Alhamdulillah, Makam Syehk Sayyid Djamaluddin Al-Akbar Al-Husain di Tosora Wajo, mulai ramai dikunjungi oleh pesiarah dari berbagai daerah di Nusantara, dan telah mendapat perhatian pemerintah Daerah khususnya Pemda Sulawesi Selatan.
Tiga belas tahun yang lalu, sekitar bulan Mei 2010, saya mendapat petunjuk untuk bersiarah ke sebuah makam di daerah Kabupaten Wajo Desa Tosora, berbekal keyakinan, akhirnya pada sore hari kami menuju Kabupaten Wajo, sekitar jam 23.30, kami sampai di pinggir kota Wajo, karena posisi makam kami belum tahu, sehingga memilih istirahat di pinggir kota wajo, di jalan yang mengarah ke kampung tosora, dan akan melanjutkan perjalanan esok hari.
Setelah sarapan pagi di warung makan dibatas kota wajo, sekitar pukul 9.30 pagi, kami melanjutkan perjalanan menuju Tosora, setelah sampai  di kantor desa Tosora kami menemui Kades Tosora, untuk menanyakan sebuah makam yang ingin kami kunjungi.
Karena masi pagi, kami diarahkan menuju rumah Kades yang berada tak jauh dari kantor Desa. Pak Desa menerima kami dengan hangat dan memberikan informasi terkait makam yang kami cari. Pak Desa menyampaikan bahwa makam yang dimaksud tidak ada di sekitar Tosora.
Pak desa kemudian bercerita bahwa di belakang Kantor Desa, ada makam yang biasa di datangi oleh para pesiarah dari jawa, khususnya Jawa Timur, bahkan sempat meninggalkan sebuah silsilah pada makam tersebut dan telah memberikan nama Syehk Al-Habib Djamaluddin Al-Akbar Al-Husain.
Pak Desa lalu mengambil silsilah yang diberikan oleh pesiarah dari jawa, tulisan itu menggunakan bahasa arab, yang menjelaskan bahwa Syehk Sayyid Djamaluddin Al-Akbar Al-Husain adalah Guru para Sunan.
Seketika suasana hening, lalu saya menengok ke Istri, dan kawan yang mendapingi dalam perjalanan itu, terlihat sedikit kecewa, dalam hati bertanya "ko bisa salah petunjuk yang dikasi", Pak Desa kembali mempertegas bahwa nama yang kami sebut tidak ada makamnya disekitar Tosora. kemungkinannya ada di kampung Paniki, 40 km dari Tosora, kata pak Desa.
Namun kami bertiga masi yakin makam yang kami cari ada di Tosora, seketika kami berdiam diri, dan membaca Al-Fathiha untuk beliau, kemudian kami berpamitan pada Pak Desa Tosora. Saat menuruni tangga rumah kayu pak desa yang tinggi, tiba tiba terdengar dengan keras lolongan  se ekor anjing seperti jika melihat mahluk ghaib, pada hal saat itu jam 10 pagi. Suara anjing itu membuat bulu kuduk merinding.
Suara itu muncul dari belakang kantor desa Tosora, sekitar 250 meter dari posisi kami, tepatnya disekitar makam Syehk Sayyid Djamaluddin, Â seketika situasi batin berubah, sehingga kami kemudian meyakini bahwa Makam yang kami cari ada di sekitar belakang kantor Desa, bersama staf desa kami menuju ke belakang kantor Desa.
Kami berjalan tidak langsung menuju Makam, karena tentu akan sulit mengidentifikasi jika tanpa ada petunjuk. kami diarahkan oleh staf desa, menuju arah paling belakang dari runtuhan situs tua itu. Dari situ kemudian kami perlahan, masuk ke area runtuhan bangunan masjid yang masi tersisa dibagian pinggir dan ruang mihraj masjid.
Perlahan kami masuk, dan sampai di sisa bangunan yang masi utuh dari masjid itu, disitulah Kami kemudian zikir, setelah kurang lebih 30 menit, satu persatu kami mendapat petunjuk tentang makam yang ada disekitar Masjid, serta posisi Rumah beliau saat berada di Tosora, dan aktivitas seperti apa di sekitar Masjid itu.
Air Mata pun tumpah seketika, rekam jejak beliau terlihat jelas, apalagi secara bathin, ditempat inilah beliau pertama kali di Sulawesi Selatan mendirikan sebuah padepokan, kalau sekarang mungkin pondok pesantren, sekitar tahun 1324, Â dekat dari Masjid, beliau tinggal dan di makamkan. Â
Bangunan Masjidnya masi tersisa bagian mihrat masjid, yang lain sudah runtuh, menurut sejarawan, Tosora dikenal sebagai kampung tua, dan awal berdirinya sebuah kerajaan, yang dikenal sebagai kerajaan wajo.
Kami pun mendapatkan info bahwa Makam tersebut pernah bersiarah KH Abdurrahman Wahid, Alias Gus Dur. Yang mengherankan kami, kenapa beliau tidak menggunakan nama yang disematkan oleh para pesiarah, seperti yang terpajang pada Makam Beliau.
Nama yang disampaikan ke kami menggunakan sebuah nama bangsawan Bugis, ada dua hal yang kemudian sulit dijawab oleh para sejarawan, pertama soal hubungan beliau dengan kerajaan Wajo, kedua, masuknya islam di Sulawesi Selatan, yang para sejarawan Islam, telah bersepakat pada abad ke 15, atau tahun 1605.
Nama Beliau disebut dalam sejarah wajo, pada konteks lain, bahkan makam disamping beliau adalah makam tua para raja raja awal berdirinya kerajaan Wajo. Karena itu kurang setuju rasanya jika beliau digambarkan sebagai seoarng ulama yang datang dari sebuah tempat yang jauh, lalu mengajarkan Islam di Tosora.
Tidak menutup kemungkinan Tosora telah menjadi sejarah awal berdirinya beberapa  kerajaan kerajaan besar di sulawesi selatan pada abad ke 12, karena beberapa situs lain menggambarkan keterkaitan beliau dengan kerajaan lain yang ada di Sulawesi selatan.
Karena beberapa fakta yang kami temukan dalam beberapa jejaknya  beliau adalah seorang bangsawan yang memiliki ilmu keislaman yg sangat dalam, selain menjadi seorang bangsawan kerajaan, beliau adalah seorang sufi yang mengajarkan tentang Ma'rifatullah, wallahu A'lam bissawwaf.
Penulis : Arbit Manika Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI