Jepara -- Selain kesulitan mencari tukang ukir di Jepara kini juga mulai kesulitan mencari tukang kayu pembuat mebel .Â
Anak muda lulusan SMA/MA/ SMK lebih tertarik pekerjaan lain dibandingkan dengan bekerja sebagai tukang kayu. Hal ini membuat brak brak pembuat mebel semakin lama semakin sepi.
Hal itu dikatakan Sukahar warga desa Panggung kecamatan Kedung yang membuka usaha pembuatan perabotan khususnya buffet terbuat dari kayu jati.Â
Saat ini hanya ada 1 tukang kayu saja yang bekerja di gudangnya pinggir jalan raya Panggung -- Sowan Kidul. Itupun warga desa Surodadi yang dekat dengan tempat kerja.
"Ya gimana lagi maunya sih ingin 3-4 orang tukang yang bekerja disini , namun karena sekarang cari tukang kayu sulit ya meski hanya satu tetap kerja terus. Yang penting setiap hari masuk dan bisa selesaikan pekerjaan membuat buffet seperti ini", kata Sukahar pada kabarseputarmuria Minggu 22/9/2024.
Sukahar mengatakan , usaha pembuatan mebel dari kayu jati merupakan salah satu usaha yang ia tekuni sejak lama selain juga menyewa lahan garam jika musim kemarau.Â
Sebelum membuat mebel untuk kebutuhan local saat ini. Ia pernah juga membuat mebel untuk kebutuhan ekspor lebih 10 tahun.
"Sebelum membuat buffet seperti ini saya pernah buka usaha buat mebel untuk kebutuhan ekspor. Namun karena permintaan yang semakin turun akhirnya membuat mebel yang mudah dijual untuk kebutuhan lokalan saja. Ini kami jual ke mitra dalam bentuk mentahan", tambahnya.
Ia mengakui usaha mebel sekarang hasilnya tak setinggi dan selancar dahulu. Namun karena masih ada permintaan usaha ini tetap dilanjutkan sampai sekarang . Sehingga meski hanya ada 1 tukang kayu usaha ini tetap jalan setiap harinya.
Upah Masih Layak
Heru Prasetyo tukang kayu pembuat mebel asal desa Surodadi kecamatan Kedung mengatakan , upah tukang kayu sebenarnya masih layak untuk ditekuni.Â
Ia bekerja dengan system borongan membuat buffet . Jika dihitung setiap bulannya ia masih mendapatkan uang borong sebulan rata rata Rp 3,6 juta.
"Ya meski tidak begitu tinggi bagi saya sudah lumayan untuk menghidupi keluarga . Upah segitu tidak terpotong transpot dan lainnya . Karena kerja dekat dengan rumah makan siang pulang sebentar . Jadi meski segitu sudah alhamdulillah", kata Heru yang bekerja sebagai tukang lebih 10 tahun.
Heru mengatakan meski ada pekerjaan lain misalnya sebagai nelayan atau bekerja di sektor tambak . Namun ia lebih memilih bekerja sebagai tukang kayu.Â
Salah satu penyebabnya adalah tidak terlalu berat jika dibandingkan dengan kerja lapangan. Memang jika dilahat upahnya lebih menjanjikan kerja dilapangan.
Heru mengakui memang sekarang tenaga tukang kayu semakin lama semakin berkurang . Anak muda lebih tertarik bekerja di pabrik.Â
Tanpa ketrampilanpun mereka langsung bisa bekerja, Lain kalau terjun ke tukang kayu perlu latihan atau penyesuaian dahulu beberapa bulan.
"Itulah mengapa anak muda jarang yang kerja tukang kayu. Mereka mencoba bekerja di pabrik dahulu nanti kalau mentok baru kerja serabutan diantaranya sebagai tukang kayu. Padahal kalau dihitung upahnya kalau tidak lembur masih tinggian tukang kayu", kilah Heru. ( Pak Muin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H