Dunia perkuliahan tidaklah sama dengan dunia sekolah menengah. Perguruan tinggi menjadi sebuah institusi untuk mencetak sarjana-sarjana yang bertalenta guna menghadapi dunia kerja.Â
Disini tampak diferensiasi yang begitu besar antara sekolah menengah dengan karakteristik penguatan teori tanpa orientasi kerja, berbeda dengan perguruan tinggi dengan genetik penguatan teori maupun praktik sebagai langkah persiapan memasuki dunia kerja. Sistem penilaian dalam kuliah pun juga berbeda dengan sekolah menengah.Â
Dunia perkuliahan mengenal IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) dalam penentuan prestasi mahasiswa, sedangkan sekolah menengah mengenal istilah raport sebagai penentu prestasi peserta didik.
Zaman yang semakin maju tanpa ada batas ruang dan waktu. Telah menjadi kebutuhan bagi tiap manusia untuk mengembankan skill sekaligus kepandaian dalam bidang-bidang tertentu.
Keahlian seseorang tidaklah sama satu sama lain, makanya dalam perkuliahan terjadi penyempitan disiplin ilmu. Dimana ketika masa Sekolah menengah hampir semua mata pelajaran menjadi sudi bahasan siswa.Â
Mahasiswa adalah sebuah status tertinggi dalam dunia pendidikan di tanah air. Artinya predikat semacam ini menunjukkan bahwa secara keilmuan baik teori ataupun praksis sangatlah unggul.
IPK Bukanlah Jaminan
Tidaklah salah ketika mahasiswa berusaha keras untuk meraih IPK sebaik-baiknya, asalkan IPK tidak menjadi suatu dewa yang diagung-agungkan tanpa mempertimbangkan faktor lainnya.
Pendewaan IPK inilah yang akan menyebabkan mahasiswa menjadi seorang pencari nilai bukan pencari ilmu. Karena pada dasarnya mahasiswa kuliah bertujuan untuk menggali ilmu untuk membantu menambah skill yang dimilikinya. Sehingga dengan skill-nya diharapkan menjadi modal utama dalam menapaki jenjang kariri di dunia kerja.
Sebagian orang berasumsi bahwa mahasiswa dengan IPK baik akan mudah mencari pekerjaan. Itu yang salah banyak faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menrai kerja.