Saat kasus pertama Covid-19 diumumkan oleh Presiden Jokowi, aktivitas masyarakat mulai dibatasi. Di awal ada istilah physical distancing, karantina mandiri, hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih tetap digunakan hingga saat ini. Pemerintah dari awal tidak memakai istilah lockdown, yang menurut presiden bisa mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mencapai minus 17 persen.
Pembatasan total terhadap aktivitas masyarakat tidak dilakukan katanya membuat ekonomi tidak terlalu terpuruk. Ekonomi sih diakui terpuruk dengan pertumbuhan minus tetapi tidak minus-minus banget.Â
Langkah pencegahan penularan Covid-19 secara meluas yang terkesan setengah-setengah dan maju mundur membuat penderita Covid-19 semakin tidak terkendali. Beberapa saat lalu bahkan total yang terinfeksi telah melewati China sebagai negara asal penyebaran. Sampai Jumat (24/7) kasus aktif masih mencapai 36.808 orang.
Masyarakat pun benar-benar telah "bersahabat" dengan kondisi ini. Pasar-pasar telah ramai kembali. Aktivitas masyarakat mulai bergeliat, bahkan para pekerja hiburan turut menuntut dibukanya kembali tempat-tempat mereka beraktivitas.
Pasar Sawo, salah satu pasar tradisional yang kecil, di Jakarta pun tidak luput dari pengamatan saya. Pasar yang paling dekat dengan tempat tinggal saya ini melayani warga dari beberapa  RT yang tinggal di sekitarnya. Di awal saat Jakarta sudah mulai zona merah, masyarakat mulai panik, para penjual banyak yang menutup jualan, hingga tersebar kabar bahwa pasar akan segera ditutup.
Kenyataannya, sampai saat ini pasar tidak pernah ditutup. Aktivitas pun berangsur normal kembali, bahkan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah banyak yang diabaikan. Pemakaian masker banyak diabaikan, padahal Pak RT pernah membagikan masker secara gratis kepada seluruh warga dan penjual di pasar.
Awal Pandemi
Pada saat awal pandemi, portal ditutup dari beberapa jalan yang melalui pasar, hanya ada satu jalan yang dibuka. Kendaraan harus memutar kembali jika melalui jalan yang diportal. Setiap portal dijaga oleh hansip dan atau beberapa warga, tidak mengizinkan warga luar memasuki wilayah ini.
Penjual hanya setengah atau lebih sedikit yang datang dari yang normal. Banyak ruang-ruang kosong di pasar yang mengambil ruas jalan ini untuk berjualan. Harga bahan-bahan pokok naik. Gula pasir, telur, daging, ikan, bawang, dan berbagai bahan pokok lain adalah barang-barang yang terasa kenaikannya.
Pengunjung juga berkurang. Kebanyakan yang biasanya belanja setiap hari, waktu itu hanya sekali atau dua kali sepekan. Begitu pun dengan saya. Belanja banyakan bahan-bahan yang tidak cepat basi, seperti ikan kaleng.
Pada saat memasuki bulan puasa pun tidak seramai bulan puasa biasanya. Penjual takjil yang biasanya mulai ramai sejak pukul 14.00, menyisakan banyak ruang kosong juga. Pengunjung pasar tampak tertib dengan masker yang sangat standar. Waktu itu pun masker masih mahal (sebelum ada pembagian gratis dari RT).
Kondisi Terkini
Berbeda dengan saat awal-awal pandemi, saat ini aktivitas sudah mulai normal kembali. Ramai sekali. Utamanya di pagi hari. Seperti tidak ada jarak. Banyak yang tidak memakai masker, kalau pun pakai ditaruh di dagu atau leher. Membuat saya semakin takut ke pasar. Saya ke pasar tetap sekali atau dua kali sepekan, itu pun menunggu pasar sudah mulai sepi (agak siangan).
Harga tetap. Sepertinya hukum alam begitu, kalau harga sudah terlanjur naik maka susah untuk menurunkannya kembali. Tampak sesekali petugas kesehatan atau apalah itu yang sosialisasi agar menerapkan social distancing. Sepertinya sangat sulit menghimbau masyarakat. Ada juga petugas yang membentangkan spanduk yang cukup besar. Saya yakin tidak dibaca. Kalau pun dibaca, mungkin dianggap hanya angin lalu.
Buktinya anjuran yang tertulis di spanduk untuk memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan lainnya. Tetapi, banyak yang mengabaikan.
Syukurnya sih, di daerah sekitar sini belum ada yang terbukti terinfeksi, apalagi sampai meninggal. Pernah ada isu yang menyebutkan bahwa ada yang meninggal gara-gara Covid-19 di lingkungan pasar ini tetapi isu itu dimentahkan oleh Pak RT. "Hoaks itu, jangan dipercaya," jawab Pak RT mantap saat saya konfirmasi ke beliau.
Musalla di sekitar pasar juga mulai aktif normal kembali. Meski karpet tidak digelar dan jarak antarjamaah dibuat satu meter. Kadang juga tidak berjarak. Tergantug kesadaran jamaah.
Anak-anak madrasah diniyah (TK) mulai dipanggil kembali oleh gurunya untuk masuk. Anak saya yang berusia 3 dan 5 tahun yang biasanya ikut kelas itu, saya putuskan untuk tetap tidak mengikuti kelas. Lebih baik belajar di rumah saja dulu bersama ibunya.
Main di luar tidak pernah lagi, meski teman-temannya sering datang memanggil. "Ada virus," katanya menyahut dari balik pintu. Sepertinya diajar ibunya. Karena harus belajar dan main di rumah, maka fasilitas main saya tambah. Buat belajar juga saya tambah.Â
Stok sabar ibunya dan saya juga harus ditambah.Â
Semoga dengan sumbangsih kita menaati setiap anjuran dan banyak instrospeksi diri (memohon ampunan) akan membuat turunnya rahmat dari Allah subahanahu wataala. Sehingga, pandemi ini bisa segera berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H