Mohon tunggu...
Adeng Septi Irawan
Adeng Septi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah seorang pemerhati dunia hukum dan peradilan. bisa dihubungi di email irawan_34@yahoo.com

fiat justitia ruat caelum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Mahasiswa Berkarakter

6 April 2020   12:08 Diperbarui: 27 April 2020   12:18 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jenjang tertinggi dalam sebuah institusi pendidikan adalah mahasiswa, maha artinya tertinggi dan siswa artinya orang yang menempuh pendidikan. Jadi mahasiswa berarti orang yang menempuh jenjang pendidikan tertinggi. 

Gelar mahasiswa biasanya diberikan kepada seseorang ketika kuliah disebuah perguruan tinggi. Ketika menginjak perguruan tinggi seseorang mahsiswa dituntut untuk memiliki pengetahuan dan akhlak yang lebih daripada seorang siswa yang duduk di bangku SD, SMP, ataupun SMA.

Mahasiswa baru yang pertama kali masuk perguruan tinggi biasanya merasakan hal yang sungguh berbeda dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Mereka seakan-akan merasa bodoh dan tak mengerti keadaan kampus sebelumnya. 

Sehingga kampus mengadakakn kegiatan OSPEK untuk memberikan orientasi kepada maba tentang dunia  kampus.  Biasanya mahasiswa di semester awal cenderung memiliki sifat gaya dan sok-sokan merasa bahwa dunia dapat digenggam dengan mudah.

Tetapi ini jauh berbeda dengan mahasiswa di semester akhir, mereka merasa memikul beban berat dalam mengembangkan jurusan yang mereka tekuni untuk diaplikasikan di dunia kerja. 

Mereka berasumsi bahwa dunia memang tak mudah kita genggam begitu saja tanpa usaha dan kerja keras. Ini sungguh berbeda dengan anggapan mereka di kala pertama kalinya kuliah.

Menjadi lulusan terbaik ketika wisuda adalah impian setiap mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi . Predikat lulusan terbaik tidak bisa dicapai begitu saja tanpa ada kerja keras, usaha, dan doa yang tekun. 

Seperti sebuah pernyataan "hasil yang besar membutuhkan pengorbanan yang besar dan hal besar berawal dari sesuatu yang kecil. Maksud dari pernyataan di atas yakni hasil yang besar takkan didapatkan tanpa ada pengorbanan yang besar, dan awal dari hal besar  adalah hal kecil, untuk itu jangan sekali-sekali meremehkan hal yang kecil . Karena sekecil apapun itu adalah penentu keberhasilan di masa mendatang.

Faktanya banyak sekali mahasiswa yang merasa cukup kuliah dengan absen saja tanpa mengikuti pelajarannya. Sungguh hal yang sangat merugi jikalau seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan strata satu hanya absen saja. 

Ini merupakan suatu bukti bahwa tingkat kesadaran mahasiswa terhadap belajar ketika kuliah sangat kurang. Kebanyakan dari mereka lebih suka bermain keluar kampus hanya sekedar bergerombol dengan temannya ataupun berpacaran. 

Sebagai seorang mahasiswa sudah seharusnya berinstropeksi diri untuk memikirkan mau dibawa kemana masa depan mereka jika kemalasan senantiasamenguasai mindsetnya.

 Mahasiswa adalah generasi yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa yang selama ini dipegang oleh golongan tua. Maka, diperlukan skill dan kemampuan yang matang ketika suatu saat mereka yang akan menggantikan para pemimpin bangsa. 

Lantas, persiapan apa yang telah dipersiapkan mahasiswq dalam memimpin Indonesia di masa mendatang. Jikalau kemalasan senantiasa menggerogoti mental mahasiswa. 

Kemalasan takkan membawa sebuah keberhasialan, kemalasan akan membawa pada sengsara. Oleh karena itu dalam menempuh pelajaran ketika kuliah diharuskan berniat sungguh-sungguh dan rajin baik berusaha maupun berdoa.

Bangsa yang besar haruslah memiliki pemuda yang bermental baja, tidak pemalas, terampil, dan memiliki skill yang dominan. Kita ambil saja sebuah contoh salah satu negara industri di asia yang memilki julukan macan asia yakni Jepang. 

Negeri sakura adalah surganya ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagian besar generasi mudanya adalah seorang yang tekun ulet, dan rajin. Kita sering menemukan orang jepang membaca buku di tempat umum, stasiun, dalam bus, atau terminal. 

Bagi mereka hal itu adalah biasa  Tetapi ini jauh berbeda denagn Indonesia, kita takkan pernah menemukan orang membaca buku di tempat umum, mungkin ada beberapa orang saja yang membaca tetapi jumlahnya sangatlah minim. 

Ini memmbuktikan bahwa suatu kemajuan negara tak bisa dipisahkan oleh karakteristik kepribadian masyarakat yang menghuni negara tersebut. Jepang telah menjadi besar akibat kebiasaan masyarakatnya yang positif. Lantas kapan Indonesia akan membiasakan diri untuk membaca.

Membaca buku bagi seorang akademisi khususnya mahasiswa adalah kebutuhan primer sehari-hari. Ada sebuah istilah buku adalah jendela dunia, maksudnya adalah dengan membaca buku kita akan mengetahui segala sesuatu yanag ada di dunia ini tanpa harus mengunjungi dimana ilmu itu berada. Pengetahuan mahasiswa akan senantiasa bertambah jika mereka rajin dan tekun dalam membaca. 

Tetapi sebagai seorang akademisi sekaligus organisatoris tak cukup hanya membaca saja untuk menimba pengetahuan. Mereka harus mampu mengaplikasikan dalam tindakan nyata ilmu yang mereka dapatkan dengan nmembaca buku. 

Agar ilmu itu bermanfaat bagi diri kita khususnya dan orang lain umumnya. Tak hanya itu juga ilmu yang telah kita baca dan diaplikasiakn dalam masyarakat terasa kurang sempurna jika tidak diabadikan dalam sebuah tulisan. 

Tulisan ini akan mempunyai peranan penting disaat orang yang memilki ilmu itu telah tiada. Dengan tulisanlah generasi berikutnya mengetahui dan memahami karya-karya besar para pendahulunya. Sehingga seorang cendekiawan pandai yang mengabadikan karyanya lewat tulisan akan senantiasa dikenal meskipun telah tiada.

Peran mahasiswa dalam masyarakat yang begitu besar menjadikan mahasiswa memperoleh gelar agent of change,agent of social vontrol. Maksudnya mahasiswa memiliki peran vital menjadi sebuah agen perubahan dan agen konrrol sosial dalam meneyelesaikan segala problematika yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat. 

Skill dan kualitas kemampuan mahasisiwa dalam problem solving menyelesaikan problem sosial memang tak diragukan lagi. Kita ambil sebuah contoh kasus yakni peristiwa lengsernya presiden Soeharto pada tahun 1998 tidak lepas dari peran mahasiswa.

Sudah saatnya kini mahaaiswa mulai melakukan pembenahan diri, melanjutkan yang baik, menyempurnakan yang kurang, dan menghapus yang buruk. 

Itulah sebuah perjuangan dimana perjuangan tanpa pengorbanan takkan mampu mewujudkan harapan dan cita=cita yang selama ini masih jauh terpendam tanpa ada yang menggali. 

Sebuah impian besar telah menanti di depan sana, semangat abdi demi sgama dan negeri, marilah kita mulai semua dari yang kecil untuk mencapai sesuatu yang besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun