Tentu masih melekat diingatan beberapa saat lalu viral seorang lulusan universitas ternama yang menolak gaji  Rp8 juta karena gengsi.
Dilihat dari lapangan kerja utama, sektor yang paling dominan adalah perdagangan yang mencapai 25,59%. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sektor ini sangat membanjiri Jakarta. Sampai meluber ke badan-badan jalan.Â
Salah satu icon Jakarta adalah Tanah Abang yang disebut-sebut sebagai pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, tentu diketahui bersama minmarket yang selalu berdampingan pada pinggir-pinggir jalan. Belum lagi perdagangan rumahan yang menjamur dijajakan lewat media online.
Sektor terbesar selanjutnya adalah akomodasi dan makan minum (13,95%) dan industri pengolahan yang mencapai 12,91%. Sektor-sektor ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dari masing-masing 13,53% dan 11,34%.
Hal ini menggambarkan Jakarta yang memang dari struktur perekonomian begitu ditopang oleh 3 sektor tersebut. Sangat bebanding terbalik dengan sebagian besar daerah lain di Indonesia yang masih bergantung kepada pertanian dan pertambangan. Sektor pertanian dan pertambangan sendiri di Jakarta hanya menyumbang 0,97% pekerja.
Sesuatu yang cukup positif juga dari segi status pekerjaan utama sebagai buruh/karyawan/pegawai cenderung mengalami penurunan. Tahun 2017 64,21% menurun menjadi 63,40% pada 2018 serta 61,00% pada 2019.Â
Sebaliknya status sebagai berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tetap konsisten mengalami peningkatan 2 tahun terakhir. Nilainya masing-masing 16,15% menjadi 22,59% dan 3,39% menjadi 4,43%.
Hal ini menggambarkan bahwa penyediaan lapangan pekerjaan lebih berfokus kepada wirausaha yang lebih memungkinkan untuk bisa mandiri. Di mana karyawan masih relatif terancam pemutusan hubungan kerja kapan saja. Meski hal ini masih perlu kajian mendalam mengenai struktur sektor pekerjaan dilihat dari statusnya.
Pekerja juga bisa dilihat berdasarkan kegiatan fomal dan informal. Dikatakan formal jika dalam berusaha dibantu buruh, ada pun selainnya dikatakan informal. Pekerja formal di Jakarta mencapai 65,43%, sisanya pada sektor informal. Hal ini cukup jauh di atas rata-rata nasional di mana sektor formal hanya mencapai 42,73%.
Sesuatu yang cukup positif juga di Jakarta 2 tahun terakhir adalah pekerja yang bekerja di atas jam normal (pekerja penuh waktu, di atas 35 jam per pekan) cenderung mengalami peningkatan dari 84,35% pada 2017 menjadi 87,43% pada 2019.
Indikator utama yang dianggap berhubungan langsung dengan ketenagakerjaan adalah rasio ketergantungan penduduk (dependency ratio). Dependency ratio diartikan sebagai jumlah penduduk usia tidak produktif dibandingkan dengan usia produktif. Dependency ratio yang mencapai titik terendah diartikan sebagai bonus demografi. Di mana penduduk usia produktif mencapai jumlah maksimal.Â