Hal ini menyebabkan ketika seorang perempuan ditinggalkan oleh suaminya, ia akan menjadi sosok yang mudah dicurigai akan merebut atau menggoda laki-laki atau suami orang.
Sadar atau tidak, candaan dan stigma negatif yang dilontarkan terhadap janda merupakan suatu pelecehan verbal dan berpotensi besar menyebabkan kekerasan seksual.
Selain itu, stigma ini akan sangat merugikan perempuan karena banyak perempuan yang merasa takut dan malu apabila menyandang status janda sehingga lebih memilih bertahan dalam perkawinan yang membuatnya tidak bahagia atau bahkan perkawinan yang diwarnai dengan kekerasan.Â
Barangkali sebagian orang akan berpikiran bahwa kemarahan akibat candaan semacam "Janda lebih menggoda" adalah suatu tindakan yang konyol dan tidak asik.Â
Namun apabila kita menengok pada realita di lapangan, candaan tersebut menyebabkan para janda merasa malu, rendah diri, dan dibayangi rasa ketakutan akan dilecehkan.Â
Nicholas Herriman melakukan penelitian terhadap laki-laki di kawasan desa-desa di Jawa yang mendiskusikan mengenai hasrat mereka pada para janda.Â
Hasil dari penelitiannya adalah para lelaki tersebut berpikiran untuk merayu para janda karena janda dianggap berpengalaman secara seksual, kesepian, dan lebih terbuka untuk berhubungan seks, baik secara gratis maupun dibayar. Â
Terlepas dari apakah janda tersebut seorang ibu rumah tangga, wanita yang bekerja, maupun pekerja seks komersiil, semuanya akan dilihat dengan anggapan sama. Hal ini menyebabkan efek negatif bagi status sosial para janda.
Nicholas berpendapat, berdasarkan hasil penelitiannya yang termuat dalam jurnal "The Stigmatisation of Widows and Divorcees (Janda) in Indonesian Society" yang ditulis oleh Lyn Parker dan Helen Creese, stigmatisasi ini menyebabkan janda termasuk dalam kalangan masyarakat ekonomi rentan dan mengalami kesulitan kehidupan sosial, terutama bagi mereka yang memiliki anak tanggungan.Â
Pada akhirnya, para janda dan anak-anaknya menjalani kehidupan yang sulit akibat fantasi liar oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.