Mohon tunggu...
Ardelia AristawatiC
Ardelia AristawatiC Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa semester tua yang sedang berusaha menyelesaikan masa prodinya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transformasi Bias Gender

9 Januari 2024   09:10 Diperbarui: 9 Januari 2024   09:47 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Televisi, sebagai cerminan masyarakat, telah lama menjadi pelaku dan medan pertempuran bagi bias gender. Selama beberapa dekade, televisi telah mengalami transformasi yang luar biasa, meski tidak tanpa kompleksitas dan tantangan yang berkelanjutan. Transformasi bias gender di televisi telah menjadi subjek perdebatan yang penting dalam beberapa dekade terakhir. Ini merupakan refleksi dari upaya untuk menghadirkan representasi yang lebih inklusif dalam media hiburan yang memiliki dampak besar dalam membentuk persepsi dan norma sosial. 

Konteks Sejarah

Pada awal perkembangannya, bias gender dalam televisi sangat jelas dan terpatri. Penggambaran stereotip tentang perempuan sebagai pengurus rumah tangga, pemberi perawatan, atau karakter sekunder sangat umum. Sementara itu, laki-laki sering digambarkan sebagai pencari nafkah, pemimpin, dan pengambil keputusan. Acara-acara televisi memperkuat stereotip ini, mempertegas norma-norma dan harapan-harapan sosial. 

Bias gender adalah kecenderungan atau prasangka terhadap jenis kelamin tertentu yang mengakibatkan ketidakadilan gender (Maulana Khusen, 2014:120.  Bias gender dapat terjadi kepada perempuan maupun laki-laki, karena bias gender terjadi apabila salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami ketidakadilan. Yang dimaksud ketidakadilan disini adalah apabila salah satu jenis gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya.

Seperti salah satu contoh iklan sabun cuci muka fair n lovely yang menggunakan atribut pink serta menggunakan perempuan yang menandakan bahwa perempuan selalu identik dengan warna pink yang sudah melekat pada budaya kita jadi mencerminkan bias gender streotipikal. lalu contoh yang kedua ada iklan mobil dan yang menyetir selalu laki laki jadi wanita hanya pendamping saja daripada iklan tersebut itu juga termasuk kedalam bias gender stereotipikal. 

Tantangan dalam Transformasi Bias Gender di Televisi

  1. Stereotip yang Terus Ada: Meski terdapat perubahan, stereotip gender masih sering muncul dalam karakter dan cerita di televisi. Perempuan sering digambarkan dalam peran-peran tradisional sementara laki-laki dalam peran dominan.

  2. Kurangnya Representasi Diversitas: Kelompok-kelompok tertentu, seperti perempuan berkulit berwarna , masih kurang terwakili dan kadang-kadang muncul dalam ciri khas tertentu yang belum mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.

  3. Peran Belakang dalam Cerita: Terkadang, karakter perempuan atau individu dari latar belakang yang berbeda secara sosial masih ditempatkan dalam peran-peran yang mendukung, bukan sebagai tokoh utama yang memiliki kekuatan atau memegang peran kunci dalam cerita.

Dampak dari Transformasi Tersebut

  1. Pengaruh Terhadap Persepsi Masyarakat: Televisi memiliki kekuatan besar dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap gender. Representasi yang lebih inklusif dapat membuka wawasan dan mempengaruhi persepsi positif terhadap beragam identitas gender.

  2. Pendorong Perubahan Sosial: Dengan menampilkan cerita yang menantang stereotip, televisi dapat menjadi agen perubahan sosial yang kuat. Karakter-karakter yang kuat dan realistis dapat menginspirasi pemikiran baru dan penghormatan terhadap keberagaman.

  3. Pelecut Kesadaran: Ketika penonton melihat representasi yang lebih inklusif di televisi, ini dapat membangkitkan kesadaran mereka tentang pentingnya kesetaraan gender dan mendorong perubahan dalam pandangan dan sikap mereka.

Peran Penonton dalam Mendorong Kesetaraan Gender di Televisi

  1. Menjadi Konsumen Kritis: Penonton memiliki kekuatan untuk mempengaruhi apa yang diproduksi. Dengan menuntut representasi yang lebih baik dan menghindari konsumsi konten yang mengandung stereotip, penonton dapat mengirimkan pesan kuat kepada produsen konten.

  2. Melalui Dukungan dan Respons: Dukungan terhadap konten yang menghadirkan representasi yang inklusif, serta memberikan umpan balik yang konstruktif, dapat memberikan dorongan positif pada pembuat konten untuk membuat perubahan yang lebih baik.

  3. Menggunakan Media Sosial: Media sosial telah menjadi platform untuk mengampanyekan perubahan. Penonton dapat menggunakan platform ini untuk menyuarakan kebutuhan akan representasi yang lebih baik di televisi.

Dalam upaya menciptakan tayangan televisi yang lebih inklusif dan mendukung kesetaraan gender, perlu adanya perhatian khusus terhadap eliminasi bias gender dalam semua aspek produksi dan penyiaran. Hanya dengan tindakan kolektif dan kesadaran akan dampaknya, kita dapat menciptakan lingkungan media yang lebih adil dan reflektif terhadap keanekaragaman masyarakat.

Penulis : Ardelia Aristawati Cahyaningrum Jurusan Psikologi Univeristas 17 Agustus 1945 Surabaya, dosen pengampu Dr. Merry Fridha tripalupi., M.Si

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun