Mengenal Muawiyah bin Abu Sufyan
Muawiyah bin Abi Sufyan merupakan salah satu sahabat Rasulullah yang dijanjikan surga kelak. Muawiyah juga merupakan orang yang mempunyai kontribusi dalam penyebaran agama islam di Muawiyah bin Abu Sufyan lahir 15 tahun sebelum Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Muawiyah merupakan putra dari Pembesar Suku Quraisy yaitu Abu Sufyan yang merupakan paman nabi. Selain itu Muawiyah merupakan pendiri sekaligus khalifah pertama Dinasti Umayyah. Ia merupakan pria berkulit putih, berbadan tegap, tampan, berwibawa, bersikap ibarat raja, suka bergaya mewah, menyukai makanan yang lezat dan gemar akan kebersihan. Ia masuk Islam pada hari penaklukan kota Mekkah bersama penduduk kota Mekkah lainnya.
Setelah masuk Islam, Rasulullah SAW berusaha membuat agar Muawiyah lebih dekat dengan beliau. Muawiyah memiliki sikap dan sifat-sifat Sabar, cerdik, toleran, dan pandai dalam mengendalikan diri, serta seorang yang pemaaf. Dari sifat-sifat itu, Rasulullah SAW mengangkat Muawiyah menjadi anggota dari siding penulis wahyu. Sikap optimis dan selalu memandang kedepan membuat Muawiyah tidak pernah mengalami kegagalan dalam urusan yang diinginkan saat menjadi khalifah selama 20 tahun. Kegagalan yang pernah dialami Khalifah Muawiyah adalah ketika menaklukan kota Konstantinopel. Muawiyah juga dikenal sebagai tokoh yang pandai dalam menarik perhatian musuh-musuhnya dan para penantangnya, yakni dengan kesabaran dan kewibawaan seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW kepada orang-orang yang baru masuk Islam. Dalam diri Muawiyah, terdapat semboyan, "Aku tidak akan menggunakan pedangku selama cambukku masih cukup, aku tidak akan menggunakan cambukku selama lidahku masih bisa mengatasi".
Politik  Muawiyah bin Abu Sofyan
1. Usaha-usaha yang dilakukan Khalifah Muawiyah bin Abi Sofyan.
Sebagai seorang diplomat dan negarawan ulung yang berhasil menata pemerintahan, Khalifah Muawiyah berusaha keras melaksanakan pembangunan dakwah Islam ke berbagai wilayah di luar Jazirah Arab, antara lain:
a. Ke arah timur, yakni Afganistan, Pakistan, sampai India
b. Ke arah barat, yakni wilayah kekuasaan kerajaan Romawi Timur (Byzantium) di Asia Kecil dan Eropa Timur;
c. Ke arah Selatan, yakni wilayah Romawi Timur yang terletak di Afrika Utara.
Dalam perluasan ke arah timur sampai ke batas Semenanjung India, Khalifah Mu'awiyah mengutus Mahlab bin Abi Sutrah sembari mengamankan gerakan dakwah yang sedang dilakukan oleh gubernur di daerah perbatasan timur (Khurasan), Said bin Usman. Said ialah gubernur yang memulai dakwahnya dari wilayah Systan sampai ke lembah sungai Shindu.
Dakwah dan perluasan wilayah ke Romawi Timur ini dipimpin oleh putranya sendiri, yaitu Yazid bin Muawiyah sebagai panglimanya. Setidak-tidaknya, ada tiga pendorong Khalifah Muawiyah untuk memperluas dakwah Islam ke Byzantium, yaitu
1. Byzantium adalah basis agama kristen orthodoks yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam.
2. Orang-orang Byzantium sering mengadakan perampokan ke daerah penduduk Islam
3. Membela rakyat dari keganasan penguasa bangsa Romawi yang kekuasaannya absolut.
Adapun dakwah agama Islam ke wilayah Afrika Utara, yang merupakan bagian dari wilayah Romawi Timur, kondisi rakyatnya tertekan seperti rakyat jajahan Romawi lainnya. Dalam upaya penyelamatan bangsa Afrika Utara ini, Khalifah Muawiyah mempersiapkan pasukan yang cukup tangguh dan berjumlah seratus ribu tentara di bawah panglima Uqbah bin Nafi'. Dalam usaha dakwahnya ke Afrika Utara ini, pasukan Islam berhasil menguasai daerah Libia sampai Tripoli. Mendengar keberhasilan itu, Khalifah Muawiyah segera menambah pasukan untuk membantu perjuangan Uqbah bin Nafi' ke daerah Tunisia dan Kartago. Di sana pun ia mendapatkan kemenangan yang gemilang. Setelah kerajaan dihancurkan, Uqbah bin Nafi' segera membangun kota Kairun yang dijadikan markas besar militer Islam. Dari usaha Khalifah Muawiyah inilah yang akan memperlancar penyebaran Islam ke Andalusia.
Diplomasi Muawiyah
Muawiyah telah memenangkan pertarungan politik dengan Ali bin Abi Thalib melalui manipulasi politik dan ketangkasan dalam mengeksploitasi kematian Utsman bin Affan. Ia seringkali berkata Aku tidak akan menggunakan pedangku selama cambukku masih cukup, aku tidak akan menggunakan cambukku selama lidahku masih bisa mengatasi. Dan bahkan jika ada satu benag yang mengikatku dengan temanku, aku tak akan pernah memutuskannya. Jika mereka menarik kencang maka akan aku longgarkan dan jika mereka longgarkan maka akan aku kencangkan." Tindakan kasar dan kelembutan tak akan banyak memengaruhi dirinya. Ia merupakan cendekiawan sekaligus diplomat serta politikus yang cerdik.
Para sejarawan Arab mengumpamakan bahwa Muawiyah diibaratkan sebagai seekor unta, tatkala dibiarkan dia akan tetap berjalan, dan apabila dia dipukul atau disakiti dia akan berhenti dan menolak untuk berjalan. Muawiyah sering berkata bahwa dunia ini lebih banyak dikendalikan dengan lidah daripada dengan pedang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H