Hati (qalb, kalbu) termasuk organ gaib yang merupakan ‘alat’ yang dipergunakan oleh jiwa manusia. Kita tahu struktur jiwa ini terdiri dari: Aku (nafs)---analog dengan simbol S. Freuid, das Ich (Ego)---, dan Diri (anfus)---analog dengan simbol S. Freuid, das Es (Id)---.
Berselancar di Dunia Hati (2)
Oleh Arda Dinata
Bagian-Bagian Hati Ruhani
Hati (qalb, kalbu) termasuk organ gaib yang merupakan ‘alat’ yang dipergunakan oleh jiwa manusia. Kita tahu struktur jiwa ini terdiri dari: Aku (nafs)---analog dengan simbol S. Freuid, das Ich (Ego)---, dan Diri (anfus)---analog dengan simbol S. Freuid, das Es (Id)---. Dan kalau kita lihat lebih jauh, ternyata Aku unsurnya “nafsu” (nafs) energinya “cahaya”, sifatnya “salah”, fungsinya sebagai inti kesatuan dan tulang punggung eksistensi manusia. Aku mempunyai kebebasan untuk memilih apakah “salah” atau “benar”, hal inilah yang membedakan manusia dari binatang dan makhluk Tuhan lainnya yaitu malaikat “benar” terus, setan “salah” terus.
Sifat nafsu adalah “salah”, kalau yang dipilih/dilaksanakan “nafsu sendiri (fitrah)”, disebut “niat dalam”, akan dibela oleh Diri oleh karena “nafsu” yang disayangi oleh Tuhannya dan akan selamat, kalau karena pengaruh setan disebut “niat luar”, pasti celaka apa pun alasannya.
Sementara itu, keberadaan Diri ini unsurnya “napsu(anfus)”, dzatnya “cahaya” (“Tenaga Dalam”), sifatnya “benar” oleh karena hakikatnya Malaikat yang ditanam-Nya sejak konsepsi. Fungsinya: menjaga, membela Aku, agar selamat, mengatur dan memperkuat kehidupan (fungsi vegetatif), agar Aku survive.
Berdasarkan hal itu, jadi dapat dikatakan bahwa kalbu ini terdiri dari organ/alat gaib dari Diri/Aku; pusat pemahaman/internalisasi; pusat intutional intelectual (II); pusat memori dari semua amal (baik-jelek); organ/alat dari setan untuk melakukan interferensi terhadap Aku; sebagai indera perasaan (rasa halus) untuk pencerapan hal yang abstrak; dan indera hati (mata dan telinga hati), untuk pencerapan alam gaib. Dalam bahasa lain, dr. Ukas Cukasah, SpA, berdasarkan hasil penelitiannya tentang hakekat manusia Indonesia seutuhnya, mengungkapkan bahwa, kalbu merupakan pusat penghayatan indera perasaan, pusat akal dengan indera mata dan telinga hati, dan pusat memori pengalaman tidak-enak yang direpresi oleh Aku, yang pada gilirannya akan menimbulkan stres psikologis. Sedangkan pengalaman enak akan disimpan di memori otak. Jadi, pada hakekatnya roh, rasa, Aku, Diri, adalah gaib dan kalbu adalah organ gaib.
Terkait dengan kalbu sebagai organ gaib, tentu ia memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dengan keberadaan unsur roh, nafs, dan akal yang sama-sama berada dalam tubuh manusia. Berikut ini hubungan diantara unsur tersebut di dalam tubuh manusia.
1. Hubungan kalbu dengan roh.
Roh/ruh adalah sesuatu yang abstrak (tidak kasat mata), yang bersemayam dalam rongga “hati biologis”, dan ‘mengalir’ melalui urat-urat dan pembuluh-pembuluh, ke seluruh anggota tubuh. Adapun mengalirnya dalam tubuh dengan membawa limpahan cahaya-cahaya kehidupan, perasaan, penglihatan, pendegaran dan penciuman ke dalam semua anggota badan. Adalah ibarat melimpahnya cahaya dari pelita yang dikelilinginya ke seluruh penjuru rumah.
Keberadaan roh ini, terdiri dari roh hewani, roh nabati, dan roh suci.
• Pertama, roh hewani. keberadaannya telah ada sejak konsepsi manusia. Sifatnya “hidup”, unsurnya “cahaya”, dan fungsinya memberikan “kehidupan” tingkat sel dari organ sadar (motorik), sebagai alat Aku untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, sehingga Aku puas, senang, dll.
Utusannya adalah rasa kasar, terdiri dari rasa kasar dalam (propioseptif) yang menyertai panca indera sehingga Aku dapat komunikasi/pencerapan dengan alam nyata-ada, melalui metoda kuantitatif.
• Kedua, roh nabati. Telah ada sejak konsepsi manusia. Sifatnya “hidup”, unsurnya “cahaya”, dan fungsinya memberi “kehidupan” tingkat sel dari organ dalaman untuk fungsi vegetatif yang diatur oleh Diri untuk kepentingan Aku, sehingga Aku survive.
Utusan roh nabati adalah rasa halus terdiri dari rasa viseral dan rasa dalam yang menyertai indera perasaan sehingga Aku dapat melakukan pemahaman/ pencerapan hal-hal yang abstrak (yang bereksistensi di dunia nyata) melalui metoda naturalistik.
• Ketiga, roh suci. Keberadaannya ada dihembuskan kurang lebih umur 12 minggu dalam kandungan. Sifatnya “hidup”, unsurnya “cahaya”, fungsinya menjadikan Aku “yang hidup” dan memberikan “kehidupan” tingkat organ, yang ditandai oleh mulai berfungsinya (berdenyut) jasad yang terletak di atrium kiri jantung memancarkan sinyal sehingga jantung mulai memompa darah mengangkut oksigen dan nutrien untuk kebutuhan organ-organ.
Roh suci ini mempunyai utusan rasa jati yang menyertai indera hati sehingga Aku dapat merasakan/melakukan komunikasi dan pencerapan alam gaib dengan metoda intuisi. Dan kalau terminal roh suci, jasad berdenyut terus, maka utusannya, rasa jati dengan terminalnya di pusat liver (hepar) akan “nyala” terus sepanjang hayat.
2. Hubungan kalbu dengan Nafs.
Kata nafs mengandung beberapa makna (jiwa, sukma, diri, nafsu, dan sebagainya).
• Pertama, yang dalam bahasa Indonesia sama dengan kata ‘nafsu’ yaitu mencakup fakultas emosi atau amarah (ghadhab) dan ambisi atau (syahwah) dalam diri manusia. Makna seperti inilah yang sering kali digunakan dikalangan para ahli tasawuf, karena mereka mengartikan kata nafs (nafsu) sebagai sesuatu yang mencakup sifat-sifat tercela pada diri manusia. Itulah sebabnya mereka menegaskan tentang keharusan melawan nafsu ataupun mengekangnya. Makna demikian, seperti diisyaratkan dalam sabda Nabi Saw., “Musuhmu yang terbesar adalah nafsumu yang berada dalam dirimu.” (HR. Al-Baihaqiy dari riwayat Ibnu Abbas).
• Kedua, kata nafs adalah serupa maknanya dengan salah satu makna ‘hati’, yaitu sesuatu yang abstrak dan membentuk diri manusia secara hakiki. Walau demikian, nafs ini dilukiskan dengan berbagai macam sifat sesuai dengan berbagai keadaannya yang berbeda-beda. Jika ia dalam keadaan selalu tenang dan tentram (dalam menerima ketentuan-Nya) dan terhindar dari kegelisahan yang disebabkan oleh pelbagai macam godaan ambisi, maka ia disebut nafs muthmainnah (jiwa yang tenang dan tentram). Seperti dalam firman Allah SWT, ”Wahai nafs muthmainnah, kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai sepenuhnya.” (QS. Al-Fajr: 27).
Sedangkan apabila ia gelisah karena berada dalam kondisi perlawanan terhadap godaan syahwat hawa nafsu, maka ia disebut nafs lawwamah (atau jiwa yang senantiasa mengecam). Karena ia selalu menyesali dirinya sendiri atas kelalaiannya dalam melakukan pengabdian kepada Tuhannya. “….dan Aku (Allah) bersumpah dengan nafs lawwamah (jiwa yang selalu mengecam) ….” (QS. Al-Qiyamah: 2).
Selanjutnya, jika nafs ini tidak berusaha menyesali dirinya, bahkan senantiasa tunduk patuh kepada dorongan hawa nafsu dan memperturuti bisikan setan, maka ia disebut nafs ammarah bis-su (nafsu yang menyuruh kepada kejahatan). Seperti dalam firman Allah SWT, menirukan ucapan Yusup as. ataupun isteri Al-Aziz, raja Mesir, “….dan aku tidak hendak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (QS. Yusuf: 53).
3. Hubungan kalbu dengan ‘Aql (Akal).
Kata akal ini memiliki beberapa makna. Pertama, akal berarti pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu yang bertempat di hati. Kedua, akal berarti bagian (dari manusia) yang memiliki kemampuan untuk mencerap pengetahuan. Hal ini sama dengan hati dalam arti lathifah.
Arti lainnya, bahwa setiap diri orang itu ada ‘sesuatu’ (wadah) yang menampung pengetahuan. Selanjutnya, pengetahuan adalah sifat yang menetap dalam ‘wadah’ tersebut. Jadi, pengetahuan tidak indentik dengan ‘wadah’ yang menampungnya. Sehingga, adakalanya kata akal digunakan untuk menyebutkan tentang sifat yang melekat pada diri orang yang berpengetahuan, dan adakalanya juga untuk menyebutkan tentang wadah pengetahuan dalam diri orang itu. Dan inilah barangkalai yang dimaksud dalam sabda Nabi Saw., “Yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal.” (HR. At-Thabrani).
Klasifikasi hati manusia
Akhirnya, melalui kegiatan berselancar singkat di dunia hati seperti di atas, maka kita sudah dapat menarik suatu kesimpulan bahwa sesungguhnya hati manusia itu memiliki komponen sifat hidup dan mati. Dalam tataran ini, hati manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga.
• Qalbun Shahih (hati yang suci). Yaitu hati yang sehat dan bersih dari setiap nafsu yang menentang perintah dan larangan Allah, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya.
• Qalbun Mayyit (hati yang mati). Yaitu hati yang tidak pernah mengenal Ilahnya; tidak menyembah-Nya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya. Akan tetapi, ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginannya, walaupun hal ini menjadikan Allah marah dan murka dibuatnya.
• Qalbun Maridl. Yaitu hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit. Tepatnya, kondisi hati ini kadang-kadang ia “berpenyakit” dan kadang pula hidup secara normal, bergantung ketahanan (kekebalan) hatinya. Wallahu a’lam. (Tamat)***
Penulis adalah Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
< MIQRA INDONESIA, sebuah komunitas yang berusaha selalu belajar mengembangkan diri melalui INSPIRASI KECERDASAN HATI. Tulisan-tulisan di blog ini merupakan catatan tentang berbagai inspirasi yang telah dikembangkan menjadi tulisan sederhana dengan berusaha memasukan hikmah di dalamnya. Sahabat KOMPASIANER silahkan memberi komentar dan masukan atas apapun tentang isi tulisan di blog ini. Saya tunggu komentarnya sekarang juga ya...!!! Salam inspirasi dan sukses selalu buat Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H