Mohon tunggu...
www.ArdaDinata.com
www.ArdaDinata.com Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Peneliti, Penulis dan Blogger

Pengasuh Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, blogger, dan penulis lepas. Minatnya dalam bidang motivasi, pendidikan, keluarga, psikologi, kesehatan, lingkungan hidup, dan jurnalistik. Kegiatan harian, selain membaca dan menulis, juga tercatat sebagai seorang PNS di Loka Litbangkes Pangandaran, Balitbangkes Kementerian Kesehatan R.I. \r\nhttps://www.ArdaDinata.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berselancar di Dunia Hati (2)

23 Oktober 2010   15:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:10 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

• Pertama, roh hewani. keberadaannya telah ada sejak konsepsi manusia. Sifatnya “hidup”, unsurnya “cahaya”, dan fungsinya memberikan “kehidupan” tingkat sel dari organ sadar (motorik), sebagai alat Aku untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, sehingga Aku puas, senang, dll.

Utusannya adalah rasa kasar, terdiri dari rasa kasar dalam (propioseptif) yang menyertai panca indera sehingga Aku dapat komunikasi/pencerapan dengan alam nyata-ada, melalui metoda kuantitatif.

• Kedua, roh nabati. Telah ada sejak konsepsi manusia. Sifatnya “hidup”, unsurnya “cahaya”, dan fungsinya memberi “kehidupan” tingkat sel dari organ dalaman untuk fungsi vegetatif yang diatur oleh Diri untuk kepentingan Aku, sehingga Aku survive.

Utusan roh nabati adalah rasa halus terdiri dari rasa viseral dan rasa dalam yang menyertai indera perasaan sehingga Aku dapat melakukan pemahaman/ pencerapan hal-hal yang abstrak (yang bereksistensi di dunia nyata) melalui metoda naturalistik.

• Ketiga, roh suci. Keberadaannya ada dihembuskan kurang lebih umur 12 minggu dalam kandungan. Sifatnya “hidup”, unsurnya “cahaya”, fungsinya menjadikan Aku “yang hidup” dan memberikan “kehidupan” tingkat organ, yang ditandai oleh mulai berfungsinya (berdenyut) jasad yang terletak di atrium kiri jantung memancarkan sinyal sehingga jantung mulai memompa darah mengangkut oksigen dan nutrien untuk kebutuhan organ-organ.

Roh suci ini mempunyai utusan rasa jati yang menyertai indera hati sehingga Aku dapat merasakan/melakukan komunikasi dan pencerapan alam gaib dengan metoda intuisi. Dan kalau terminal roh suci, jasad berdenyut terus, maka utusannya, rasa jati dengan terminalnya di pusat liver (hepar) akan “nyala” terus sepanjang hayat.

2. Hubungan kalbu dengan Nafs.

Kata nafs mengandung beberapa makna (jiwa, sukma, diri, nafsu, dan sebagainya).

• Pertama, yang dalam bahasa Indonesia sama dengan kata ‘nafsu’ yaitu mencakup fakultas emosi atau amarah (ghadhab) dan ambisi atau (syahwah) dalam diri manusia. Makna seperti inilah yang sering kali digunakan dikalangan para ahli tasawuf, karena mereka mengartikan kata nafs (nafsu) sebagai sesuatu yang mencakup sifat-sifat tercela pada diri manusia. Itulah sebabnya mereka menegaskan tentang keharusan melawan nafsu ataupun mengekangnya. Makna demikian, seperti diisyaratkan dalam sabda Nabi Saw., “Musuhmu yang terbesar adalah nafsumu yang berada dalam dirimu.” (HR. Al-Baihaqiy dari riwayat Ibnu Abbas).

• Kedua, kata nafs adalah serupa maknanya dengan salah satu makna ‘hati’, yaitu sesuatu yang abstrak dan membentuk diri manusia secara hakiki. Walau demikian, nafs ini dilukiskan dengan berbagai macam sifat sesuai dengan berbagai keadaannya yang berbeda-beda. Jika ia dalam keadaan selalu tenang dan tentram (dalam menerima ketentuan-Nya) dan terhindar dari kegelisahan yang disebabkan oleh pelbagai macam godaan ambisi, maka ia disebut nafs muthmainnah (jiwa yang tenang dan tentram). Seperti dalam firman Allah SWT, ”Wahai nafs muthmainnah, kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai sepenuhnya.” (QS. Al-Fajr: 27).

Sedangkan apabila ia gelisah karena berada dalam kondisi perlawanan terhadap godaan syahwat hawa nafsu, maka ia disebut nafs lawwamah (atau jiwa yang senantiasa mengecam). Karena ia selalu menyesali dirinya sendiri atas kelalaiannya dalam melakukan pengabdian kepada Tuhannya. “….dan Aku (Allah) bersumpah dengan nafs lawwamah (jiwa yang selalu mengecam) ….” (QS. Al-Qiyamah: 2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun