Mohon tunggu...
Arbit Manika
Arbit Manika Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Papua Membara, Antara Kemanusiaan dan Kedaulatan NKRI

31 Agustus 2019   22:45 Diperbarui: 3 September 2019   10:48 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Photo FB Manika Arb

Penyelesaian masalah dengan cara yang keliru, anarkis, bahkan berujung pada tindakan rasisme pada Mahasiswa Papua oleh sekelompok ormas di Surabaya beberapa hari lalu, menjadi pemantik  kemarahan rakyat Bumi Cendrawasi.

Tanah Papua akhirnya bergejolak, merah putih terkoyak, dan bintang kejora seakan menemukan momentumnya, karena perlakuan yang dinilai keliru dan tidak adil selama ini, yang telah mengkristal menjadi bom waktu di alam bawah sadar rakyat Papua, sehingga mudah terprovokasi.

Kekayaan alamnya yang melimpah, tidak menjadi jaminan rakyat Papua lebih maju dan sejahtera. bahkan sebaliknya membuat mereka banyak mendapat perlakuan yang tidak adil khususnya di era Orde Baru.

Papua dalam perspektif sejarah, di incar oleh banyak negara asing  pasca perang dunia kedua II, bahkan  kejadian yang menimpa dua Tokoh Dunia, yaitu Presiden John F Kennedy Amerika dan Presiden Soekarno, dikaitakan dengan Tanah Papua.

Di awali dari penemuan Gunung Emas terbesar di dunia yang ada di Papua, oleh Jean Jacques Dozy kepala Ahli Geologi dan minyak, perusahaan tambang Belanda tahun 1936, yang dilanjutkan oleh Forbes Wilson, kepala eksplorasi PT Freeport Amerika yang melakukan ekspedisi ke Papua pada tahun 1960 menjadi titik awal malapetaka bagi rakyat dan Tanah Papua.

Eropa dan khususnya Amerika Serikat pasca perang dunia ke II, menghadapi krisis ekonomi, sehingga untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi membutuhkan investasi besar, karena itu Parlemen Amerika menyetujui rancangan PT Preefort untuk mengeksplorasi Gunung Eestberg dan Grastberg Papua, sehingga merubah peta politik dunia, khususnya Indonesia, John F Kennedy akhirnya mati tertembak dalam sebuah peristiwa pada tahun 1963, dan Presiden Soekarno di kudeta thn 1966.

Dalam beberapa kajian ilmiah, Direktur CIA Amerika  Allan Dulles, adik kandung Menteri Dalam Negeri Amerika John Foster Dulles, yang juga dekat dengan Forbes Wilson Derektur Ekspolrasi PT Freeport, dikaitkan atas kejadian yang menimpa Presiden Amerika John F Kennedy dan Presiden Soekarno.  

Akhirnya ambisi Allan Dulles terwujud, Pemerintah Indonesia menandatangani Kontrak Karya PT Freeport, beberapa bulan  setelah pelantikan Soeharto sebagai Presiden RI ke 2, menggantikan Soekarno setelah menerima Surat Perintah 11 Maret 1966.

Konteks lain, Papua menjadi wilayah NKRI 16 tahun setelah Indonesia merdeka, karena Kolonial Belanda bersikukuh tidak ingin melepas Irian Barat alias  Papua, bahkan pihak Belanda sedang mempersiapkan beridirinya negara Papua yg akan menjadi boneka Belanda, alasannya tentu karena Kolonial Belanda telah mengetahui Gunung Emas Gresberg Papua.

Namun Presiden Soekarno berkeras, bahwa secara historis Papua adalah bagian dari Indonesia, sehingga berbagai upaya yg di lakukan Soekarno, baik pendekatan ekonomi, diplomasi dan militer, pada  tahun 1961 Soekarno merasa terpaksa membuat kebijakan yang dikenal dengan Operasi Trikora,  pembebasan Irian Barat dari Kolonial Belanda, akibat kegagalan berbagai upaya diplomasi di KMB PBB.

Setelah Indonesia berhasil mengusir Belanda di Irian Barat, melalui Operasi Trikora,  Soekarno yang dikenal dekat dengan Presiden Amerika John F Kennedy, sukses meyakinkannya untuk membantu penyelesaian  sengketa Tanah Papua antara Indonesia dengan Belanda agar mendapat pengakuan international.

Sehingga pihak Amerika Setikat, menjadi mediator, pelaksanaan Perjanjian New York Agreement 1962, antara Pihak Belanda dan Indonesia, yang salah satu kesepakatannya referendum yang dikenal dengan  Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969, sehingga Papua resmi menjadi bagian Indonesia yg di akui oleh PBB.

Karena itu membicarakan masalah Papua, dan nasib rakyatnya, pemerintah terkadang sangat hati hati. Bahkan salah satu ganjalan Indonesia dalam memajukan Papua adalah adanya kelompok Separatis atau sipil bersenjata, yang biasa disebut OPM (organisasi Papua Merdeka), yang masi  warisan konflik lama Indonesia dengan pihak asing, sehingga  sampai hari ini tidak pernah tuntas , karena pihak asing ditengarai masi ada dibalik OPM.

Kesulitan lain dalam memajukan Papua di awal bergabungnya dengan NKRI adalah, kondisi geografis yang sangat ekstrim, dan belum terhubung  antar satu daerah dengan daerah yang lain, sehingga sulit terjangkau pembangunan secara merata. Faktor  lain, suku suku di dataran Papua pada umumnya masi primitif dan  mengisolasi diri dari dunia luar pasca bergabungnya dengan NKRI, hal ini menambah rumit dan kompleksnya masalah Papua sàmpai saat itu..

Pendekatan Militer era pemerintahan Soeharto yang biasa di kenal DOM ( Daerah Operasi Militer), untuk menumpas kelompok separatis OPM dan pengamanan Mega Proyek Tambang Emas PT Freeport, menambah catatan luka masyarakat Papua. Karena itu Pasca Reformasi Pemerintah memberi Papua status Otonomi Khusus, untuk memberi perhatian khusus pada kemajuan Papua.

Bahkan saat K.H Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur terpilih menjadi Presiden ke 4, Gus dur mengembalikan nama Papua menggantikan Irian Jaya, sebagai bentuk penghargaan pada rakyat Papua, bahkan bendera Bintang Kejora dipahaminya sebagai simbol kultural masyarakat Papua.

Karena itu, saat Jokowi terpilih menjadi Presiden ke 7, Papua menjadi wilayah Prioritas pembangunan nasional segala bidang, Jalan Trans Papua sepanjang 4000 KM di bangun, dan berbagai imfrastruktur lainnya, sebagai cara Jokowi menjawab ketidak adilan pembangunan yang dirasakan rakyat Papua, sekaligus untuk menumbuhkan nasionalisme rakyat Papua pada NKRI.  

Peristiwa rasisme dan bahkan adanya dugaan persekusi yang terjadi di  Surabaya pada Saudara kita dari Papua, adalah kesalahan besar yang wajib di tindak sesuai hukum yang berlaku, karena telah mencederai  upaya yang sedang digalakkan oleh pemerintah Jokowi untuk membangun kepercayaan kembali rakyat Papua yang merasa di anak tirikan selama ini.

Menyikapi situasi Papua saat ini, perlu di kedepankan pendekatan sosial kultural, melalui cara cara dialog, yang melibatkan seluruh Kepala Suku, Tokoh Agana, Tokoh Masyarakat, Pemerintah Daerah, Tokoh Mahasiswa, Tokoh Pemuda dan Para Politisi Papua, untuk mencari jalan damai, agar tidak ada jatuh korban.

Pihak Ketiga yang di duga kuat bemain dibelakang peristiwa ini, tentu berharap situasi makin gaduh dan chaos, sehingga jatuh korban, karena dengan itulah mereka dapat bersuara di dunia international dan mendesak PBB untuk mengintervensi kedaulatan NKRI.    

Penulis : Arbit Manika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun