Mohon tunggu...
Arbit Manika
Arbit Manika Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Papua Membara, Antara Kemanusiaan dan Kedaulatan NKRI

31 Agustus 2019   22:45 Diperbarui: 3 September 2019   10:48 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Photo FB Manika Arb

Sehingga pihak Amerika Setikat, menjadi mediator, pelaksanaan Perjanjian New York Agreement 1962, antara Pihak Belanda dan Indonesia, yang salah satu kesepakatannya referendum yang dikenal dengan  Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969, sehingga Papua resmi menjadi bagian Indonesia yg di akui oleh PBB.

Karena itu membicarakan masalah Papua, dan nasib rakyatnya, pemerintah terkadang sangat hati hati. Bahkan salah satu ganjalan Indonesia dalam memajukan Papua adalah adanya kelompok Separatis atau sipil bersenjata, yang biasa disebut OPM (organisasi Papua Merdeka), yang masi  warisan konflik lama Indonesia dengan pihak asing, sehingga  sampai hari ini tidak pernah tuntas , karena pihak asing ditengarai masi ada dibalik OPM.

Kesulitan lain dalam memajukan Papua di awal bergabungnya dengan NKRI adalah, kondisi geografis yang sangat ekstrim, dan belum terhubung  antar satu daerah dengan daerah yang lain, sehingga sulit terjangkau pembangunan secara merata. Faktor  lain, suku suku di dataran Papua pada umumnya masi primitif dan  mengisolasi diri dari dunia luar pasca bergabungnya dengan NKRI, hal ini menambah rumit dan kompleksnya masalah Papua sàmpai saat itu..

Pendekatan Militer era pemerintahan Soeharto yang biasa di kenal DOM ( Daerah Operasi Militer), untuk menumpas kelompok separatis OPM dan pengamanan Mega Proyek Tambang Emas PT Freeport, menambah catatan luka masyarakat Papua. Karena itu Pasca Reformasi Pemerintah memberi Papua status Otonomi Khusus, untuk memberi perhatian khusus pada kemajuan Papua.

Bahkan saat K.H Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur terpilih menjadi Presiden ke 4, Gus dur mengembalikan nama Papua menggantikan Irian Jaya, sebagai bentuk penghargaan pada rakyat Papua, bahkan bendera Bintang Kejora dipahaminya sebagai simbol kultural masyarakat Papua.

Karena itu, saat Jokowi terpilih menjadi Presiden ke 7, Papua menjadi wilayah Prioritas pembangunan nasional segala bidang, Jalan Trans Papua sepanjang 4000 KM di bangun, dan berbagai imfrastruktur lainnya, sebagai cara Jokowi menjawab ketidak adilan pembangunan yang dirasakan rakyat Papua, sekaligus untuk menumbuhkan nasionalisme rakyat Papua pada NKRI.  

Peristiwa rasisme dan bahkan adanya dugaan persekusi yang terjadi di  Surabaya pada Saudara kita dari Papua, adalah kesalahan besar yang wajib di tindak sesuai hukum yang berlaku, karena telah mencederai  upaya yang sedang digalakkan oleh pemerintah Jokowi untuk membangun kepercayaan kembali rakyat Papua yang merasa di anak tirikan selama ini.

Menyikapi situasi Papua saat ini, perlu di kedepankan pendekatan sosial kultural, melalui cara cara dialog, yang melibatkan seluruh Kepala Suku, Tokoh Agana, Tokoh Masyarakat, Pemerintah Daerah, Tokoh Mahasiswa, Tokoh Pemuda dan Para Politisi Papua, untuk mencari jalan damai, agar tidak ada jatuh korban.

Pihak Ketiga yang di duga kuat bemain dibelakang peristiwa ini, tentu berharap situasi makin gaduh dan chaos, sehingga jatuh korban, karena dengan itulah mereka dapat bersuara di dunia international dan mendesak PBB untuk mengintervensi kedaulatan NKRI.    

Penulis : Arbit Manika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun