya anak-anak yang ingin mengajaknya main.

“Waalaikum salam... Eh kamu Won,kayak anak kecil aja kamu manggil-manggil gitu,ingat umur woy”.  Jawab Wen sambil membuka pintu.

“Ayo masuk Won.Eh bawa apatuh? Gak usah repot-repotlah”. Tanya Wen kepada Won yang membawa sesuatu di tangannya.

“Oh ini aku bawakan untukmu dan Ibumu dodol Garut”. Won mengulungkan oleh-oleh kepada Wen.

“Wah,terimakasih ya,sudah lama aku gak makan dodol Garut ini”. Wen sambil membuka plastik bungkus dodol Garut.

            Waktu berlalu kian cepat,tak terasa kini Won dan Wen telah dewasa. Dipandangnya foto yang terpajang di dinding ruang tamu. Foto kenangan masa kecil mereka.

“Nah,sudah siap nih Teh spesial buatan Wendy ganteng”. Wen membawa Teh dan makanan

“Wah,pasti nikmat ini. Maaf ya,aku lihat-lihat foto kenangan masa kecil dulu”. Won mengamati dengan cermat setiap momen di foto itu.

 “Oh iya Ibumu mana Wen? Aku rindu dengan masakannya yang enak”. Tanya Won kepada Wen.

“Eee..Anu Won Ibuku....”.  Wen tiba-tiba menjadi gagap.

“Kenapa Ibumu Wen? . Tanya Won cemas.

“Ayo ikut Aku ke kamar Ibuku”. Wen mengajak Won ke kamar Ibunya.

“Tok tok... Ibu ini Wen sama Won mau masuk kamar Ibu”. Wen mengetuk pintu kamar Ibunya.

Wen membuka pintu kamar Ibunya yang tidak dikunci. Terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di kursi sambil menatap keluar jendela. Tak keluar satu patah kata pun dari wanita itu. Wanita paruh baya itu adalah Ibu Wen.

“Ibu,ini ada Won teman masa kecilku dulu,anaknya Om Makruf”. Wen berbicara kepada Ibunya sambil mendekatinya.

“Tante ini Aku Won”. Won mendekati Ibu Wen sambil mengulungkan tangannya untuk bersalaman.

“Wen kita kembali ke ruang tengah yuk,biar Ibuku Istirahat aja ya”. Wen mengajak Won.

“Iya Wen aku paham kok”. Won paham perkataan Wen.

“Ibu,Aku dan Won pergi dulu ya. Ibu baik-baik di sini kalau ada apa-apa panggil Wen ya”. Wen mencium kening Ibunya.

Tak ada satu patah kata pun yang terucap dari lisannya,Ibu Wen seperti wanita misterius yang hanya fokus memandangi suasana di luar jendela.

“Wen,kamu kok gak bilang dari tadi sih tentang ini. Udah berapa lama keadaan Ibumu seperti ini?. Tanya Won kepada Wen.

“Maaf ya Won aku gak bilang dari awal,soalnya Aku gak mau kamu tau tentang ini. Ibuku seperti ini kurang lebih sudah tiga bulan ini Won”. Jawab Wen dengan nada datar.

“Terus kamu gak bawa Ibumu ke Dokter gitu?”. Tanya Won kepada Wen.

“Belum Won,Aku ga pernah bawa Ibuku kemana-mana. Keluargaku juga gak ada yang tau”. Jawab Wen

Wen hanya tinggal berdua dengan Ibunya. Ayah Wen telah lama meninggalkan mereka semenjak Wen masih berusia 1 Tahun. Ayah Wen gugur dalam Operasi Satgas Rencong Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2001. Sebagai anak tunggal Wen tinggal bersama Ibunya di rumah pemberian hasil Donasi rekan-rekan Ayahnya,setelah lama tidak tinggal di Asrama Batalyon. Ibu Wen mengidap depresi setelah ditinggal Ayah Wen karena gugur di medan tugas. Keadaannya bisa pulih sehat jika mengkonsumsi obat resep dari Dokter.

“Wen,kamu salah kalau begini caranya. Kamu gak bisa hanya diam dan menyembunyikan masalah ini sendiri. Kamu perlu konsultasikan lagi ibumu ke Dokter supaya kamu tau keadaannya”. Ujar Won

“Iya,Aku sudah bawa Ibuku ke Rumah Sakit dan bertemu Dokter yang biasa menangani Ibuku. Ibuku juga rutin kok minum obat dari Dokter”.  Jawab Wen

“ Terus,kenapa Ibumu masih seperti itu?”.Tanya Won

“Ini semua salahku Won. Jawab Wen dengan menundukkan kepalanya.

“Jadi,begini Won.Aku selama ini kuliah di luar Kota dan tinggal di sana. Tinggal di kost yang aku sewa dengan temanku. Sudah satu tahun ini aku gak pulang ke rumah. Sebenarnya berat banget ninggalin rumah dan Ibu. Tapi keadaan Ibuku saat itu baik-baik aja. Dan juga Ibuku yang memintaku untuk kuliah dan tinggal di Kota. Ibuku gak mau Aku seperti Ayah,Ia masih trauma dengan kejadian itu. Pak RT  yang mengabariku kalau keadaan Ibuku seperti ini. Alhamdulillah kuliah selama Pandemi ini jadi sistem online,ya Aku kembali ke rumah ngurus Ibuku”. Wen menjelaskan kepada Won.

 “Kalau begitu saatnya kita bergerak Wen,kita selesaikan masalah ini bersama. Nah Aku jadi ingat sebuah film Thailand yang pernah aku tonton ceritanya tentang seorang anak mengajak Ibunya yang sudah tua untuk pergi jalan-jalan ke tempat-tempat yang pernah dikunjunginya dulu saat bersama suaminya”. Won berusaha memberikan solusi.

“Jadi maksudmu?. Tanya Wen kepada Won

                                                                                                                                       ***

            Won dan Wen mengajak Ibun Wen pergi ke tempat-tempat yang penuh memori dalam hidupnya. Berusaha menenangkan pikiran dan menghilangkan segala kecemasan dalam diri Ibu Wen. Keadaan Ibu Wen kian membaik setelah beberapa hari menjelajahi masa lalu dan juga mengunjungi saudara serta kerabat terdekat keluarganya. Won juga mengajak mereka ke rumahnya dan menceritakan masa lalu mereka. Sempatkan waktumu untuk mencintai dirimu sendiri. Jika lelah istirahatlah dan jangan Kau pendam masalahmu sendiri. Kamu butuh orang dis ekitarmu sebagai penguatmu dan Tuhan sebagai tempat mengadu atas segala masalahmu. Diam tidak akan merubah keadaan dan mengeluh bukan berarti lemah, tapi kita manusia punya batas kemampuannya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun