Mohon tunggu...
Adeng Septi Irawan
Adeng Septi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah seorang pemerhati dunia hukum dan peradilan. bisa dihubungi di email irawan_34@yahoo.com

fiat justitia ruat caelum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Reaktualisasi Semangat Nasionalisme

20 Agustus 2018   11:55 Diperbarui: 27 April 2020   13:02 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                         doc: knpikotasemarang.org

17 Agustus 2018 telah tiba, dimana pada hari ini diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia yang ke-73. Sudah menjadi aturan yang tertuang dalam konstitusi bahwa setiap tahun di tanah air tanggal 17 Agustus yang merupakan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia selalu diperingati dengan meriah dengan berbagai kegiatan. Dimulai dengan rangkaian kegiatan peringatan yang bersifat non formal hingga seremonial.

Beratus-ratus tahun lamanya negeri ini dijajah oleh bangsa asing, kesengsaraan rakyat merajalela, penderitaan seakan tiada pernah terhenti di masa lalu. Beragam kisah terukir dalam setiap perjuangan hingga tetesan darah para pahlawan selama merebut kemerdekaan. Penderitaan rakyat menjadi saksi kekejaman masa penjajahan di masa lalu. Seakan tak pernah terhenti kesewenang wenangan para kaum penjajah dalam mengeruk kekayaan bumi pertiwi. Rakyat menjadi korban kebengisan dan kebiadaban para kaum penjajah.

Dimulai dengan bangsa Portugis, lalu Spanyol, Inggris, Belanda 350 tahun lamanya, Jepang 3,5 tahun. Barulah pada tangga; 17 Agustus 1945, NKRI benar-benar lepas dari cengkeraman penjajah. Soekarno dan Moh Hatta atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal tersebut di kediaman Soekarno, Jalan Pengangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, (sekarang menjadi Gedung Proklamasi). Suasana menjelang kemerdekaan Indonesia, pada malam harinya memang mencekam, karena saat itu Jepang masih berkuasa di Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tak luput dari kekalahan Jepang melawan sekutu. Ada dua kota di Jepang yakni Hiroshima dan Nagasaki yang dibom oleh sekutu. Bom atom tersebut lantas meluluhlantakkan dua kota tersebut.

Akibatnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan menyerahkan semua jajahannya kepada pihak lawan termasuk Indonesia. 

Melihat hal itu, Soekarno dan Moh. Hatta segera bertindak karena kala itu Negara dalam kondisi kekosangan kekuasaan (vacuum off Power). Setelah menghadap kepada salah satu Jenderal petinggi Jepang untuk wilayah Asia Tenggara. Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Meskipun kebimbangan sempat terjadi saat kondisi kekosongan kekuasaan di NKRI, antara golongan tua dan golongan muda.

Proses proklamasi kemerdekaan ini tidak berlangsung begitu saja, sempat terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua (Soekarno-Hatta) dan golongan muda (Wikana< Chairul Shaleh, Darwis, dll).

 Karena terjadi perbedaan pendapat tersebut Soekarno dan Hatta sempat dibawa oleh golongan muda ke Rengasdengklok (sekarang Karawang) untuk didesak agar segera memproklamasikan kemerdekan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan harinya. Karena sama-sama bersikukuh Soekarno-Hatta yang mewakili golongan tua tak setuju, karena saat ini Indonesia masih dibawah kekuasaan Jepang. Hal ini diketahui, sebab belum ada mandate kekuasaan dari pihak Jepang.

Maka diutuslah Mr. Achmad Soebardjo untuk menjemput Soekarno dan Hatta yang dibawa golongan muda. Dengan janji kemerdekaan Indonesia bakal diproklamasikan keesokan harinya, akhirnya Soekarno Hatta dibebaskan. Setelah dibebaskan ketiga orang tersebut langsung meluncur ke Jakarta. tepatnya di rumah seorang perwira Angkatan Laut Jepang, Laksamana Maeda dibuatlah teks proklamasi oleh ketiga orang (Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo). 

Setelah selesai lalu diberikan kepada Sayuti Melik untuk diketik menjadi naskah autentik. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan harinya naskah proklamasi tersebut dibacakan bersamaan dengan pengibaran bendera merah putih yang hingga kini disebut sebagai hari Proklamasi kemerdekaan. Maka setiap tanggal 17 Agustus diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sudah sekian lama negeri ini merdeka, bebas dari belenggu penjajahan. Keadaaan negara dari tahun ke tahun semakin maju dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Namun, beragam masalah pun juga tak kalah, mereka datang silih berganti menerpa Negara Indonesia. Masalah-masalah tersebut memicu problem yang berkepanjangan. Tentu masalah-masalah ini meliputi berbagai aspek baik, politik, hukum, sosial, ekonomi, dan sebagainya.

Ditambah pengaruh paham dari luar, yang bisa mengurangi rasa cinta tanah air (nasionalisme) dari para kader bangsa. Semangat nasionalisme tampaknya mulai mengendur di setiap elemen masyarakat di tanah air akhir-akhir ini. 

Bukan apa-apa, jika ini dibiarkan terus menerus rasa nasionalisme para gnerasi penerus lama-lama akan memudar. Coba dibayangkan dalam sehari berapa puluh bahkan ratusan kultur internasional masuk ke dalam negeri. Tidak bisa dinafikkan bahwa globalisasi pasar bebas menjadi salah satu alasan mengapa ideologi dari luar bisa masuk dengan mudahnya.

Biasanya faktor interaksi antar warga negara lain dengan warga negara Indonesia menjadi salah satu pemicunya. Maka, tak heran jika lama-kelamaan style (gaya) anak muda Indonesia mulai mengalami degradasi. 

Dimana mereka tidak lagi mengenal jati diri bangsa, sikapnya cenderung dipengaruhi oleh paham lain tanpa melihat kondisi dalam negeri. Belum lagi akhir-akhir ini paham radikal mulai merasuk menggerogoti setiap masyarakat. Selain itu, paham liberal (kapitalis) dan paham sosialis (komunis) tak ketinggal juga dalam memberikan effect kepada setiap masyarakat khususnya generasi muda.

 Tentu ini membahayakan jika ideologi luar yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa dibiarkan masuk ke dalam NKRI tanpa ada kontrol. Maka disinilah peran peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekan RI sebagai wahana untuk kembali mengingat sekaligus mengaktualisasikan semangat kebangsaan (nasionalisme). 

Melalu peringatan kemerdekaan setidaknya menjadi bagian dari mewujudkan kembali dalam tindakan nyata atau reaktualisasi nilai-nilai nasionalisme. Semangat nasionalisme harus terus digelorakan dalam setiap peringatan kemerdekaan RI khususnya pada peringatan yang ke-73 tahun kemeredekaan Indonesia ini. Bisa melalui berbagai kegiatan, baik yang bersifat, formal maupun non formal

Kegiatan formal diantaranya peringatan hari kemerdekaan dengan pelaksanaan upacara bendera ataupun apel. Lalu ada kegiatan non formal, seperti lomba-lomba, atau kegiatan lain sebelum hari kemerdekaan tiba.

 Setidaknya peringatan disini memiliki fungsi dalam rangka mengingat kembali peristiwa kemerdekaan Indonesia di masa lalu. Bagaimana perjuangan bangsa waktu sebelum merdeka guna merebut kemerdekaan, tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada harga yang harus dibayar berupa 'nyawa' demi sebuah kata 'Kemerdekaan'.

Perinagatan kemerdekaan tentunya tidak hanya sekedar seremonial saja harus ada wujud nyata dalam mengaktualisasikan kembali (reaktualisasi) nilai-nilai kemeredekaan dalam bingkai semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Artinya, semangat nasionalisme yang sesuai dengan jati diri bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun