Mohon tunggu...
Arayu
Arayu Mohon Tunggu... Lainnya - writer

Dare to dream and reach it!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wel (1)

14 November 2021   18:10 Diperbarui: 14 November 2021   18:12 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terdiam mendengar perkataan Dina, dadaku serasa ditonjok. Benar kata Dina. mereka bisa sembuh karena mereka percaya kepadaku dan teman-teman yang ada disini. Seketika aku merasa tidak pantas dipercaya. Aku seakan memberikan harapan-harapan yang tidak bisa kuberikan pada diriku sendiri padahal orang yang sangat memerlukannya adalah aku.

"Udahlah makan aja dulu jangan berantem, makanan udah datang"

Dina dan aku menghentikan perdebatan dan menikmati makanan yang sudah kami pesan. Selama makan dan dalam perjalanan pulang Dina diam membisu. Dia benar-benar tidak mau berbicara denganku. Aku pun sama, tidak mau berbicara dengannya.

Selama beberapa hari aku dan Dina saling menghindar. Aku masih kesal karena Dina menganggap aku tidak mau berusaha melupakan Ben. Aku bukannya tidak mau tapi Ben sudah banyak sekali membantu aku dan mamaku, hingga kejadian yang paling tidak bisa aku lupakan tersebut terjadi. Ben meninggal tepat ketika dia melamarku. Serangan jantung dadakan, penyakit paling mematikan itu sontak meluluhlantakkan duniaku. Hari bahagia yang seharusnya membuatku gembira berganti menjadi hari tersedih untukku. Ben meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

We never know how’s life ended, sama seperti halnya aku tak pernah tau kapan aku menyusul Ben. Sejujurnya sudah beberapa hari terakhir ini aku ingin sekali mengakhiri hidupku. Ajakan-ajakan untuk mati itu terus ada di kepalaku. Tentu saja aku tidak bercerita kepada siapapun mengenai hal ini, tapi mungkin sudah saatnya aku berkonsultasi dengan psikolog dan mendapatkan pertolongan.

Diam-diam aku menghubungi temanku yang merupakan psikolog di Healing Center ini. Dia mendengarkanku dengan seksama dan kemudian menjadwalkan konsultasi dengannya. Ada ketakutan yang tidak bisa aku jelaskan, tapi demi kesembuhanku, aku akan berusaha sekuat tenaga mengusirnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun