Problematikanya yang kompleks akan semakin rumit ketika tiba pada puncak krisis alam. Penduduk pesisir dan wakilnya di parlemen harus segera memprioritaskan pemulihan alam daripada perluasan area wisata dalam usaha peningkatan sektor ekonomi. Harus sama-sama dipahami bahwa ekonomi tidak akan tumbuh dari lahan yang tandus.
Bumi Indonesia yang gemah ripah loh jinawi juga harus diwaspadai kerusakannya. Negeri Saba' pada akhirnya hancur karena sikap yang tidak menghargai Allah dan karyanya, alam semesta.Â
Pemanfaatan bumi gemah ripah loh jinawi sedang tidak bijaksana. Sawah-sawah di Jawa ditimbun bangunan bisnis perumahan dan pabrik. Hutan-hutan di Sumatera dan Kalimantan digunduli demi sawit. Pulau-pulau di Indonesia Timur rusak berkat tambang sumber baterai listrik, yang katanya ramah lingkungan. Bumi Nusantara darurat bencana.
Bencana bukan soal banjir atau longsor, namun terletak pada ketidakadilan yang dialami oleh alam. Semakin sulit menjangkau titik menjadi negeri yang indah dengan Tuhan yang Maha Pengampun, jika tanpa kesadaran untuk melawan.Â
Saya mengingat betul pesan Tuhan melalui khatib di Hari Raya Idul Fitri tahun ini, bahwa Indonesia perlu pemimpin publik dan penyelenggara negara yang tidak melakukan korupsi, mereka yang tanpa niat melanggengkan otokrasi, dan mereka yang hanya bersungguh-sungguh untuk membangun kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.Â
Sistem negara dijalankan oleh pemimpin yang tidak serakah,tidak mengeruk sumber daya alam demi kepentingan pribadinya. Semuanya, dimulai dari kesadaran masyarakat dalam memastikan dirinya menjaga proses demokrasi.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H